RKUHP Segera Disahkan, Korporasi Dapat Menjadi Subjek Tindak Pidana

BEGINI TAHAPAN PENANGANAN TINDAK PIDANA KORPORASI
BEGINI TAHAPAN PENANGANAN TINDAK PIDANA KORPORASI

RKUHP Segera Disahkan, Korporasi Dapat Menjadi Subjek Tindak Pidana

“Ketentuan mengenai alasan pembenar dari suatu perbuatan tindak pidana dapat diajukan oleh Korporasi sepanjang alasan tersebut berhubungan langsung dengan Tindak Pidana yang didakwakan kepada Korporasi.”

Saat ini Pemerintah dan DPR RI terus menggodok Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Rencananya, draf tersebut akan disahkan pada bulan Juli 2022 mendatang. Diketahui salah satu ketentuan yang akan diaturnya adalah mengenai korporasi yang dapat menjadi subjek tindak pidana.

“Tindak Pidana oleh Korporasi merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi Korporasi atau orang yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak untuk dan atas nama Korporasi atau bertindak demi kepentingan Korporasi, dalam lingkup usaha atau kegiatan Korporasi tersebut, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama,” demikian bunyi Pasal 46 RKUHP draft terbaru yang ada, yakni draf tahun 2019.

Korporasi yang dimaksud dalam hal ini adalah badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan, koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau yang disamakan dengan itu. 

Perkumpulan baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbentuk firma, persekutuan komanditer, atau yang disamakan dengan itu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal ini juga disebut sebagai korporasi.

Selain itu, tindak pidana korporasi juga dapat dilakukan pemberi perintah, pemegang kendali, atau pemilik manfaat Korporasi yang berada di luar struktur organisasi, tetapi dapat mengendalikan Korporasi.

Jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada korporasi berdasarkan RKUHP ini adalah mulai dari penjatuhan denda, pemenuhan kewajiban adat, penutupan seluruh tempat usaha hingga pembubaran korporasi.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, RKUHP menegaskan bahwa tindak pidana korporasi dapat dipertanggungjawabkan kepada korporasi jika tindak pidana tersebut termasuk dalam lingkup usaha atau kegiatan sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi dan menguntungkan korporasi secara melawan hukum. 

Apabila diketahui bahwa tindak pidana yang terjadi merupakan diluar lingkup usaha dari perusahaan tersebut, maka korporasi tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana.

Adapun sebagai informasi, ketentuan mengenai alasan pembenar dari suatu perbuatan tindak pidana dalam RKUHP ini diatur juga dapat diajukan oleh Korporasi. Hal ini dapat dilakukan sepanjang alasan tersebut berhubungan langsung dengan Tindak Pidana yang didakwakan kepada Korporasi.

Alasan pembenar dari suatu perbuatan tindak pidana diatur antara lain jika terjadi keadaan darurat, pembelaan terpaksa, menjalankan perintah undang-undang, dan perintah jabatan. Dengan digunakannya alasan pembenar ini, maka suatu perbuatan yang dilakukan suatu subjek hukum tidak dapat dinilai sebagai perbuatan pidana.

Berikan penyeragaman

Dalam KUHP yang berlaku saat ini, tidak dikenal pertanggungjawaban hukum terhadap subjek hukum korporasi. Dengan kata lain, KUHP saat ini hanya mengatur mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap seorang individu atau manusia.

Meskipun begitu, sejatinya telah terdapat beberapa peraturan perundangan yang mengatur secara khusus diluar KUHP mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi. Beberapa diantaranya tercantum dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang tentang Perdagangan, Undang-Undang Narkotika, dan masih banyak lainnya.

Kendati demikian, dilansir dari tulisan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) berjudul “Pertanggungjawaban Korporasi dalam Rancangan KUHP”, dijelaskan bahwa pengaturan mengenai pertanggungjawaban pidana bagi korporasi di luar KUHP tersebut menjadikan ketentuan pertanggungjawaban pidananya berbeda antara satu peraturan dengan peraturan lainnya. Tentunya hal ini akan menimbulkan ketidakpastian mengenai pengaturan pidana seperti apa yang berlaku terhadap korporasi di Indonesia.

Oleh karena itu, pengaturan subjek hukum korporasi dalam KUHP akan memberikan penyeragaman pengaturan mengenai korporasi sebagai subjek hukum pidana.

 

AA

Dipromosikan