Akademisi FHUI Menilai Pasal 20 UU Paten Berguna untuk Transfer Teknologi

Bila akan dibuat aturan pelaksana, maka perlu difokuskan kepada transfer teknologi.

Sumber Foto: https://www.ox.ac.uk

Dosen Hak Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Ranggalawe Suryasaladin menilai kehadiran Pasal 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten sangat berguna untuk transfer teknologi kepada masyarakat Indonesia.

“Kalau Saya melihatnya memang Pasal 20 itu gunanya supaya ada transfer teknologi, terutama paten-paten yang dari luar ya,” ujarnya kepada Klik Legal melalui sambungan telepon, Senin (15/5).

Ranggalawe menuturkan bahwa bila suatu invensi hanya didaftarkan paten di Indonesia, tetapi teknologinya tidak digunakan di Indonesia, maka paten tersebut tidak akan bermanfaat. “Justru kan paten itu supaya ada akses terhadap teknologi tersebut, tapi dengan cara menghargai penemunya. Jadi kalau menurut Saya tidak ada masalah dengan Pasal 20,” jelasnya.

Ketentuan Pasal 20 ayat (1) berbunyi, “Pemegang Paten wajib membuat produk atau menggunakan proses di Indonesia.” Sedangkan, Pasal 20 ayat (2) menyebutkan, “Membuat produk atau menggunakan proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menunjang transfer teknologi, penyerapan investasi dan/atau penyediaan lapangan kerja.”

Lebih lanjut, Ranggalawe menjelaskan bahwa kewajiban pemegang paten untuk membuat produk di Indonesia sebenarnya sudah diatur dalam UU Paten sebelumnya, yakni UU No. 14 Tahun 2001. Namun, titik fokus dari kehadiran Pasal 20 UU Paten teranyar ini adalah berkaitan dengan transfer teknologi tersebut. (Baca Juga: Kewajiban Pemegang Paten Membuat Produk di Indonesia, Ini Beda UU Paten yang Lama dan Baru).

Ranggalawe melihat banyak inventor-inventor dari luar negeri yang memilih mendaftarkan paten terlebih dahulu tanpa tahu apakah nanti patennya akan digunakan di Indonesia atau tidak. Nah, dengan adanya penekanan transfer teknologi ini, maka diharapkan praktek semacam itu bisa dihilangkan.

“Dengan diwajibkan justru diminta inventor itu nanti supaya teknologinya itu diterapkan di Indonesia. Jadi lebih bagus seperti itu kan,” tukasnya.

Kepentingan Publik

Ranggalawe berpendapat bahwa kehadiran Pasal 20 berkaitan erat dengan kepentingan publik. Dalam rezim HKI, ia menuturkan bahwa ada kepentingan si pemegang paten yang berdimensi kepentingan individual atau perusahaan untuk perlindungan HKI, tetapi ada juga kepentingan publik juga.

“Supaya HKI itu bisa jadi seimbang, juga untuk akses terhadap teknologi. Itu kepentingan publik,” ujarnya. (Baca Juga: Wajibkan Pemegang Paten Membuat Produk di Indonesia, UU Paten Menuai Kritik).

Ranggalawe menyarankan bila ingin dibuat peraturan pelaksana terhadap UU Paten ini, maka perlu difokuskan pengaturan pada wilayah transfer teknologi. Ia mengatakan sampai saat ini belum ada mekanisme pemeriksaan yang baku untuk mengetahui, mengontrol, mengawasi apakah paten yang didaftarkan itu dilaksanakan di Indonesia dan melakukan transfer teknologi.

“Jadi, misalkan ada peraturan pelaksana untuk Pasal itu mungkin bagus juga ya, karena itu kan untuk kepentingan publik,” tukasnya.

Sebelumnya, Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Paten John Kenedy Azis menjelaskan bahwa ada tiga tujuan mengapa ketentuan Pasal 20 dihadirkan ke dalam UU Paten. Pertama, aturan itu mempermudah dalam melihat kualitas barang yang dihasilkan, apakah sesuai dengan yang didaftarkan atau tidak. (Baca Juga: Ini Alasan DPR Wajibkan Pemegang Paten Membuat Produk di Indonesia).

Kedua, kehadiran Pasal 20 UU Paten diharapkan secara otomatis dapat membuka lapangan kerja yang bisa menyerap tenaga kerja di dalam negeri. Ketiga, Pasal 20 diharapkan bisa mendorong investasi datang ke Indonesia, yang juga bisa berimplikasi terhadap pemasukan negara yang lain, sepetri pajak dan lain sebagainya.

 

(PHB)

Dipromosikan