Hindari Pemidanaan Direksi Melalui Business Judgement Rule

Ingin Hindari Pemidanaan pada Direksi? Pahami Business Judgement Rule
Image Source: Kumparan

Hindari Pemidanaan Direksi Melalui Business Judgement Rule

“Dalam konteks pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi, hal ini diketahui paling rentan untuk turut menjerat seorang pengurus dari korporasi itu sendiri.”

Sudah lama sejak abad ke-20 bermula, negara-negara di dunia mengatur dalam sistem hukumnya bahwa korporasi sebagai suatu badan hukum dapat dibebankan pertanggungjawaban pidana. Termasuk di Indonesia, ancaman jeratan pidana dapat mengintai kepada badan dari korporasi itu sendiri maupun pengurusnya.

Dalam perkembangannya, Indonesia diketahui telah melegislasi sekitar 100 (seratus) peraturan yang mengatur secara khusus mengenai tanggung jawab pidana korporasi ini. Peraturan-peraturan tersebut diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan kini diatur juga melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Lebih lanjut, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia telah terdapat lebih dari 25 perseroan terbatas (PT) yang menjadi terdakwa dalam kasus pertanggungjawaban pidana korporasi dimana diantaranya 21 PT telah dinyatakan terbukti secara sah melakukan tindak pidana. Sehingga, secara konsep pertanggungjawaban pidana sudah banyak dikenal di Indonesia, baik dalam produk legislasi maupun praktik hukumnya itu sendiri.

Adapun dalam konteks pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi, hal ini diketahui paling rentan untuk turut menjerat seorang pengurus dari korporasi itu sendiri. Sebab, sebagai seorang atau sekumpulan decision maker dalam korporasi, pengurus dari suatu korporasi dapat saja untuk dimintakan pertanggungjawaban pidana atas suatu perbuatan yang tidak dilakukan olehnya.

Baca Juga: Silicon Valley Bank Bangkrut, Direksi Digugat Pemegang Saham

Asal pertanggungjawaban tersebut dapat bersumber dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh bawahannya, pengurus lainnya atau bahkan badan korporasi itu sendiri. Oleh karena itu, mengingat resiko yang tinggi bagi seorang pengurus korporasi untuk dimintakan pertanggungjawaban, terdapat sebuah tips yang dapat digunakan agar seorang pengurus dapat terhindar dari pertanggungjawaban pidana atas hal yang tidak intensional dilakukannya.

Gunakan Business Judgement Rule

Managing Partner DNT Lawyers, Pahrur Dalimunthe, dalam Webinar Friday I’m In Law berjudul “Seluk Beluk Tindak Pidana Korporasi dalam KUHP Baru” yang diselenggarakan KlikLegal menjelaskan bahwa seorang pengurus korporasi dapat menghindari pertanggungjawaban pidana menggunakan doktrin business judgement rule (BJR). 

BJR merupakan suatu standar analisis untuk melindungi direksi atas setiap keputusan bisnis sebagai aksi korporasi, selama dilakukan dalam batas-batas kewenangan dengan penuh kehati-hatian (prudent) dan iktikad baik (good will).

Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar doktrin ini dapat digunakan secara sempurna. Persyaratan tersebut diantaranya yakni:

  1. Keputusan yang dibuat direksi sesuai dengan hukum yang berlaku.
  2. Perbuatan pengurus dilakukan dengan itikad baik (act in good faith).
  3. Perbuatan pengurus dilakukan dilakukan dengan tujuan yang benar (proper purpose).
  4. Perbuatan pengurus dilakukan mempunyai dasar-dasar yang rasional (rational basis).
  5. Perbuatan pengurus dilakukan dilakukan dengan kehati-hatian (due care) seperti dilakukan oleh orang yang cukup hati-hati pada posisi yang serupa.
  6. Perbuatan pengurus dilakukan dilakukan dengan cara yang layak dipercayainya (reasonable belief) sebagai yang terbaik (best interest) bagi perseroan.
  7. Perbuatan pengurus dilakukan tidak melewati kewenangan (No abuse discretion).

Dalam kerangka hukum Indonesia, secara spesifiknya bagi seorang direksi, untuk menguji mengenai dipenuhi atau tidaknya prinsip-prinsip BJR tersebut oleh Direksi, maka hal ini dapat dilakukan dalam bentuk pertanggungjawaban Direksi di hadapan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Apabila pertanggungjawaban direksi dihadapan RUPS tersebut diterima, maka direksi sejatinya dapat dibebaskan dari tanggung jawab perusahaan.

Hal ini juga termasuk apabila ada kerugian yang diderita oleh perusahaan (Acquit et de charge/release and discharge). Direksi yang dalam hal pertanggungjawabannya diterima oleh RUPS, maka terhadapnya dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita oleh korporasi tersebut.

 

AA



Dipromosikan