Direksi Dapat Menghindari Pertanggungjawaban Pidana Perseroan, Berikut Cara-Caranya!

Direksi Dapat Menghindari Pertanggungjawaban Pidana Perseroan, Berikut Cara-Caranya!
Image Source by detik.com

Direksi Dapat Menghindari Pertanggungjawaban Pidana Perseroan, Berikut Cara-Caranya!

“Berdasarkan Pasal 97 ayat (3) UU No. 40/2007 menyatakan bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.”

Baru-baru ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) baru saja menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Sumatraco Langgeng Makmur sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi fasilitas impor garam industri 2016-2020. Dilansir Gatra, Kejagung menemukan bukti permulaan yang menerangkan bahwa Dirut PT Sumatraco Langgeng Makmur mengalihkan garam impor yang peruntukannya untuk didistribusikan kepada industri aneka pangan.

Atas perbuatannya tersebut, Kejagung menyangkakan Dirut perseroan tersebut dengan sangkaan pelanggaran pidana atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Tersangka YN diamankan oleh Tim Penyidik di salah satu rumah sakit wilayah Jakarta Barat dikarenakan tersangka tidak memenuhi panggilan yang telah disampaikan secara sah dan patut sebanyak 2 kali,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana dilansir Bisnis, Jumat (25/11/2022).

Hal ini lantas menjadi pengingat bahwa pengurus dari suatu korporasi, atau dalam hal ini direksi, dapat turut dimintakan pertanggungjawaban atas perbuatan pidana yang dilakukan untuk dan atas nama perseroan.

Namun, tahukah anda bahwa direksi dalam pengurusannya dapat menghindari pertanggungjawaban terhadap tindak pidana yang dilakukan untuk dan atas nama perseroan?

Pada dasarnya, pertanggungjawaban direksi perseroan terbatas ini diatur pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU No. 40/2007). Berdasarkan Pasal 97 ayat (3) UU No. 40/2007 menyatakan bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

Kendati demikian, sejatinya terdapat sebuah pengecualian atas penerapan pasal ini. Hal ini tertuang dalam Pasal 97 ayat (5) UU No. 40/2007 yang menjelaskan bahwa Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana apabila dapat membuktikan:

  1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
  2. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
  3. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
  4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Lebih lanjut, terdapat pula beberapa doktrin yang dapat dijadikan parameter apakah direksi tersebut dapat dikenakan tanggung jawab atas perbuatan pidana yang dilakukan perseroan atau tidak. Salah dua diantaranya adalah doktrin ultra vires dan fiduciary duty.

Dilansir dari tulisan Trusto Subekti yang berjudul “Batasan Tanggung Jawab Direksi atas Kerugian Perusahaan” dalam Jurnal Dinamika Hukum, dijelaskan bahwa doktrin ultra vires yakni apabila suatu direksi bertindak diluar kewenangan yang diberikan oleh perusahaan melalui anggaran dasar kepadanya, maka direksi tersebut dapat turut dimintakan pertanggungjawaban.

Namun, hal ini berlaku sebaliknya. Trusto menjelaskan bahwa apabila seorang direksi telah melakukan suatu tugasnya berdasarkan amanah dan kewenangan yang diberikan oleh perseroan, maka sepatutnya direksi tersebut tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.

Kemudian, terkait doktrin fiduciary duty, Trusto menjelaskan bahwa berdasarkan prinsip ini mestinya Direksi memiliki kebebasan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sepanjang tidak melanggar ketentuan Undang-Undang dan Anggaran Dasar. Trusto menjelaskan bahwa prinsip ini dapat berlaku selama seorang direksi mempunyai kepedulian dan kemampuan (duty of care and skill), iktikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap perseroan dengan “derajat yang tinggi” (high degree).

Mengenai duty of care yang merupakan prinsip yang harus dipegang oleh seorang Direksi, Munir Fuady dikutip dari Jurnal Dinamika Hukum juga merumuskan prinsip-prinsip hukum yang harus diperhatikan oleh direksi seperti diantaranya standar kepedulian(standard of care), selalu beritikad baik, tugas-tugasnya dilakukan atas kepeduliannya (ordinarily prudent person) dan tugas-tugas dilakukan dengan cara yang dipercayanya secara logis (reasonably believe) merupakan kepentingan yang terbaik dari perseroan.

Menurut Trusto, apabila kedua prinsip ini dilanggar maka seorang direksi pada suatu perseroan dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kerugian, atau dalam hal ini perbuatan pidana, yang dilakukan untuk dan atas nama perseroan. Akan tetapi, hal ini juga berlaku sebaliknya yakni apabila seseorang telah menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana doktrin tersebut, maka direksi perseroan dapat untuk tidak dimintakan pertanggungjawabannya.

 

AA

Dipromosikan