DPR Berharap Penerapan TKDN di Sektor Farmasi Didukung Dengan Implementasinya

Implementasi berupa pengurangan pajak atau kemudahan izin bagi pengusaha lokal.

Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf (Kiri). Sumber Foto: http://www.dpr.go.id

Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Dede Yusuf Macan Effendi mendukung penerapan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mewajibkan penggunaan produk lokal sebagai bahan baku farmasi dan alat kesehatan di Indonesia, tetapi ia berharap ada dukungan penuh dari pemerintah terhadap industri farmasi lokal tersebut.

“Jika kita ingin mendorong agar Indonesia ini bisa TKDN-nya makin kuat tentu harus ada dukungan,” kata Dede Yusuf, kepada Klik Legal melalui sambungan telepon, Rabu (7/6).

Dede menilai produk lokal sektor farmasi belum mendapat dukungan dari pemerintah berdasarkan realitas di lapangan. Pertama, bahan baku farmasi di Indonesia 95 persen masih impor dari luar negeri. Kedua, perusahaan-perusahaan obat di Indonesia masih sulit mendapatkan izin edar, karena aturan yang begitu ketat.

Ketiga, rumah sakit masih cenderung menggunakan alat kesehatan impor. “Belum ada sebuah semangat untuk menggunakan produk-produk lokal. Paling produk lokal dipakai di Puskesmas saja, di rumah sakit besar rata-rata masih menggunakan produk impor,” ujarnya.

Dede menilai kewajiban menggunakan bahan baku farmasi dan alat kesehatan lokal di Indonesia harus didukung dengan implementasi lainnya. “Misalnya, dengan pengurangan pajak; percepatan di dalam pemberian kredit bagi pengusaha nasional, khususnya untuk alkes atau produk-produk obat. Kemudahan izin dan tidak mempersulit,” tukas politisi Partai Demokrat ini.

“Nah itu yang harus diimplementasikan. Sampai saat ini Saya belum melihat hal ini terjadi,” tegasnya.

Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan pada Juni 2016 lalu. Inpres itu bertujuan untuk membentuk kemandirian dan meningkatkan daya saing indutsri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri melalui percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan.

Pada Februari 2017 lalu, Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek menerbitkan peraturan menteri yang mewajibkan industri farmasi dan alat kesehatan untuk menggunakan bahan baku hasil produksi dalam negeri. Kewajiban itu tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. (Baca Juga: Industri Farmasi dan Alkes Wajib Utamakan Bahan Baku Lokal).

Sedangkan, Kementerian Perindustrian juga diketahui sedang menyusun regulasi TKDN sektor farmasi. “Saat ini, telah ada tim khusus yang mengkaji kesesuaian ketersediaan bahan baku dengan tingkat kandungan lokal produk obat-obatan,” kata Dirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono, dalam rilisnya akhir bulan lalu sebagaimana dikutip dari situs Republika.

Dede Yusuf mengatakan bahwa Inpres Nomor 6 Tahun 2016 pada prinsipnya sudah baik. Namun, ia menuturkan bahwa perlu ada implementasi yang harus dipersiapkan lebih matang dan menetapkan leading sector dari implementasi itu. “Itu leading sectornya kita harapkan menteri kesehatan, karena menteri kesehatan bukan saja berbicara mengenai sisi perdagangan, tapi berbicara dari sisi kebutuhan,” pungkas Dede.

(PHB)

Dipromosikan