Menko PMK Usulkan Potong Jam Kerja Untuk Hindari PHK, Bagaimana Pengaturan Jam Kerja Saat Ini?

Menko PMK Usulkan Potong Jam Kerja Untuk Hindari PHK, Bagaimana Pengaturan Jam Kerja Saat Ini
Image Source by kemenkopmk.go.id

Menko PMK Usulkan Potong Jam Kerja Untuk Hindari PHK, Bagaimana Pengaturan Jam Kerja Saat Ini?

Dalam Pasal 77 UU No. 13/2003 sebagaimana diubah dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU No. 11/2020) mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja.

Baru-baru ini, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Muhadjir Effendy, menjelaskan bahwa pihaknya mendukung jika pengusaha dan pekerja bersepakat untuk memotong jam kerja atau pengaturan shift sebagai langkah alternatif dibanding pelaku usaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terkhusus di industri tekstil, garmen, dan alas kaki.

Dilansir CNN Indonesia, pihaknya mengatakan bahwa saat ini Kemenko PMK tengah berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan terkait pembuatan regulasi yang menaungi kesepakatan tersebut dengan harapan agar terciptanya suatu kepastian hukum.

“Kemarin sudah kami atur. Mudah-mudahan bisa kami hambat lah, kami hambat kemungkinan terjadi PHK besar-besaran di tiga sektor itu terutama,” ujar Muhadjir dilansir CNN Indonesia, Sabtu (03/12/2022).

Lantas, tahukah anda bagaimana rezim hukum ketenagakerjaan Indonesia mengatur mengenai jam kerja pekerja atau buruh?

Sebagaimana diketahui, saat ini telah terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai jam kerja dari para pekerja atau buruh yang ada di Indonesia. Salah satunya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003).

Dalam Pasal 77 UU No. 13/2003 sebagaimana diubah dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU No. 11/2020) mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini mengatur 2 (dua) sistem yaitu:

  1. 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau
  2. 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.

Pada kedua sistem jam kerja tersebut diberikan batasan jam kerja yaitu 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Apabila melebihi dari ketentuan waktu kerja tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai waktu kerja lembur sehingga pekerja atau buruh berhak atas upah lembur.

Ketentuan waktu kerja dalam ketentuan tersebut juga hanya mengatur batas waktu kerja untuk 7 atau 8 sehari dan 40 jam seminggu tetapi tidak mengatur kapan waktu atau jam kerja dimulai dan berakhir.

Pengaturan mengenai mulai dan berakhirnya waktu atau jam kerja setiap hari dan selama kurun waktu seminggu nantinya harus secara jelas sesuai dengan kebutuhan oleh para pihak dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) masing-masing.

Lebih lanjut, dalam regulasi ini juga dijelaskan bahwa ketentuan tersebut tentu tidak berlaku untuk beberapa sektor dan beberapa jenis pekerjaan. Sebagai contoh, untuk pekerjaan yang sifatnya terus-menerus. Dalam konteks ini, pekerjaan dengan sifat terus-menerus diatur lebih lanjut berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 233 tentang Jenis Dan Sifat Pekerjaan Yang Dijalankan Secara Terus Menerus.

Adapun selama COVID-19, pemerintah sejatinya juga sempat mengeluarkan suatu peraturan, yang mana bersinggungan juga dengan ketentuan terkait jam kerja, untuk menyesuaikan kondisi masyarakat demi mencegah tersebarnya virus ini. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 104 tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19).

Dalam keputusan tersebut, diatur pembagian hari kerja dalam 1 (satu) bulan secara bergiliran untuk memberikan kesempatan bagi pekerja agar dapat bekerja dengan tetap memperhatikan kapasitas maksimal yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini juga membuat perusahaan dapat melakukan pengurangan jam kerja dengan menerapkan kerja shift  dengan ketentuan tidak boleh melebihi kapasitas maksimal persentase jumlah pekerja yang melakukan workf-from-office (WFO) sebagaimana ketentuan keputusan tersebut.

Selain itu, dilansir Gajiku.com, daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) pada tahun 2020 juga sempat menerbitkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengaturan Jam Kerja Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 di Wilayah Jabodetabek. Surat Edaran ini berisi:

  1. Pengaturan jam kerja
    1. Pengaturan jam kerja antar-shift wajib dilakukan dengan jeda minimal 3 jam.
    2. Shift 1: masuk antara pukul 07-00-07.30 dan pulang antara pukul 15.00 – 15.30.
    3. Shift 2: masuk antara pukul 10.00 – 10.30 dan pulang antara pukul 18.00 – 18.30.
  2. Pengaturan jam kerja dikecualikan untuk jenis dan sifat pekerjaan yang dijalankan secara terus-menerus.
  3. Jumlah pegawai/karyawan yang bekerja dalam shift diatur secara proporsional mendekati perbandingan 50:50 untuk setiap shift.
  4. Pengaturan jam kerja ini diikuti oleh:
    1. optimalisasi penerapan kerja dari rumah dan keselamatan bagi kelompok rentan.
    2. penyusunan dan penerapan pengaturan teknis operasional jam kerja oleh masing-masing instansi/kantor/pemberi kerja dengan tetap menjalankan protokol kesehatan.
    3. penyusunan dan penerapan pengaturan teknis operasional sarana dan prasarana transportasi, serta pemanfaatan fasilitas publik oleh otoritas/pengelola/penyelenggara dengan tetap menjalankan protokol kesehatan.

 

AA

Dipromosikan