Konsumen Meikarta Tak Kunjung Serah Terima Unit, Pahami Aturan Pre Project Selling!

Konsumen Meikarta Tak Kunjung Serah Terima Unit, Pahami Aturan Pre Project Selling!
Image Source by tempo.co

Konsumen Meikarta Tak Kunjung Serah Terima Unit, Pahami Aturan Pre Project Selling!

Pada dasarnya, pemilik proyek apartemen dapat melakukan pemasaran sebelum pembangunan apartemen dilaksanakan, namun demikian, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu”.

Proyek Apartemen Meikarta saat ini tengah menjadi sorotan setelah para konsumennya mengeluh karena unit yang tak kunjung diserahkan sejak 2019, sebagaimana dilansir dari cnnindonesia.com (14/12/2022),

Adapun mengacu pada Penegasan dan Persetujuan Pemesanan Unit (P3U) atau konfirmasi pemesanan, PT. Mahkota Sentosa Utama (MSU) selaku pemilik proyek Meikarta seharusnya melakukan serah terima unit apartemen kepada konsumen pada rentan waktu pertengahan 2019 hingga 2020.

Kendati demikian, para konsumen hingga saat ini pun belum juga menerima unit yang sebagaimana telah dijanjikan. Oleh karenanya, hal ini mengakibatkan beberapa konsumen Meikarta bereaksi dengan berkeluh-kesah di media sosial dan juga mengadakan demo terkait unit yang tak juga diserahkan setelah bertahun-tahun akad jual beli.

Sebagaimana dikutip dari detikfinance.com (13/12/2022), konsumen Meikarta dikabarkan menuntut adanya pengembalian dana/refund atas kerugian yang dialami. Bahkan menurut Aep Mulyana selaku Ketua Komunitas Peduli Konsumen Meikarta konsumen sudah tidak tertarik dengan unit yang dijanjikan.

“Pengennya refund kalau sekarang. Balikin uangnya, harga mati. Karena udah kacau, udah tidak tertarik lagi dengan unitnya,” ujarnya Senin (12/12/2022).

Merespons hal tersebut, sebagaimana dikutip dari kontan.co.id (13/12/2022),  Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut buka suara terkait kekisruhan dalam proyek apartemen Meikarta yang melibatkan pihak pengembang dan konsumen.

Tulus Abadi selaku Ketua Pengurus Harian YLKI mengutarakan bahwa permasalahan yang terjadi pada proyek Meikarta merupakan dampak dari kebijakan pre-project selling. Dalam hal ini, pre-project selling adalah kebijakan yang mana pengembang dapat memasarkan dan menjual produknya ketika produknya belum ada atau sebelum proyeknya berlangsung. Di satu sisi, konsumen sudah harus melakukan pembayaran produk akan produk tersebut.

Pre-project selling ini berisiko tinggi bagi konsumen dan terlalu menguntungkan bagi pihak pengembang,” Ujar dia, Selasa (13/12).

Sebenarnya, YLKI sudah sejak jauh hari telah mengingatkan konsumen agar berhati-hati dengan pemasaran masif Meikarta. YLKI juga menilai bahwa pengawasan pemerintah terhadap proyek tersebut masih lemah. YLKI beranggapan bahwa Pemerintah dianggap hanya memberi izin lokasi saja tanpa ada pengawasan berarti.

Oleh karena itu, YLKI beranggapan bahwa regulasi terkait preproject selling bagi sektor properti dapat ditinjau kembali. Sebab, kebijakan tersebut kerap merugikan konsumen tak terkecuali konsumen proyek Meikarta.

“Pasal yang melegalkan pre-project selling di dalam undang-undang perumahan harus dibatalkan,” ujar Tulus.

Sejatinya, pre project selling diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (“UU No. 20/2011”).

Pasal 42 Ayat (1) beleid tersebut mengatakan bahwa pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan. 

Adapun Pasal 42 Ayat (2) UU No. 20/2011 mengisyaratkan bahwa dalam pemasaran apartemen/rumah susun yang dilakukan sebelum pembangunan dilaksanakan, pengembang sekurang-kurangnya harus memiliki lima poin utama, di antaranya adalah: 

  1. Kepastian peruntukan ruang
    Kepastian peruntukan ruang ini berbentuk surat keterangan rencana kota yang telah disetujui pemerintah daerah.
  2. Kepastian hak atas tanah
    Kepastian hak atas tanah ditunjukkan melalui sertifikat hak atas tanah;
  3. Kepastian status penguasaan rumah susun
    Kepastian status kepemilikan antara SHM sarusun atau SKBG sarusun harus dijelaskan kepada calon pembeli yang ditunjukkan berdasarkan pertelaan yang disahkan oleh pemerintah daerah;
  4. Perizinan pembangunan rumah susun
    Izin pembangunan rumah susun ditunjukkan melalui IMB;
  5. Jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin
    Yang dimaksud dengan “jaminan atas pembangunan rumah susun” dapat berupa surat dukungan bank atau nonbank.

Lebih lanjut, dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun, segala sesuatu yang dijanjikan oleh pelaku pembangunan dan/atau agen pemasaran mengikat sebagai perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) bagi para pihak, sebagaimana bunyi Pasal Pasal 42 Ayat (3) UU No.20/2011.

Perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) sebagaimana dimaksud diartikan sebagai kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli rumah atau satuan rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk rumah tinggal dan rumah deret yang dibuat di hadapan notaris, sebagaimana bunyi Pasal 1 Angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (“PP 12/2021”).

RAR

Dipromosikan