Kasus Geprek Bensu, Ruben Onsu Wajib Bayar Uang Paksa?

Kasus Geprek Bensu, Ruben Onsu Wajib Bayar Uang Paksa?
Image source: wowkeren.com

Kasus Geprek Bensu, Ruben Onsu Wajib Bayar Uang Paksa?

“Kedudukan uang paksa dalam putusan adalah bersifat Assesoir, artinya keberadaan uang paksa tergantung kepada hukuman pokok.”

Baru-baru ini, dikabarkan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menolak gugatan dari Benny Sujono dalam sengketa kekayaan intelektual merek yang kasusnya sudah berlangsung dari tahun 2022 yang lalu. Dilansir Bisnis, Benny sebelumnya meminta agar Ruben membayar ganti rugi sebesar Rp100 miliar.

Hal ini dimintakan Benny sebab dirinya merasa bahwa penggunaan merek “I Am Geprek Bensu” pada produk makanan milik Ruben Onsu merugikan produk miliknya. Tidak berhenti disitu, dirinya juga meminta agar Ruben membayar Rp10 juta per hari keterlambatan apabila pihaknya terlambat dalam melaksanakan putusan, atau hal ini disebut juga sebagai “uang paksa.”

Lantas, tahukah anda apa itu “uang paksa”?

Dilansir situs Mahkamah Agung, dwangsom atau uang paksa adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan tergugat kepada penggugat apabila tergugat terlambat dalam melaksanakan putusan, disamping hukuman lain yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada tergugat tersebut. Hal ini didasari pada Pasal 606 a Wetboek op de Burgerlijke Rechtsvordering. 

Kedudukan uang paksa dalam putusan adalah bersifat assesoir, artinya keberadaan uang paksa tergantung kepada hukuman pokok. Jadi suatu dwangsom tidak mungkin ada apabila dalam suatu putusan tidak ada hukuman pokok.

Kemudian, uang paksa juga tidak wajib untuk dibayarkan terhukum sebagai pelaksanaan putusan. Dalam hal terhukum sudah mematuhi hukuman pokok, maka tidak perlu lagi membayar uang paksa tersebut.

Sebaliknya, apabila terhukum telah membayar uang paksa, maka hal ini tidak mengartikan bahwa pihaknya menghapuskan dari hukuman pokok tersebut. Uang paksa lain halnya dengan konsep ganti rugi.

Namun, uang paksa ini sejatinya tidak berlaku untuk tiap gugatan yang memintakan terhukum untuk membayar ganti rugi sejumlah uang. Hal ini berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 791/K/Sip/1972 Tanggal 26 Februari 1973.

Sebagai informasi, sejatinya pun dasar hukum mengenai uang paksa ini, yakni Wetboek op de Burgerlijke Rechtsvordering, sudah dinyatakan tidak berlaku lagi di Indonesia. 

Dilansir tulisan Mahkamah Agung, mengingat hingga saat ini belum ada pengaturan lebih lanjut yang mengatur mengenai hal ini, maka Majelis Hakim kerap menentukan sendiri mengenai penerapan uang paksa pada kasus-kasus yang ditanganinya.

AA

Dipromosikan