Perjanjian Dagang Disahkan jadi UU, Surplus Perdagangan Bisa Dua Kali Lipat!

Perjanjian Dagang Disahkan jadi UU, Surplus Perdagangan Bisa Dua Kali Lipat!
Image Source by liputan6.com

Perjanjian Dagang Disahkan jadi UU, Surplus Perdagangan Bisa Dua Kali Lipat!

“RCEP dan IK-CEPA, dua perjanjian dagang internasional yang telah diratifikasi ini dinilai berpotensi melipatgandakan keuntungan perdagangan Indonesia.”

Pada Rapat Paripurna yang diselenggarakan pada Selasa, 30 Agustus 2022, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipimpin oleh Lodewijk Paulus selaku Wakil Ketua DPR telah mengesahkan dua perjanjian dagang menjadi Undang-Undang (UU). Kedua perjanjian tersebut adalah Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dan Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA). Pengesahan kedua perjanjian dagang ini bertujuan untuk memperluas jaringan pasar indonesia menuju skala global.

“Perjanjian dagang ini bisa meningkatkan akses pasar, kepastian aturan, dan memperkuat iklim investasi. Ini adalah tollway, ini jalan tol, agar bisa memasuki pasar global dan pasar internasional. Saatnya Indonesia serbu pasar itu,” ucap Zulkifli Hasan selaku Menteri Perdagangan dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Jakarta, dilansir dari laman Detik.com (30/08/2022).

Disahkannya kedua perjanjian dagang ini menjadi UU dapat menjadi angin segar bagi Indonesia lantaran adanya potensi keuntungan berkali lipat terhadap perdagangan Internasional.

“Pemerintah berkeyakinan implementasi RCEP akan memberi manfaat bagi Indonesia meningkatkan GDP sebesar 0,07% atau Rp 38,33 triliun dan FDI sebesar 0,13% atau setara 24,53 triliun di tahun 2045,” tambah Zulkifli Hasan dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Jakarta, dilansir dari laman Detik.com (30/08/2022).

Salah satu perjanjian dagang yang disahkan, RCEP, merupakan perjanjian dagang yang diinisiasikan oleh Indonesia ketika menjadi Ketua ASEAN pada tahun 2011. Perjanjian ini telah ditandatangani sejak 15 November 2020 dan memang ditargetkan akan diratifikasi pada kuartal I pada tahun 2022. 

Dilansir dari laman resmi siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, RCEP merupakan kesepakatan regional trading block terbesar di dunia, yang meliputi 30% dari PDB dunia, 27% dari perdagangan dunia, 29% dari investasi asing langsung dunia dan 29% dari populasi dunia.

Di samping RCEP, IK-CEPA merupakan bentuk komitmen pimpinan Indonesia dan Korea yang sepakat untuk meningkatkan status kemitraan menjadi “special strategic partnership”. Di dalam perjanjian tersebut, kedua negara bersepakat untuk melakukan kerja sama ekonomi di berbagai bidang, seperti industri, pertanian, perikanan, kehutanan, infrastruktur, serta dapat meminta pendamping technical assistance maupun sharing best practices untuk meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. 

Melalui pengesahan dua perjanjian dagang tersebut, timbulah pertanyaan, apakah sebuah perjanjian perdagangan internasional harus diratifikasi ke dalam hukum nasional Indonesia? Jawabannya adalah, iya dan harus.

Mengacu kepada Pasal 84 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, tertulis sebagai berikut:

  1. Dalam hal perjanjian Perdagangan internasional menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang, pengesahannya dilakukan dengan undang-undang.
  2. Dalam hal perjanjian perdagangan internasional tidak menimbulkan dampak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, pengesahannya dilakukan dengan Peraturan Presiden.”

Melihat dari dampak yang ditimbulkan oleh kedua perjanjian dagang tersebut yang berpengaruh terhadap perekonomian nasional di berbagai sektor, maka sebagaimana tertulis dalam Pasal 84 ayat (3) huruf a, maka RCEP dan IK-CEPA diharuskan untuk disahkan menjadi UU.

 

FMJ

Dipromosikan