Sebelum Lakukan PHK, Pahami Alur Penyelesaiannya Terlebih Dahulu Berikut Ini!

Ilustrasi. Sumber Foto: https://penanegeri.com/

Sebelum Lakukan PHK, Pahami Alur Penyelesaiannya Terlebih Dahulu Berikut Ini!

“Dikarenakan pelaksanaan PHK ini menyangkut sumber mata pencaharian dan kesejahteraan seseorang, demikian diatur dalam hukum ketenagakerjaan Indonesia mengenai alur dan tata cara yang harus diikuti pelaku usaha untuk melindungi hak pekerja dalam tahapan PHK tersebut.”

Kondisi geopolitik dan ekonomi global saat ini diketahui berdampak kepada berjalannya beberapa sektor industri di Indonesia. Sejumlah perusahaan tingkat rintisan hingga multinasional pun kini secara perlahan mulai melakukan efisiensi terhadap perusahaan melalui beberapa upaya, salah satunya dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.

PHK adalah suatu pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003).

Lebih lanjut, dikarenakan pelaksanaan PHK ini menyangkut sumber mata pencaharian dan kesejahteraan seseorang, demikian diatur dalam UU No. 13/2003 dan hukum ketenagakerjaan Indonesia lainnya mengenai alur dan tata cara yang harus diikuti pelaku usaha untuk melindungi hak pekerja dalam tahapan PHK tersebut. Berkaitan dengan hal ini, Associate BP Lawyers, Mohamad Toha Hasan menjelaskan bahwa beberapa alur dan tata cara yang dimaksud diantaranya adalah yakni:

Pemberian Surat PHK kepada Karyawan

Dalam penjelasannya, Toha menuturkan bahwa untuk melakukan PHK perusahan harus memberikan Surat Pemberitahuan PHK kepada karyawan secara sah dan patut paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum PHK efektif dilaksanakan. Surat Pemberitahuan PHK tersebut dapat memuat antara lain maksud dan alasan PHK, kompensasi PHK, serta hak lainnya yang timbul akibat PHK terhadap karyawan tersebut.

Apabila karyawan tidak memiliki keberatan, maka setelah lewatnya jangka waktu tersebut PHK dapat berjalan efektif saat jatuh tempo. Perusahaan setelah itu juga diharuskan untuk melakukan pemberitahuan kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat bahwa telah dilakukan PHK terhadap karyawan perusahaannya tersebut.

Apabila Karyawan Tidak Setuju dengan PHK

Skema ini dilakukan ketika karyawan tidak ada keberatan atau dengan kata lain setuju dengan adanya PHK yang dilakukan perusahaan. Apabila karyawan diketahui keberatan dengan keputusan PHK tersebut, maka kemungkinan hal yang dapat dilakukan selanjutnya oleh karyawan adalah pada saat masa keberatan selama 7 (tujuh) hari tersebut diajukannya keberatan oleh karyawan untuk selanjutnya dilakukannya upaya penyelesaian melalui Bipartit.

Dikutip dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU No. 2/2004), penyelesaian Bipartit adalah suatu perundingan yang dilakukan antara pekerja dengan perusahaan untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam satu perusahaan yang dilakukan dengan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat secara kekeluargaan dan keterbukaan.

Toha menjelaskan bahwa penyelesaian melalui Bipartit ini harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari. Apabila dalam jangka waktu tersebut berhasil ditemukan kesepakatan, maka atas hal tersebut haruslah dituangkan kedalam Perjanjian Bersama yang kemudian didaftarkan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.

Di sisi lain, apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut tidak ditemukan kesepakatan, Toha menjelaskan bahwa Bipartit tersebut nantinya akan dianggap gagal dan selanjutnya dapat dilanjutkan dengan tahapan penyelesaian Tripartit. Dikutip pula dari UU No. 2/2004, penyelesaian Tripartit merupakan penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha yang mana ditengahi oleh seorang mediator yang dapat berasal dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Selama 10 (sepuluh) hari kerja, Toha menjelaskan bahwa kedua belah pihak akan diberikan anjuran oleh mediator terkait penyelesaian masalah tersebut. Apabila terdapat kesepakatan, maka hal tersebut akan juga dituangkan dalam Perjanjian Bersama yang didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial. Akan tetapi, apabila terdapat penolakan terhadap surat anjuran dari mediator, maka langkah selanjutnya adalah dapat dengan melakukan penyelesaian di Pengadilan Hubungan Industrial pada pengadilan negeri setempat.

Adapun dalam hal ini disarankan agar baik pihak karyawan atau perusahaan dapat menyelesaikan perselisihannya melalui non-litigasi yang dilakukan dengan forum musyawarah (konsiliasi). Hal ini mengingat tingginya biaya yang diperlukan dalam penyelesaian sengketa di pengadilan serta lamanya proses beracara yang bagi beberapa pihak dinilai dapat justru merugikan.

 

AA

Dipromosikan