Dapatkah Koruptor Indonesia Dikenakan Hukuman Mati?

Siapkan RUU Perampasan Aset, Mahfud MD Aset Koruptor Bisa Dirampas Meski Belum Vonis
Image Source by kompas.com

Dapatkah Koruptor Indonesia Dikenakan Hukuman Mati?

“Persoalan mengenai hukuman mati adalah mengenai adanya prinsip irreversibility atau ketidakmampuan untuk membuat keadaan seperti semula lagi.”

Direktur PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro, baru-baru ini dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Indonesia (Asabri) (Persero) dituntut hukuman pidana mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dikutip Kompas, JPU menuturkan bahwa perbuatan korupsi yang dilakukan oleh Benny merupakan kejahatan luar biasa dengan modus investasi melalui bursa pasar modal. Hal inilah yang dinilai JPU kemudian membuat kepercayaan masyarakat terhadap industri ini menjadi menurun serta mengakibatkan kerugian negara hingga Rp22,7 triliun.

Alasan lainnya yang didalilkan oleh JPU adalah bahwa Benny diketahui merupakan terpidana dengan putusan pengadilan berupa hukuman seumur hidup dalam kasus korupsi pengelolaan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Sehingga, JPU menilai bahwa Benny pantas untuk menerima ganjaran setimpal berupa hukuman mati.

Namun, yang menjadi persoalan adalah dapat koruptor Indonesia dijatuhi hukuman mati? Sebab, hingga sampai saat ini belum ada koruptor yang divonis hukuman mati oleh pengadilan.

Sebelumnya, terdapat pula koruptor yang dituntut hukuman mati oleh JPU dalam kasus yang berbeda. Ia adalah Heru Hidayat, tersangka korupsi dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya.

Seperti halnya Benny, JPU juga beralasan bahwa korupsi yang dilakukan Heru merupakan suatu perbuatan yang berulang. Tindakan korupsi pada keadaan tertentu ini menjadi alasan untuk menuntut hukuman mati.

Selain itu, kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatannya juga bernilai fantastis. Namun, nyatanya tuntutan JPU ini ini tidak dikabulkan oleh Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Dikutip dari tulisan Surahmad yang berjudul “Kontroversi Kebijakan Hukuman Mati bagi Koruptor di Indonesia” dalam Jurnal Ilmiah Kebijakan Nasional dan Internasional, persoalan mengenai hukuman mati adalah mengenai adanya prinsip irreversibility atau ketidakmampuan untuk membuat keadaan seperti semula lagi.

Dalam konteks hukuman mati, apabila sang terdakwa sudah terlanjur dihukum mati tetapi sementara kemudian ditemukan bukti baru bahwa sang terdakwa tidak bersalah, maka nyawa terdakwa yang sudah dicabut tersebut tidak dapat dikembalikan lagi.

Terkebih, Indonesia, menurut Surahmad, selain merupakan negara yang mengakui keberadaan pidana mati, namun di sisi lain juga menjunjung tinggi niai-nilai kemanusiaan. Hal inilah yang kemudian membuat hukuman pidana mati bagi koruptor masih menjadi polemik dan belum terselesaikan hingga saat ini.

 

AA

Dipromosikan