Plus Minus Pengawasan Kegiatan Pertambangan di Tangan Pemerintah Pusat

Pemerintah daerah harus tetap ikut serta mengawasi.

Sumber Foto: https://www.esdm.go.id/

Pengawasan kegiatan pertambangan awalnya diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Lalu, pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ada yang berbeda dengan proses pengawasan kegiatan pertambangan di Indonesia. Bila sebelumnya pengawasan dilakukan oleh pemberi izin, tetapi pasca berlakunya ketentuan itu pengawasan ditarik ke pemerintah pusat.

Direktur Eksekutif Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) Henri Subagiyo menilai adanya nilai plus dan minus terhadap pengawasan kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh pemerintah pusat.

“Saya sebetulnya melihat di UU Minerba itu memungkinkan oversight, bagaimana kemudian untuk pengawasan itu melekat pada si pemberi izin sesuai dengan tingkat kewenangannya tapi kalau tidak beres, baru itu diambil pusat. Artinya kemudian tidak ada proses kemudian melimpahan, pengawasan itu yang paling tidak enak,” kata Henri Subagyo, Direktur Eksekutif Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) di Jakarta, Selasa (29/8).

Dengan beralihnya kewenangan itu, lanjut Henri, peran pengawasan oleh pemerintah pusat yang dilakukan oleh inspektur tambang di satu sisi dalam meringankan pekerjaan pejabat daerah. Namun, di sisi lain justru dapat mengurangi perhatian pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan. (Baca Juga: Kementerian ESDM Akan Terus Melakukan Pengawasan Usaha Pertambangan).

“Jadi kalau untuk daerah diminta antara disuruh mengawasi dan mengurusi izin, untuk disuruh mengawasi enggak mau, (tapi,-red) kalau disuruh mengurusi izin mau, karena itu (pengawasan,-red) cost buat mereka. Jadi kalau pengawasan misalnya diambil oleh pusat mereka senang, kenapa? pengawasan karena itu cost,” katanya.

Menurut Henri, apabila pengawasan diambil oleh pusat maka harus dipikirkan bagaimana pemerintah daerah itu tidak lepas tangan dalam pengelolaan pertambangan. “Tetap diawasi pemberi izin, sehingga tanggung jawab tetap melekat,” katanya.

Semestinya, kata Henri, kewajiban pengelolaan pertambangan tetap berada di bawah tanggung jawab daerah. Apabila dalam pengawasan menjadi tersendat dan mengalami masalah baru Kementerian ESDM dapat mengambil alih pengelolaan tersebut. (Baca Juga: Pengawasan oleh Inspektur Tambang Untuk Meminimalisir Angka Kecelakaan Kegiatan Usaha Pertambangan).

“Tetap menjadi kewajiban pengawasan dari pemberi izin supaya kalau nanti terjadi masalah dan sebagainya tanggung jawab tetap diminta kepada si pemberi izin. Tetapi kementerian ini diberikan kewenangan oversight second lead envorcement, jadi kalau dia dilakukan pengawasan itu tidak berjalan kemudian ada kasus itu menjadi perhatian masyarakat dan sebagainya, maka kementerian bisa mengambil alih,” ujarnya.

Oleh karena itu, Henri mengingatkan bahwa pengawasan penyelenggaraan pengelolaan pertambangan harus lebih diperhatikan oleh pemerintah, karena pengaruhnya besar bagi masyarakat dan sekitarnya. “Tetapi memang harus dilihat dan dikalkulasikan juga bahwa efek dari pertambangan itu tidak kecil, khususnya bagi masyarakat dan sekitarnya. Mulai dari asas pun itu didorong bagaimana ada kemungkinan perlu ada partisipasi publik di dalam proses pertambangan, mineral, dan batu bara,” pungkasnya.

(PHB/LY)

Dipromosikan