Melihat Kasus Amazon, Bolehkah Perusahaan Melakukan Skors terhadap Karyawan yang Menolak Masuk Kantor?

Melihat Kasus Amazon, Bolehkah Perusahaan Melakukan Skors terhadap Karyawan yang Menolak Masuk Kantor

Melihat Kasus Amazon, Bolehkah Perusahaan Melakukan Skors terhadap Karyawan yang Menolak Masuk Kantor?

“Prinsip no work no pay menyatakan bahwa jika pekerja tidak bekerja, maka pekerja tersebut tidak akan mendapatkan upah.”

Beberapa waktu lalu, perusahaan layanan jual beli online, Amazon, diketahui menjatuhkan skors terhadap 50 karyawannya karena menolak untuk memasuki kerja setelah terjadi kebakaran di salah satu fasilitasnya. Dikutip dari CNN Indonesia, Connor Spence, salah satu pekerja di Amazon, mengatakan bahwa pekerja sulit untuk bekerja di kantor pasca kebakaran ini.

“Kami ingin dipulangkan dengan bayaran karena itu tidak aman. Setelah beberapa saat jelas bahwa mereka tidak akan bekerja sama dengan kami, bahwa mereka tidak akan mendengar tuntutan kami, jadi kami memutuskan untuk keluar,” ujar Connor dikutip CNN Indonesia, Sabtu, (08/10/2022).

Adapun diketahui bahwa skors yang diberikan Amazon terhadap karyawannya itu  adalah berupa skors gaji. Lantas, bolehkah perusahaan melakukan hal tersebut apabila kejadian ini terjadi di Indonesia?

Dalam rezim peraturan perundang-undangan di Indonesia, ketentuan mengenai skorsing diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003).

Partner BP Lawyer, Ali Imron, menjelaskan bahwa skorsing dalam undang-undang tersebut diinterpretasikan sebagai tindakan pemberhentian kerja sementara yang diberikan perusahaan untuk karyawan dalam suatu proses pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dalam wawancaranya dengan KliklLegal, Ali menuturkan bahwa perusahaan dapat saja melakukan tindakan skorsing ini kepada karyawannya dalam hal antara karyawan dan perusahaan tersebut sedang dilangsungkan proses perundingan dalam tahapan PHK.

Hal ini sejatinya lebih berkaitan dengan prinsip no work no pay. Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Ayunita, dikutip dari situs resmi FH UII menjelaskan bahwa prinsip ini menyatakan bahwa jika pekerja tidak bekerja, maka pekerja tersebut tidak akan mendapatkan upah.

Baca juga: Mengenal Tren “Quiet Quitting” dalam Hubungan Ketenagakerjaan di Indonesia

Hal ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (PP No. 36/2021). “Upah tidak dibayar apabila Pekerja/Buruh tidak masuk bekerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan,” bunyi Pasal 40 PP No. 36/2021.

Akan tetapi, prinsip ini sejatinya wajib dikecualikan dan perusahaan wajib untuk tetap membayarkan upah dalam hal pekerja:

  1. Berhalangan hadir karena:
    1. Sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
    2. Perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak melakukan pekerjaan; atau
    3. Menikah;
    4. Menikahkan anaknya;
    5. Mengkhitankan anaknya;
    6. Membaptiskan anaknya;
    7. Istri melahirkan atau keguguran kandungan;
    8. Suami, istri, orang tua, mertua, anak, dan/atau menantu meninggal dunia; atau
    9. Anggota keluarga yang tinggal dalam 1 (satu) rumah meninggal dunia.
  2. Melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya.
    1. Menjalankan kewajiban negara;
    2. Menjalankan kewajiban ibadah;
    3. Melaksanakan tugas Serikat Pekerja;
    4. Melaksanakan tugas pendidikan atau pelatihan dari perusahaan.
  3. Menjalankan hak waktu istirahat atau cutinya.
  4. Bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya karena kesalahan pengusaha sendiri atau kendala yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.

 

AA

Dipromosikan