Lima Hal yang Perlu Dipersiapkan oleh BJPJH

Dari konsolidasi hingga lamanya proses sertifikasi.

Sumber Foto: http://i.dawn.com/

Pasca terbentuknya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, proses pengajuan dan pengesahan produk halal selanjutnya bukan lagi di tangan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika MUI (LPPOM MUI). Peran tersebut beralih ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Ketua Halal Riset Grup Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Yuny Erwanto mencatat ada lima hal yang perlu dipersiapkan oleh BPJPH agar dapat memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha dalam proses sertifikasi halal.

Pertama, terkait konsolidasi. Yuny menuturkan bahwa konsolidasi itu adalah sesuatu yang harus dilakukan secepat mungkin oleh BPJPH. Ia mengatakan perjuangan halal hingga menjadi undang-undang dan terbentuknya BPJPH sudah melewati perjalanan yang panjang.

“Jika kemudian terjadi kosolidasi yang tidak mampu dilakukan, maka masyarakat akan melihat memang dengan adanya undang-udang akan rumit, bahkan malah lebih susah,” kata Yuny dalam seminar yang bertema ‘Menyambut Hadirnya BPJPH dan Babak Baru Sertifikasi Halal’, di Kampus Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Rabu (16/8).

Kedua, mekanisme sertifikasi bagi UMKM. Menurut Yuny, BPJPH harus dapat mempermudah proses sertifikasi halal bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) karena mereka adalah pelaku utama dalam mengembangkan ekonomi nasional. (Baca Juga: BPJPH Perlu Melakukan Pendampingan Agar UKM Mempunyai Daya Saing).

Lebih lanjut, Yuny menyarankan untuk UMKM bisa dibuat sebagai kelompok usaha bersama, kemudian sertifikasi halal dilakukan bersama dalam satu payung. Pembinaan mereka juga dilakukan bersama sehingga lebih mudah dan terorganisir. “Misalnya satu gerobak bakso, dikumpulkan menjadi satu sehingga biaya Rp2 juta bisa ditanggung bersama dan lebih ringan. Mereka pelaku usaha yang meminta sertifikat tentu semuanya bisa tercukupi,” kata Yuny.

Ketiga, permasalahan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Yuny mengatakan bahwa BPJPH harus mendirikan LPH hingga ke kabupaten dan kota. Jika LPH sudah ada di kabupaten maka akan diserap lebih cepat oleh masyarakat untuk segera melakukan sertifikasi halal. “Itu permasalahan lembaga yang mungkin perlu dipikirkan bersama,” ujarnya. (Baca Juga: Ini Persyaratan untuk Menjadi Lembaga Pemeriksa Halal).

Keempat, pembiayaan sertifikasi. Sebelumnya, skala biaya yang ditentukan antara Rp2 juta hingga Rp3 juta. Yuny mempertanyakan apakah BPJPH sudah siap mempertimbangkan komponen biaya proses sertifikasi bagi UMKM, karena kebanyakan mereka mengeluhkan mahalnya biaya. Oleh karena itu, Yuny menyarankan supaya pemerintah daerah bisa meminta dana APBD untuk mensubsidi UMKM-UMKM.

“Awal semangatnya agar memudahkan industri dalam negeri mendapat sertifikasi halal dengan biaya terjangkau, namun biayanya dibebankan oleh pelaku usaha,” kata Yuny. (Baca Juga: BPJPH Diharapkan dapat Memudahkan Pelaku Usaha, Bukan Mempersulit).

Kelima, soal waktu sertifikasi. Menurut Yuny, permasalahan waktu dalam UU JPH cukup lama sekitar 40-60 hari dan masing-masing lembaga membutuhkan waktu dalam prosesnya. Padahal jumlah produk yang harus disertifikasi sangat banyak. “Sehingga hal ini perlu untuk dipikirkan juga,” tukasnya.

(PHB)

Dipromosikan