Memahami Kekuatan Pembuktian Hasil Tes Kejujuran Poligraf Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua di Pengadilan

Memahami Kekuatan Pembuktian Hasil Tes Kejujuran Poligraf Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua di Pengadilan
Image Source by bisnis.com

Memahami Kekuatan Pembuktian Hasil Tes Kejujuran Poligraf Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua di Pengadilan

“Hasil pemeriksaan tes kejujuran poligraf dapat dikategorikan sebagai barang bukti yang dapat dikategorikan menjadi alat bukti surat, keterangan ahli, maupun petunjuk.”

Persidangan kasus terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosuda saat ini terus memunculkan fakta-fakta baru. Dilansir Tempo, dalam persidangan baru-baru ini terungkap bahwa terhadap kelima terdakwa dalam kasus ini, atau Richard Eliezer, Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, Ferdy Sambo, dan Putri Chandrawathi, telah dilakukan suatu tes poligraf.

Berdasarkan keterangan Divisi Humas Polri, tes poligraf adalah untuk menguji kejujuran seseorang melalui reaksi tubuh. Poligraf juga dikenal sebagai psycho physiological deception detection atau deteksi kebohongan seseorang melalui gejala psikis yang membangkitkan reaksi fisiologis atau reaksi kebohongan.

Berkaitan dengan hasil poligraf yang terungkap dalam persidangan tersebut, diketahui bahwa terdakwa Richard Eliezer dan Ricky Rizal terindikasi jujur saat pelaksanaan tes. Sedangkan, Kuat Ma’ruf, Ferdy Sambo, dan Putri Chandrawathi terindikasi tidak jujur atau ketika dilaksanakan tes tersebut.

Menanggapi hasil poligraf tersebut, Ferdy Sambo diketahui sempat meminta kepada majelis hakim untuk tidak menjadikan hasil poligraf tersebut dalam pertimbangannya karena ia menilai hasil poligraf tersebut tidak memiliki kekuatan pembuktian dalam persidangan. Lantas, benarkah seperti itu?

Dilansir dari tulisan Jovina yang berjudul “Kedudukan dan Keabsahan Hasil Pemeriksaan Poligraf dalam Sistem Pembuktian Pidana di Indonesia: Tinjauan Prinsip Keadilan yang Adil (fair trial),” suatu hasil pemeriksaan tes kejujuran poligraf dapat dikategorikan sebagai barang bukti yang dapat dikategorikan menjadi alat bukti surat, keterangan ahli, maupun petunjuk.

Sebab, mesin poligraf dinilai merupakan bentuk alat bukti petunjuk berdasarkan Pasal 188 ayat (1) KUHAP, petunjuk didefinisikan sebagai perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena penyesuaiannya, baik antara satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk tersebut hanya dapat diperoleh keterangan saksi, surat dan terdakwa.

Hal ini juga diamini dalam tulisan Ruspian yang berjudul “Kekuatan Alat Bukti Mesin Polygraph dalam Persidangan Perkara Pidana di Indonesia” dalam Jurnal Fakultas Hukum Universitas Riau Tahun 2019. Ruspian menjelaskan bahwa kekuatan hasil tes poligraf dapat digunakan untuk membuktikan adanya kesesuaian antara alat bukti yang lain sebagaimana Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal ini disebabkan dalam perumusannya, hasil tes poligraf akan didukung oleh ahli dan dikeluarkan dalam bentuk surat sehingga alat ini bisa dijadikan alat bukti.

Adapun secara lebih lanjut, Ruspian menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan tes poligraf pada proses penyelidikan juga dapat dianggap sebagai petunjuk. Hal ini dikarenakan hasil pemeriksaan tersebut dapat dikategorikan sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik yang merupakan perluasan dari alat bukti surat sebagai bahan sehingga dapat dijadikan petunjuk bagi hakim dalam membuktikan suatu perkara.

 

AA

Dipromosikan