OJK cabut Izin Usaha Bank Bagong, Ada apa?

OJK cabut Izin Usaha Bank Bagong, Ada apa?
Image source: BPRBagong

OJK cabut Izin Usaha Bank Bagong, Ada apa?

“Pelaksanaan ‘prinsip’ pada perbankan merupakan salah satu cara guna meminimalisir risiko yang dapat timbul dalam aktivitas transaksi perbankan.”

 Pada 2 Februari 2023 lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bagong Inti Marga. Dilansir finance.detik.com (10/02/2023), pencabutan izin usaha Bank Bagong yang berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner (KADK) No. KEP-17/D.03/2023 tersebut, juga didasarkan pula setelah ditetapkannya Bank Bagong menjadi Bank Dalam Resolusi (BDR) Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) sejak 29 Agustus 2022 silam.

Ditetapkannya Bank Bagong dalam pengawasan khusus BDR, disebabkan karena pengelolaannya dianggap tidak didasarkan pada prinsip kehati-hatian. Dengan dicanangkannya status BDR terhadap Bank Bagong, harapannya akan adanya upaya penyehatan yang dilakukan oleh pengurus/pemegang saham bank tersebut. Namun, kenyataannya sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan upaya penyehatan tidak terealisasi.

Untuk itu, pencabutan izin usaha Bank Bagong dianggap paling tepat dilakukan oleh OJK. Hal tersebut dikarenakan atas pertimbangan kondisi keuangan Bank Bagong yang membahayakan kelangsungan usahanya dan pernyataan ketidaksanggupan pemegang saham dalam menyehatkan bank tersebut.

Dicabutnya izin Bank Bagong salah satunya diakibatkan oleh tidak berjalannya prinsip kehati-hatian dalam aktivitas pengelolaan bank tersebut. Hal demikian, mengindikasikan pentingnya penerapan prinsip perbankan, khususnya prinsip kehati-hatian dalam aktivitas transaksi perbankan. Lantas, bagaimana selayaknya penerapan prinsip kehati-hatian dalam aktivitas perbankan?

Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Perbankan

Prinsip kehati-hatian atau prudential banking principal dilansir dhp-lawfirm.com (14/04/2021), merupakan suatu prinsip yang menegaskan bahwa dalam menjalankan fungsi utamanya, bank wajib untuk bersikap hati-hati dalam mengelola dana masyarakat. Sikap kehati-hatian tersebut juga wajib diimplementasikan oleh bank dalam rangka pemberian kredit kepada perusahaan atau masyarakat guna kepentingan pembiayaan.

Hukum Indonesia mengatur terkait penerapan prinsip kehati-hatian pada aktivitas perbankan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK)

Penjelasan Pasal 14 angka 19 UU PPSK yang menyisipkan Pasal 20A dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menjelaskan cakupan dalam penerapan mengenai prinsip kehati-hatian dalam perbankan guna terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat. Hal tersebut diantaranya:

  1. Dalam menyelenggarakan aktivitas usaha berupa pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank wajib memiliki keyakinan berdasarkan analisis mendasar terkait kesanggupan nasabah (debitor) guna melunasi utangnya sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan. Hal tersebut dikarenakan, pemberian Kredit atau Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah mengandung risiko. Sehingga Bank wajib memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat;
  1. Guna mengurangi risiko dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, keyakinan atas kesanggupan nasabah (Debitor) untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah diperjanjikan, merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk itu, bank wajib melakukan penilaian terhadap nasabah (Debitor) yang meliputi watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha yang dimiliki nasabah dengan seksama; dan
  1. Dalam memberikan Kredit atau Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada perusahaan, Bank wajib memperhatikan perlindungan dan aspek pengelolaan lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selain itu, bank juga harus menerapkan sistem pengawasan intern untuk menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

MIW

Dipromosikan