Draft RUU Perkoperasian Akan Segera Rampung, Ini Poin-Poin Baru Yang Akan Ditambahkan

Draft RUU Perkoperasian Akan Segera Rampung, Ini Poin-Poin Baru Yang Akan Ditambahkan

“RUU Perkoperasian harus menjadi instrumen pelindung bagi koperasi dan pelaku UMKM dalam menghadapi segala tantangan yang ada.”

Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi & UKM Ahmad Zabadi mengatakan saat ini pihaknya tengah menyiapkan RUU Perkoperasian dan ditargetkan akan segera diserahkan kepada DPR Oktober 2022 mendatang. Selanjutnya, akan dibahas di DPR pada tahun 2023 mendatang.

“Oktober 2022 paling tidak kami targetkan selesai dan RUU Perkoperasian ke DPR, sehingga tahun depan bisa dibahas di DPR,” kata Deputi Bidang Perkoperasian KemenKop UKM Ahmad Zabadi.

Zabadi menjelaskan, draf RUU yang saat ini tengah disusun Kemenkop UKM ini merupakan pengganti dari UU Perkoperasian Nomor 17 Tahun 2012 yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Saat ini, status RUU Perkoperasian sedang dalam status carry over (pengalihan pembahasan), yang artinya pemerintah hanya membahas hal yang belum disepakati saja.

“Ada beberapa hal yang sudah sampai pembahasan waktu itu. Terutama terkait dengan fungsi pengawasan, keberadaan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) khusus koperasi. Lalu adanya aturan sanksi pidana atas praktik-praktik yang merugikan koperasi, prinsip dan nilai koperasi yang sudah termuat dalam pembahasan sebelumnya,” ungkap Zabadi.

Menurut Zabadi, terdapat beberapa bahasan baru yang ditambahkan dalam RUU Perkoperasian. Pembahasan pertama adalah mengenai kepailitan koperasi. Pasalnya, belum ada aturan yang mengatur mengenai kepailitan dalam koperasi. Sedangkan koperasi bisa saja terancam kedudukannya.

Ditambah lagi dengan keanggotaan KSP yang jumlah anggotanya mencapai ratusan ribu orang. Sedangkan dalam UU PKPU, kepailitan dapat diajukan oleh minimal dua kreditur. Dengan demikian, perlu adanya perlindungan bagi KSP agar hakim berhati-hati dalam menjatuhkan putusan pailit.

Atas hal tersebut, Zabadi berkaca pada perbankan maupun asuransi, dalam hal kepailitan mereka tidak bisa di ajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kecuali oleh lembaga otoritas, sebagaimana yang diatur oleh UU PKPU.

“Kami ingin adanya equalitas di sini. Di mana keberadaan koperasi khususnya KSP (Koperasi Simpan Pinjam), perlakuannya di dalam kepailitan di sejajar dengan perbankan dan asuransi,” ungkapnya.

Selanjutnya, pembahasan mengenai fungsi pengawasan koperasi. Kehadiran RUU Perkoperasian yang baru ini diharapkan menjadi instrumen perlindungan bagi koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) dari segala kendala maupun ancaman yang datang melalui lembaga pengawasan.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), La Nyalla Mattalitti, menambahkan bahwa salah satu poin penting yang harus dibahas dalam RUU Perkoperasian adalah masalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP).

Hal ini dikarenakan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) masih menjadi pilihan pertama bagi pelaku UMKM untuk mengakses pembiayaan dan permodalan. Namun, terkadang KSP menetapkan bunga maupun biaya administrasi yang besar dan tidak rasional.

“Permodalan merupakan faktor yang paling mendesak bagi pelaku UMKM karena pada umumnya modal usaha mereka di bawah Rp50 juta dan aset yang diagunkan pun bernilai kecil. Permasalahan yang mereka hadapi adalah tingkat kepercayaan perbankan yang minim, juga kurangnya literasi finansial. Salah satu yang menjadi alternatif pinjaman adalah KSP,” ujar La Nyalla kepada wartawan pada Jumat (24/6/2022).

Ia menambahkan perlu adanya pengaturan sanksi pidana atas praktik-praktik yang merugikan nasabah. Hal ini dikarenakan banyak KSP yang bermasalah namun tetap beroperasi.

 

MH

Dipromosikan