Pemegang Obligasi Tolak Homologasi, Ini Implikasi Hukumnya

Pemegang Obligasi Tolak Homologasi, Ini Implikasi Hukumnya

Pemegang Obligasi Tolak Homologasi, Ini Implikasi Hukumnya

“UU No. 37/2004 menegaskan bahwa apabila terdapat pihak debitor tidak dapat melaksanakan isi homologasi tersebut, maka pihak kreditor dapat menuntut pembatalan perdamaian atau homologasi, Sehingga debitor tersebut harus dinyatakan pailit.”

Baru-baru ini, rapat umum pemegang obligasi (RUPO) PT Waskita Beton Precast Tbk. diketahui tidak menyetujui usulan wali amanat obligasi mengenai hasil putusan homologasi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) perseroan. Dilansir Bisnis, Vice President Corporate Secretary Fandy Dewanto menerangkan bahwa Jumlah suara yang tidak setuju sebanyak 1.110.800.000.000 suara, atau mewakili jumlah obligasi yang bernilai Rp1.110.800.000.000

Sebagaimana diketahui, RUPO tersebut dihadiri para Pemegang Obligasi Berkelanjutan I Waskita Beton Precast Tahap II/2019 yang bernilai pokok Rp1,38 triliun atau 1.385.300.000.000 suara. Jumlah ini demikian merupakan 92,35 persen dari jumlah obligasi yang masih belum dilunasi keseluruhan Rp1,5 triliun.

Lantas, tahukah anda apa implikasinya bagi perusahaan apabila pemegang obligasi menolak homologasi PKPU?

Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU No. 37/2004), homologasi adalah suatu pengesahan dari pengadilan terkait persetujuan antara debitor dan kreditor konkuren untuk mengakhiri kepailitan. Dalam hal permasalahan obligasi, maka persetujuan tersebut merupakan luaran dari persetujuan yang dilakukan antara pemegang obligasi dengan pemberi obligasi yang dilakukan melalui forum RUPO.

Berbicara mengenai adanya homologasi, UU No. 37/2004 menjelaskan bahwa pengesahan ini berlaku mengikat secara hukum kepada para pihak. Sehingga, para pihak diwajibkan untuk melaksanakan isi ketentuan homologasi tersebut.

Pasal 291 jo. Pasal 170 jo. Pasal 171 UU No. 37/2004 menegaskan bahwa apabila terdapat pihak debitor tidak dapat melaksanakan isi homologasi tersebut, maka pihak kreditor dapat menuntut pembatalan perdamaian (atau homologasi) dan terhadap debitor tersebut harus dinyatakan pailit.

Nantinya, pengadilan niaga berwenang memberikan kelonggaran kepada debitor untuk memenuhi kewajibannya paling lama 30 hari setelah putusan pemberian kelonggaran diucapkan. Kelonggaran hanya dapat diberikan 1 (satu) kali dalam seluruh proses. Apabila setelah jangka waktu lewat debitor tetap tidak dapat memenuhi isi perjanjian, maka pengadilan niaga akan membatalkan perdamaian dan mengakibatkan debitor dinyatakan pailit. Hal ini tertuang sebagaimana Pasal 170 ayat (3) jo. Pasal 291 ayat (2) UU No. 37/2004.

Perlu diketahui bersama, ketika suatu rencana perdamaian disahkan oleh pengadilan niaga (homologasi) dan pengesahan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap maka baik Kepailitan atau PKPU dianggap telah berakhir (Pasal 166 ayat (1) jo Pasal 288 UU 37/2004). Beranjak dari ketentuan ini maka dapat ditarik kesimpulan kondisi debitor dalam pelaksanaan perjanjian perdamaian sudah lepas dari status dalam pailit ataupun dalam PKPU.

Dilansir dari KCase Lawyer, Jika debitor mengalami kesulitan dalam pelaksanaan perjanjian perdamaiannya, maka debitor sejatinya diperbolehkan melakukan negosiasi ulang atas perjanjian perdamaian tersebut dengan sebab:

  1. Tidak ada satupun ketentuan dalam UU No. 37/2004 yang menerangkan mengenai larangan negosiasi atas perjanjian perdamaian yang telah disahkan oleh pengadilan niaga (homologasi). Karena, posisi dari debitor setelah perjanjian perdamaian disahkan adalah sudah bukan dalam kepailitan ataupun PKPU maka negosiasi atas perdamaian dilakukan berdasarkan kesepakatan debitor dan para kreditornya.
  2. Perjanjian perdamaian bukan merupakan perjanjian yang tidak dapat dinegosiasikan ulang, karena dalam pelaksanaannya bisa terjadi hal-hal yang diluar ekspektasi debitor yang tidak terpikirkan pada saat pengajuan proposal penawaran perdamaian.
  3. Negosiasi dapat dilakukan dengan catatan dilakukan terhadap seluruh kreditor dari debitor dan bukan hanya beberapa kreditor kemudian seluruh kreditor harus setuju dengan perubahan yang akan dilakukan atas perjanjian perdamaian agar perjanjian perdamaian tersebut dapat dirubah.

 

AA

Dipromosikan