Nilai Nominal Kemitraan PT PMA Dan UMKM Untuk Mendapatkan Persetujuan Tax Holiday

Nilai Nominal Kemitraan PT PMA Dan UMKM Untuk Mendapatkan Persetujuan Tax Holiday

Ilustrasi gambar dari: pexels

Kami mengajukan fasilitas Tax Holiday, katanya harus ada kemitraan dengan UMKM, apakah ada standarnya dan berapa nominal kemitraannya?

Kemitraan dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu syarat krusial saat perusahaan saat mengajukan fasilitas Tax Holiday, yakni fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan (PPH) Badan untuk jangka waktu 5 s/d 20 tahun pajak (bergantung nilai investasi). Tanpa adanya persetujuan atas nilai kemitraan UMKM, maka pengajuan Tax Holiday bisa ditolak meskipun perusahaan telah memenuhi seluruh persyaratan legal yang diminta.

Meskipun menjadi syarat krusial, sampai saat ini belum ada peraturan yang menyebutkan secara spesifik berapa nominal kontrak yang harus dipenuhi dalam kemitraan antara PT PMA dan UMKM guna mendapatkan fasilitas Tax Holiday.

Ranah nominal ini masih menjadi diskresi dari pejabat Kementerian Investasi/BKPM yang membawahkan bidang kemitraan ini. Namun, berdasarkan pengalaman saya, setidak-tidaknya pada tahun 2023 lalu, BKPM mensyaratkan rencana nilai kontrak antara PT PMA dan UMKM sebesar 2% (dua persen) dari Total Aktiva Tetap yang diinput oleh PT PMA dalam sistem OSS-RBA.

Total Aktiva Tetap adalah akumulasi daripada nilai rencana realisasi investasi atas:

  1. Pembelian dan pematangan tanah,
  2. Bangunan/Gedung
  3. Mesin dan peralatan
  4. Lain-lain (misal: Lisensi)

Apabila Total Aktiva Tetap adalah Rp 600 Miliar. Maka, rencana nilai kontrak dengan UMKM adalah 2% dari Rp600 Miliar tersebut yang dapat dipenuhi secara bertahap oleh PT PMA sesuai jangka waktu perhitungan realisasi Total Aktiva Tetap.

Total Aktiva Tetap, PT PMA juga harus memastikan 2 (dua) hal berikut:

  1. UMKM yang bermitra dengan PT PMA tersebut memiliki NIB dan mengajukan bid (penawaran) kepada PT PMA melalui sistem OSS-RBA. Apabila UMKM belum mengajukan penawaran melalui sistem, maka UMKM sebaiknya meminta bantuan kepada BKPM agar dimasukkan ke dalam sistem.
  2. Kemitraan diutamakan dengan UMKM tersebut berada disekitar proyek PT PMA.

Contoh: apabila lokasi pabrik PT PMA berada di Karawang, maka kemitraan semestinya dilakukan dengan UMKM yang melakukan kegiatan usaha di Karawang, bukan UMKM yang menjalankan usaha di Jakarta.

Namun, apakah PT PMA yang berlokasi di Karawang terlarang sama sekali bekerja sama dengan UMKM yang berlokasi di Jakarta. Sekali lagi, ini masuk dalam ranah diskresi pejabat. Jika ternyata UMKM tersebut berlokasi di Jakarta, namun menyerap tenaga kerja di Karawang untuk menyediakan jasa bagi PT PMA di Karawang, maka kondisi ini masih dapat diterima oleh BKPM.

Artikel ini ditulis oleh Lita Paromita Siregar, Partner BP Lawyers Counselors At Law.

Dipromosikan