MK Tolak Uji Materi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan

MK Tolak Uji Materi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Image Source by kompas.com

MK Tolak Uji Materi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan

“MK menilai Pemohon tidak dapat menyampaikan pertentangan antara pasal-pasal yang diuji dengan UUD 1945.”

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang diajukan oleh  seorang wiraswastawan bernama Priyanto. Dalam petitumnya, pemohon meminta MK untuk mengabulkan permohonannya serta menyatakan pembentukan UU HPP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

“Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima serta menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 19/PUU-XX/2022 yang dilaksanakan secara daring pada Kamis (07/07/2022).

Permohonan pengujian materiil UU HPP ini diajukan salah satunya atas dasar penggunaan metode omnibus yang digunakan pada UU HPP tidak dikenal dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang Undangan (PPP). Menurutnya, teknis omnibus law sama sekali tak dikenal dalam UU PPP, sehingga penyusunan UU HPP yang menggunakan metode omnibus law sangat melanggar UU PPP yang berarti bertentangan pula dengan UUD 1945.

Dengan demikian, Pemohon menganggap UU HPP tidak inkonstitusional karena bertentangan dengan Pasal 22A Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 dan memiliki konsep yang tidak jelas, antara ingin melakukan perubahan undang-undang atau membentuk undang-undang baru.

Meskipun sebelumnya MK telah mengeluarkan putusan mengenai metode omnibus yang tertuang dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, namun metode tersebut belum diadopsi oleh UU PPP, sehingga metode tersebut tidak dapat digunakan dalam pembentukan undang-undang. 

Pertimbangan Majelis Hakim

Dalam pertimbangannya, MK menilai Pemohon tidak dapat menyampaikan argumentasi terkait pertentangan antara pasal-pasal yang dimohonkan untuk diuji dengan UUD 1945 yang menjadi dasar pengujian. Di samping itu, menurut MK uraian tersebut juga tidak didukung oleh alat bukti yang cukup dan relevan yang mendukung permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (2) UU MK.

“Pemohon juga tidak menguraikan mengenai kaitan antara kerugian hak konstitusional yang dialami oleh Pemohon, namun justru lebih banyak menguraikan adanya potensi kerugian dalam kasus konkret. Pemohon juga meminta Mahkamah untuk merumuskan norma baru dengan menghapus pasal dalam UU a quo untuk dihidupkan kembali dengan meminta untuk menambahkan pemaknaan sebagaimana telah Pemohon uraikan dalam petitum permohonan a quo,” kata Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul yang membacakan pendapat Mahkamah.

Lebih lanjut, MK mengatakan bahwa Pemohon belum menjelaskan adanya pertentangan norma antara pasal yang diuji dengan UUD 1945, terutama terkait dengan PPN bagi jasa pendidikan, kebutuhan pokok, jasa medis dan jasa pelayanan sosial, pengampunan pajak dan cukai, yang menurut Pemohon telah menyebabkan tidak adanya jaminan kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin dalam UUD 1945

Selain itu, Pemohon juga mendalilkan bahwa UU HPP bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak melibatkan DPD dalam berbagai proses pembentukan peraturan perundangan di bawah undang-undang yang berkaitan dengan pajak serta mengesampingkan fungsi, tugas, dan peranan DPD dalam hal memberikan pertimbangan dan pengawasan di bidang perpajakan.

Mengenai hal tersebut, MK mengatakan perlu menegaskan bahwa DPD sudah diberikan hak untuk memberikan pertimbangan dalam pembahasan atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. Dengan demikian, keikutsertaan DPD dalam pembentukan peraturan perundangan-undangan di bawah undang-undang terkait dengan pajak bukanlah menjadi kewenangannya.

“Apabila melihat Pasal 22D ayat (3) UUD 1945, DPD tetap dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang terkait dengan pajak yang hasil pengawasan tersebut disampaikan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti,” lanjut Anwar.

 

MH

Dipromosikan