Inkonsistensi Peraturan Terkait Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (USPPS) pada Koperasi Konvensional Pasca Berlakunya UU Cipta Kerja

Inkonsistensi Peraturan Terkait Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (USPPS) pada Koperasi Konvensional Pasca Berlakunya UU Cipta Kerja

Undang- undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) selama dua tahun belakangan menjadi bahan pembicaraan, dari kalangan masyarakat hingga profesional. Selain karena menyisakan banyak pekerjaan rumah terkait aturan turunan yang harus disesuaikan para pebisnis, hingga perubahan proses perizinan perusahaan.

Namun, terdapat isu yang jarang dibahas yaitu mengenai Koperasi. Salah satu isu penting terkait Koperasi adalah perubahan pengaturan terkait dengan skema Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (USPPS).

Pada pasal 44A ayat (1) UU Cipta Kerja memberikan nafas bagi Koperasi yang ingin menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. UU Cipta Kerja ingin memperkuat usaha syariah pada Koperasi yang tidak diatur oleh UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian (UU Koperasi).

Hal tersebut dapat ditelusuri dari Naskah Akademik UU No. 11/2020 yang diakses melalui website https://uu-ciptakerja.go.id/naskah-akademis-ruu-tentang-cipta-kerja/.

Dalam Naskah Akademik tersebut, disebutkan bahwa penyisipan Pasal 44A bertujuan agar “terdapat payung hukum yang kuat dalam pelaksanaan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah”.

Namun, Pasal 44A UU Cipta Kerja tidak secara detail mengatur mengenai usaha berdasarkan prinsip syariah pada Koperasi. Berdasarkan ayat (6) Pasal 44A UU Cipta Kerja ketentuan lebih lanjut mengenai Koperasi yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Namun sayangnya, semangat memperkuat usaha syariah pada UU Cipta Kerja tidak seirama dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (PP No. 7/2021). Padahal, PP No. 7/2021 merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) (PP No. 7/2021) memberikan batasan terkait dengan pendirian USPPS pada Koperasi. Padahal USPPS merupakan unit yang menjadi alternatif bagi koperasi konvensional (non-syariah) untuk turut serta dalam menjalankan usaha dengan prinsip syariah.

Secara eksplisit, Pasal 15 ayat (1) PP Nomor 7/2021 mengatur USPPS hanya dapat dilaksanakan oleh:

  1. Koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah; atau
  2. Unit simpan pinjam dan pembiayaan syariah (“USPPS”) pada Koperasi syariah

Pasal 15 ayat (1) huruf b PP Nomor 7/2021 hanya menyebut Koperasi Syariah. Sehingga dengan berlakunya ketentuan tersebut, Koperasi konvensional tidak dapat membentuk USPP kembali seperti sebelum berlakunya PP No. 7/2021. Padahal, justru Koperasi Konvensional yang memerlukan USPPS, bukan Koperasi Syariah karena secara otomatis telah menjalankan usaha syariah sejak didirikan, yang menjadi jiwa dari koperasinya itu sendiri. Justru akan menjadi aneh jika koperasi Syariah memiliki unit Syariah.

Inkonsistensi Penerapan Prinsip Syariah Pada Koperasi

Jika ditilik kembali ke belakang, Pemerintah telah mengatur terkait dengan penerapan prinsip syariah pada koperasi (konvensional) melalui Peraturan Menteri Koperasi. Secara spesifik mengenai pembentukan USPPS diatur oleh Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: 11/PER/M.KUKM/XII/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi (Permenkop No. 11/2017) dan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 11 Tahun 2018 tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi (Permenkop No. 11/2018).

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Permenkop No. 11/2017, USPPS Koperasi dapat dibentuk oleh Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder. Sedangkan berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Permenkop No. 11/2018, Izin Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi diberikan kepada KSPPS atau USPPS. Baik dalam Permenkop No. 11/2017 maupun Permenkop No. 11/2018, tidak terdapat larangan Koperasi Konvensional untuk membentuk USPPS, kecuali untuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP) sesuai dengan Pasal 2 ayat (4) Permenkop No. 11/2017.

Dengan adanya peraturan terkait dengan pembatasan siapa yang berhak untuk mendirikan USPPS menimbulkan dua pertanyaan. Pertama, bagaimana nasib koperasi konvensional yang telah mendirikan USPPS melalui rezim Permenkop 11/ 2017 dan Permenkop No. 11/ 2018? Kedua, bagaimana masa depan koperasi konvensional yang ingin menjalankan usaha syariah melalui USPPS?

Untuk pertanyaan pertama, PP Nomor 7/2021 memberikan waktu penyesuaian selama satu tahun untuk USPPS pada Koperasi Simpan Pinjam (KSP), sebagaimana disebutkan pada pada Pasal 140 huruf a sebagai berikut:

Koperasi simpan pinjam yang memiliki unit simpan pinjam dan pembiayaan syariah yang sudah ada sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, wajib melakukan pemisahan unit simpan pinjam dan pembiayaan syariah menjadi Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah paling lama 1 (satu) tahun setelah Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

Namun, ketentuan tersebut hanya berlaku bagi Koperasi Konvensional dengan jenis usaha Simpan Pinjam dan tidak mengatur Koperasi Konvensional dengan jenis usaha lain. Selain itu, ketentuan tersebut kurang tepat, karena KSP Konvensional memang telah dilarang untuk mendirikan USPPS sejak berlakunya Permenkop No. 11/2017.

Lebih lanjut, UU Cipta Kerja dan PP No. 7/2021 tidak secara jelas mencabut ketentuan Permenkop No. 11/ 2017 dan Permenkop No. 11/ 2018 namun terkait dengan pembentukan USPPS pada Koperasi Konvensional menjadi tidak dapat dilaksanakan karena berlakunya Pasal 15 ayat (1) huruf b PP No. 7/2021. Oleh karena itu, perlu diterbitkan Peraturan Menteri untuk memperjelas ketentuan yang dimaksud Pasal 15 ayat (1) huruf b PP No. 7/2021 tersebut.

Peraturan Menteri tersebut sangat dibutuhkan mengingat tingginya antusiasme pendirian USPPS. Setidaknya sampai dengan November 2019, terdapat 4.648 KSPPS / USPPS Koperasi berdasarkan informasi yang diakses dari https://ppid.kemenkopukm. (https://ppid.kemenkopukm.go.id/?p=3160)go.id/?p=3160 (https://ppid.kemenkopukm.go.id/?p=3160).

Sedangkan untuk pertanyaan kedua, apabila diulas lebih jauh, USPPS merupakan alternatif yang dapat dipilih oleh koperasi konvensional untuk menerapkan prinsip syariah. Apabila USPPS hanya dapat dilaksanakan oleh Koperasi Syariah yang notabene sudah menerapkan prinsip syariah, maka tidak terdapat urgensi yang jelas karena koperasi syariah telah menerapkan prinsip syariah sejak didirikan. Dengan berlakunya Pasal 15 ayat (1) huruf b PP Nomor 7/2021, maka tidak ada peluang pendirian USPPS oleh Koperasi Konvensional.

Harapan Baru kepada RUU Koperasi

Saat ini, Pemerintah sedang menyiapkan draft Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi sebagai pengganti UU No. 25/1992 yang sudah tidak relevan dan hanya sedikit “disentuh” oleh UU Cipta Kerja. Sayangnya, berdasarkan keterangan Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi & UKM, Ahmad Zabadi, yang diakses dari situs https://kliklegal.com/draft-ruu-perkoperasian-akan-segera-rampung-ini-poin-poin-baru-yang-akan-ditambahkan (https://kliklegal.com/draft-ruu-perkoperasian-akan-segera-rampung-ini-poin-poin-baru-yang-akan-ditambahkan/), permasalahan USPPS pada Koperasi konvensional tidak banyak dibahas.

Padahal, payung hukum 4.648 KSPPS/USPPS Koperasi yang telah terbentuk (setidaknya hingga November 2019) perlu diperkuat. Selain itu, pembentukan USPPS pada Koperasi konvensional sangat dibutuhkan demi pengembangan ekosistem syariah yang lebih baik dan lebih luas di Indonesia. 

 

Bimo Prasetio
Konsultan Hukum Bisnis dan Investasi

Bimo dapat dihubungi melalui email: ask@bimoprasetio.com

Dipromosikan