OJK Tetapkan Saham Famon Awal Bros Sedaya Sebagai Efek Syariah, Ini Bedanya dengan Efek Biasa

OJK Larang Perusahaan Pembiayaan Investasi Saham
Image Source by lifepal.co.id

OJK Tetapkan Saham Famon Awal Bros Sedaya Sebagai Efek Syariah, Ini Bedanya dengan Efek Biasa

“Dalam hal suatu Efek bersifat syariah, maka kegiatan usaha yang dilakukan sebagai basis dari Efek tersebut dilarang mencakup perjudian dan permainan yang tergolong judi atau jasa keuangan ribawi.”

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini menerbitkan Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan terkait dengan penetapan Efek Syariah yaitu Keputusan Nomor: KEP-70/D.04/2022 tentang Penetapan Saham PT Famon Awal Bros Sedaya Tbk. sebagai Efek Syariah. 

Dengan dikeluarkannya Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tersebut, maka Efek tersebut masuk ke dalam Daftar Efek Syariah sebagaimana Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor: KEP-38/D.04/2022 tanggal 23 Juni 2022 tentang Daftar Efek Syariah.

Lantas, tahukah anda perbedaan antara Efek biasa dengan Efek Syariah? Sebelum membahas secara lebih mendalam mengenai perbedaan keduanya, penting adanya untuk kita memahami pengertian dari suatu Efek.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, pengertian dari suatu Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.

Singkatnya, perbedaan antara Efek biasa dengan Efek Syariah menurut POJK 15/2015 tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal terletak pada:

  1. Akad, cara pengelolaan, kegiatan usaha.
    Dalam hal suatu Efek bersifat syariah, maka kegiatan dan jenis usaha dari Efek tersebut dilarang untuk mencakup
  2. Aset yang menjadi landasan akad, cara pengelolaan, kegiatan usaha, dan/atau;
  3. Aset yang terkait dengan Efek dimaksud dan penerbitnya, tidak bertentangan dengan prinsip syariah di Pasar Modal.

Secara lebih lanjut, dalam hal suatu Efek bersifat syariah, maka kegiatan usaha yang dilakukan sebagai basis dari Efek tersebut dilarang mencakup perjudian dan permainan yang tergolong judi, jasa keuangan ribawi, jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maisir).

Tidak berhenti disitu, kegiatan usaha dari suatu Efek Syariah juga dilarang untuk memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, dan/atau menyediakan antara lain: barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi); barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia; dan/atau barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.

Adapun dikutip dari situs Principal, berkaitan dengan rasio keuangan perusahaan dalam saham syariah, perbandingan antara total utang berbasis bunga dengan total aset yang dimiliki oleh perusahaan tidak boleh lebih dari 45 persen. Sementara, pada saham konvensional tidak ada batasan rasio utang terhadap aset yang dimiliki perusahaan.

Rasio antara total pendapatan tidak halal tidak boleh lebih dari 10% total pendapatan utama perusahaan dan pendapatan lainnya. Sedangkan, pada saham konvensional, hal tersebut tidak dibatasi.

 

AA

Dipromosikan