Peneliti Ekonomi LIPI Menilai Beberapa Aturan TKDN Perlu Dievaluasi

Perlu ada diskusi dengan pelaku bisnis.

Siwage Dharma Negara. Sumber Foto: https://www.iseas.edu.sg

Peneliti Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siwage Dharma Negara menilai beberapa aturan tentang Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) perlu diperbaiki sesuai dengan kebutuhan masing-masing sektor industri.

“Memang peraturan kandungan lokal kita juga mungkin harus diperbaiki karena tidak semua sketor mungkin relevan ya untuk diatur kandungan lokalnya,” ujar Siwage di Singapura ketika dihubungi melalui sambungan whatsapp call, Selasa (30/5).

Pria yang kini tercatat juga sebagai fellow and Assistant Coordinator for Indonesia Studies Programme di The Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) – Yusof Ishak Institute yang berbasis di Singapura ini berpendapat ada beberapa industri yang sudah siap diterapkan aturan TKDN, tetapi ada juga yang belum siap.

“Ada beberapa yang sudah mungkin advance di otomotif, kemudian ada yang belum, mungkin nanti perlu ada semacam diskusi dengan para pemain atau pelaku bisnis juga kira-kira apakah kebijakan kandungan lokal ini berdampak besar terhadap produktifitas, juga keuntungan perusahaan,” jelasnya. (Baca Juga: Demi Kepentingan Nasional, TKDN Dapat Mengesampingkan Aturan WTO).

Siwage memahami bahwa semangat dari aturan kandungan local ini memang untuk memperkuat industri lokal. Namun sejauh ini, lanjutnya, mungkin belum ada studi atau semacam penilaian kira-kira apa benar kebijakan kandungan lokal yang kita jalankan selama ini telah memperkuat industri lokal atau belum. “Kalau misalnya belum, kenapa? Mungkin itu yang perlu jadi perbaikan untuk revisi kandungan lokal,” ujarnya.

Di satu sisi, Siwage berpendapat aturan TKDN untuk sektor industri tertentu bisa diteruskan, asalkan aturan itu tidak justru mematikan industri yang sebelumnya telah ada. “Kalau (aturan ini,-red) dihilangkan mungkin bukan hal yang bijak juga ya, karena kita juga ingin industri lokal kita tumbuh. Hanya saja industri lokal kita tumbuh juga harus tanpa mematikan industri yang sudah ada di dalam negeri,” ujarnya.

Siwage mencontohkan bila semua diwajibkan pakai komponen lokal, sedangkan kita tahu kapasitas produksi komponen lokal tidak memadai, itu akan berdampak negatif buat industri kita karena ada keterkaitan dengan industri yang lain. “Jadi jangan sampai upaya untuk melindungi industri lokal justru berdampak negatif terhadap industri yang lain,” tegas pria yang meraih gelar doktornya dari Melbourne University, Australia ini.

Lebih lanjut, Siwage mencontohkan industri komponen otomotif. “Oke kita mau dukung industri komponen otomotif, tapi kemudian kita menghambat pertumbuhan industri otomotif di tahap yang berikutnya karena mereka dipaksa menggunakan komponen lokal yang mungkin kualitasnya kurang baik dan harganya lebih mahal daripada komponen impor. Tapi kita juga tidak bisa berargumen bahwa kebijakan local content sama sekali tidak dibutuhkan,” jelasnya.

“Itu memang perlu untuk penguatan industri lokal, cuma ya mungkin desainnya harus diperbaiki dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan industri, perkembangan pasar, perkembangan jaringan produksi global,” tambahnya lagi.

Siwage menjelaskan bahwa perlu ada evaluasi terkait aturan TKDN di setiap sektor. “Kalau tujuannya memperkuat local industry kan biasanya kita lihat dari bagaimana serapan tenaga kerjanya apakah tambah banyak, produktifitasnya apakah tambah tinggi, ekspornya apakah meningkat. Dan itu dilihat benar nggak ada kaitannya. Kalau nggak, berarti kebijakan ini nggak efektif. Dan itu mungkin perlu direvisi atau dipikirkan lagi,” jelasnya.

Siwage berpendapat bahwa revisi kebijakan TKDN di sektor industri tertentu diperlukan agar aturan tersebut tidak justru menghambat perkembangan industri di Indonesia. “Ya mungkin sekarang kan sudah jaman industri digital, industri yang serba otomatis, dengan penggunaan robot dan berbagai mekanisasi,” tuturnya.

“Saya pikir mungkin kita sudah saatnya merevisi policy kandungan lokal, kebijakan kandungan lokal kita. Apakah masih relevan atau tidak. Kalau tidak, mungkin justru menghambat perkembangan industri di Indonesia,” tukas Siwage.

Sebelumnya, Wakil Ketua Indonesia Corporate Counsel Association (ICCA) Yanne Sukmadewi juga berpendapat bahwa beberapa aturan TKDN perlu ditinjau ulang. Ia menuturkan jika dil ihat dari sisi pemerintah, tentu aturan mengenai TKDN ini sangat diperlukan karena kandungan dalam negeri ini perlu ada dan terpenuhi dalam setiap komponen produk. Namun, bagi perusahaan, aturan semacam ini dinilai cukup memberatkan.

Yanne menyarankan perlu adanya peninjauan terhadap aturan TKDN. Hal ini diperlukan agar perusahaan yang bersangkutan dapat menyesuaikan ketentuan tersebut dan tidak menghambat transaksi bisnis yang sedang dijalani. (Baca Juga: DPR Meminta Pemerintah Tegaskan Aturan TKDN).

“TKDN itu jadi isunya adalah sejauh mana fleksibiltas produsen itu bisa dilakukan, jadi adanya persyaratan seperti TKDN yang akan menghambat produsen tentunya itu akan menjadi beban ya. Jadi sebaiknya memang perlu ditinjau bagaimana kalau ada ketentuan supaya perusahaan masih fleksibel dan tidak menghambat transaksisi bisnis mereka,” terangnya, Senin (29/05).

Lebih lanjut, Yanne menjelaskan bahwa TKDN itu sendiri selama ini fokusnya lebih banyak ke produsen yang berhubungan dengan pemerintah sehingga suatu produk itu harus memenuhi syarat TKDN seperti proyek-proyek pemerintah. “Jika untuk produsen-produsen yang produknya tidak bergantung dengan proyek pemerintah itu tidak harus memiliki TKDN,” pungkasnya.

(LY)

Dipromosikan