Siap Jadi Negara Maju, Jokowi Arahkan Transformasi Ekonomi

Jokowi siap berantas mafia impor migas

Dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, Kamis (28/11) lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pandangannya terkait perekonomian Indonesia. Dilansir dari setkab.go.id, Jokowi membeberkan empat poin penting dalam arahannya untuk transformasi ekonomi, diantaranya:

  1. meningkatkan ekspor dan produk substitusi impor;
  2. merancang strategi besar bisnis negara;
  3. menambah devisa negara dengan membangun 10 Bali baru; dan
  4. menarik Foreign Direct Investment (FDI) dengan perbaikan iklim investasi yang riil.

Pada acara yang bertema “Sinergi, Transformasi, Inovasi Menuju Indonesia Maju” ini, Jokowi mengatakan Indonesia sekarang masih banyak mengimpor bahan mentah atau raw material. Mulai dari timah, nikel, bauksit, dan batu bara. Padahal jika barang tersebut diolah menjadi barang jadi, atua barang setengah jadi, akan meningkatkan nilai tambah yang luar biasa.

“Sebagai contoh batu bara, kalau diolah menjadi DNE, Poly, Propylin, bisa mengganti impor kita atas elpiji, bisa mengganti bahan baku impor untuk pakaian,” jelas Jokowi.

Mengapa hal ini tidak dilakukan sejak lama? Jokowi mengaku karena Indonesia yang gemar melakukan impor. “Kenapa lama tidak kita lakukan? Karena kita senang impor. Siapa yang impor? Ya orang-orang yang senang impor,” ujar Jokowi.

Jokowi juga menegaskan bahwa Ia akan menindak para importir minyak dan elpiji yang telah menyebabkan ketidakseimbangan ekonomi Indonesia. “Saya tahu siapa yang impor sekarang. Kalau mengganggu acara B20, B30, urusan DNE, Propylin, akan saya gigit orang itu,” tegas Jokowi.

Pada kesempatan yang sama, Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia mengakui adanya peningkatan ekonomi Indonesia di tahun 2019. “Ditengah ekonomi global yang menurun, bahkan sejumlah negara mengalami resesi, Alhamdulillah ekonomi Indonesia cukup baik, stabilitasnya terjaga, pertumbuhan ekonominya juga terus membaik,” ujar Perry.

Menurutnya, hal ini dapat terjadi karena adanya sinergi yang baik antara pemerintah dan lembaga keuangan Indonesia. “Mengapa ekonomi kita baik? Karena sinergi dan koordinasi yang erat antara pemerintah, Bank Indonesia, maupun OJK,” lanjut Perry.

 

ZNA

Dipromosikan