Tim Likuidasi Wanaartha Tak Berlisensi, Bolehkah?

Tim Likuidasi Wanaartha Tak Berlisensi, Bolehkah?
Image Source: Republika.co.id

Tim Likuidasi Wanaartha Tak Berlisensi, Bolehkah?

“Kasus PT Asuransi Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) tengah memasuki fase permulaan likuidasi. Di tengah proses tersebut, tersebar fakta bahwa Tim Likuidasi Wanaartha Life tidak memiliki lisensi.”

Proses persiapan likuidasi Wanaartha Life terus bergulir. Per tanggal 11 Maret 2023 lalu, batas waktu pengajuan tagihan untuk nasabah telah habis. Kini, Tim Likuidasi Wanaartha Life yang diketuai oleh Harvardy M. Iqbal, telah mempersiapkan beberapa prosedur sebelum proses pembayaran tagihan dilakukan.

Dilansir kontan.co.id (15/03/2023), prosedur yang sedang dipersiapkan oleh Harvardy dan rekan adalah proses verifikasi data kreditur serta perhitungan jumlah aset yang dimiliki. Kemudian, pihaknya juga menargetkan pembayaran tagihan dapat dilakukan pada akhir tahun 2023.

“Pembagiannya mungkin nanti di bulan November dan Desember, batch pertama ya. Pembayaran dilakukan secara bertahap. Nanti akan dibagi secara proporsional. Misal 10 persen atau 20 persen atau 30 persen dari tagihan yang diajukan,” ujarnya.

Di tengah proses persiapan yang dilakukan Tim Likuidasi, terdapat fakta baru perihal adanya surat pernyataan Perkumpulan Profesi Likuidator Indonesia (PPLI), yang menyatakan Harvardy bukanlah anggota PPLI dan tidak memiliki sertifikasi profesi (likuidator) yang di terbitkan PPLI.

Dilansir cnbcindonesia.com (15/03/2023), Umar Husin selaku Wakil Presiden PPLI mengatakan, selain kedua masalah tersebut, (bukan anggota PPLI dan tidak memiliki sertifikasi profesi likuidator) Harvardy sempat diadukan kepada PPLI atas dasar kinerja buruk dan arogansi pada 10 Maret 2023.

Menyikapi hal tersebut, Harvardy mengatakan, ia merasa tidak sama sekali terpengaruh atas surat pernyataan yang dikeluarkan PPLI tentang dirinya. Harvardy justru menyatakan statement yang disampaikan PPLI tidak berdasar, khususnya perihal likuidator wajib tersertifikasi.

“Tidak ada aturannya likuidator harus tersertifikasi. Siapa pun bisa jadi likuidator,” ujar Harvardy.

Likuidator Tak Wajib Miliki Sertifikasi

Problematika terkait likuidator tidak bersertifikasi seperti yang dipermasalahkan oleh PPLI terhadap Harvardy, nyatanya merupakan permasalahan lama. Sebelumnya, pada tahun 2019 PPLI pernah melakukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).

Dilansir bisnis.com (14/02/2019), uji materi yang dilakukan PPLI terhadap UU PT, dilakukan karena pihaknya menganggap likuidator wajib dibebani syarat-syarat serupa seperti yang dikenakan kepada kurator, khususnya perihal kepemilikan sertifikasi keahlian. Hal demikian PPLI anggap sebagai upaya preventif meminimalisir likuidator tidak independen dan adanya benturan kepentingan (akibat likuidator dilaksanakan oleh direksi).

Akan tetapi, berdasarkan Putusan MK Nomor 29/PUU-XVI/2018, permohonan yang diajukan PPLI terhadap UU PT tersebut resmi ditolak. MK melalui argumentasinya menganggap uji materi (berdasarkan alasan upaya preventif di atas) yang dilakukan PPLI adalah kekhawatiran yang berlebihan dan tidak berdasar.

“Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, likuidator senantiasa di bawah pengawasan dewan komisaris. Bahkan dapat diberhentikan sementara apabila dianggap lalai dan diberhentikan tetap melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),” ujar Hakim Konstitusi, Aswanto.

Selain karena telah diputuskannya Putusan MK Nomor 29/PUU-XVI/2018, sebagai dasar bahwa likuidator tidak memerlukan sertifikasi, peraturan perundangan Indonesia yang berkaitan dengan profesi likuidator juga tidak mencantumkan aturan yang mensyaratkan likuidator bersertifikat. Misalnya, pada UU PT yang mana di dalamnya hanya mengatur tentang peran likuidator dalam proses pembubaran sebuah perseroan berdasarkan Pasal 142 Ayat (2). Pasal tersebut menyebutkan proses likuidasi wajib diikuti oleh likuidator atau kurator.

Di samping itu, dalam Pasal 9 dan 10 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah (POJK No. 28 Th 2015), yang merupakan pasal terkait likuidator dalam regulasi tersebut, hanya menjelaskan perihal tugas dan wewenang tim likuidasi, namun tidak dengan aturan yang mensyaratkan likuidator bersertifikat.

 

MIW

Dipromosikan