Konser Bodong Catut Nama Musisi, Ini Akibat Hukumnya!

Konser Bodong Catut Nama Musisi, Ini Akibat Hukumnya!
Image Source: Tokopedia.com

Konser Bodong Catut Nama Musisi, Ini Akibat Hukumnya!

“Di tengah kebangkitan kembali aktivitas masyarakat Indonesia pasca pandemi. Konser musik di penjuru tanah air semakin marak digelar.”

Antusiasme masyarakat dalam menonton konser musik pasca pandemi mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Dilansir lifestyle.bisnis.com (09/11/2022), per-tahun 2022 jumlah pengunjung event offline mengalami kenaikan hingga 2,5 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2021.

Tingginya minat masyarakat untuk menonton konser musik, dimanfaatkan oleh setiap promotor guna berlomba-lomba menyelenggarakan konser musik yang menarik dengan mendatangkan artis/penyanyi nasional maupun internasional untuk dapat ‘manggung’ di Indonesia.

Euforia yang ditunjukan oleh masyarakat untuk menonton konser musik, nyatanya juga ‘dimanfaatkan’ oleh beberapa oknum bandel, khususnya para promotor yang ingin meraup keuntungan besar dengan cara yang tidak halal. Mekanisme penarikan keuntungan yang besar oleh oknum promotor yang bandel disiasati dengan melakukan publikasi atas akan diselenggarakannya suatu konser ‘bodong’. Tidak berhenti pada publikasinya saja, para promotor nakal tersebut juga memperjualbelikan tiket konser musik yang nyatanya konser tersebut tidak pernah ada.

Dilansir kumparan.com (24/02/2023), salah satu konser bodong yang dikabarkan telah memakan banyak korban ialah Bergembira Fest. Konser musik yang sedianya akan diselenggarakan di Manado dan Pontianak tersebut, telah memakan 415 orang korban yang telah membeli tiket konser dengan total kerugian sampai dengan Rp144 juta.

Dilansir kalbar.inews.id (03/02/2023), mekanisme penipuan yang dilakukan promotor bodong pada kasus Bergembira Fest, ialah dengan cara mematok harga tiket sebesar Rp275 ribu, lalu seketika setelah para korban mentransfer uang tiket tersebut, akun Instagram milik promotor bodong itu lenyap dan tidak dapat dihubungi.

Akibat Hukum Penyelenggaraan Konser Bodong

Melansir dari Akun Instagram resmi Kunto Aji, yang merupakan salah satu penyanyi yang namanya ‘dicatut’ dalam pamflet Bergembira Fest. Ia menyatakan bahwa baik dirinya maupun timnya tidak pernah terafiliasi dengan Begembira Fest. Setelah itu, selain melakukan klarifikasi atas peristiwa tersebut, Aji juga berharap agar permasalahan konser musik bodong tersebut untuk dapat diusut tuntas.

Berdasarkan statement Kunto Aji di atas, serta ditemukannya fakta bahwa Bergembira Fest adalah konser bodong, maka peristiwa hukum yang terjadi adalah pencatutan nama tanpa izin (pihak artis) dan penipuan (pihak masyarakat). Pencatutan nama artis tanpa izin guna keuntungan bisnis promotor menyalahi aturan Pasal 65 Ayat (3) Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), yang mana menyebutkan perihal larangan bagi setiap orang yang secara nyata melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya.

Sejalan dengan pemahaman di atas, Ketua Asosiasi Praktisi Perlindungan Data Pribadi Indonesia (APPDI), Muhammad Iqsan Sirie, menegaskan bahwa pencatutan nama tanpa dasar hukum, serta hal tersebut dilakukan atas itikad buruk untuk mendapatkan keuntungan. Maka, itu merupakan pelanggaran atas UU PDP.

“Dalam konteks pencatutan yang dimaksud, saya tidak tahu faktanya seperti apa, misalnya apakah yang mencatut memiliki dasar hukum utk melakukan hal tersebut. Tapi kalau diasumsikan bahwa si yang mencatut melakukan tanpa dasar hukum dan dengan itikad buruk guna mencari keuntungan, itu merupakan pelanggaran UU PDP, tepatnya Pasal 20 Ayat (1) dan Pasal 65 Ayat (3),” ujar Iqsan kepada KlikLegal, Kamis (30/03/2023).

Pasal 20 Ayat (1) UU PDP, menyebutkan bahwa pengendali data pribadi (dalam hal ini promotor bodong pencatut nama pihak artis) wajib memiliki dasar pemrosesan data pribadi. Adapun, dasar pemrosesan data pribadi berdasarkan Pasal 20 Ayat (2) UU PDP, meliputi: 

  1. Persetujuan secara eksplisit (consent);
  2. Pemenuhan kewajiban perjanjian;
  3. Pemenuhan kewajiban hukum;
  4. Pemenuhan perlindungan kepentingan vital subjek data pribadi;
  5. Pelaksanaan tugas dalam rangka kepentingan umum; dan
  6. Pemenuhan kepentingan sah lainnya dengan memperhatikan tujuan, kebutuan, dan keseimbangan kepentingan pengendali data pribadi dan hak subjek data pribadi.

Konsekuensi Sanksi Bagi Promotor Bodong

Setelah mengetahui bahwa pencatutan nama artis dalam skema konser bodong merupakan peristiwa hukum yang menimbulkan akibat hukum berupa pelanggaran terhadap UU PDP. Maka, perlu kiranya untuk mengetahui konsekuensi berupa sanksi bagi pelanggar UU PDP, khususnya dalam kasus Bergembira Fest.

Sebelumnya, Iqsan juga menjelaskan, bahwa dapat dimungkinkan kasus tersebut memiliki konsekuensi berupa sanksi administrasi oleh Lembaga Pengawas Perlindungan Data Pribadi (LPPDP). Namun, sanksi tersebut belum bisa terlaksana mengingat lembaga tersebut belum berdiri.

Lebih lanjut, pencatutan nama artis dalam pamflet konser Bergembira Fest, juga memiliki akibat hukum berupa hukuman pidana berdasarkan Pasal 67 Ayat (3) UU PDP, yang mengatur bahwa apabila dengan sengaja melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya, maka dapat dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.

Selain pencatutan nama artis, penipuan (pihak masyarakat) yang dilakukan pihak promotor bodong juga memiliki akibat hukum, baik secara perdata maupun pidana. Secara hukum perdata, Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menyebutkan bahwa penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan dipakai oleh satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat. Penipuan tidak dapat hanya dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.

Berdasarkan Pasal 1328 KUHPer, secara sederhana dapat dikatakan bahwa apabila adanya suatu penipuan dalam suatu peristiwa hukum, dan selama pada prosesnya para pihak dapat membuktikan adanya unsur penipuan, maka suatu persetujuan atas peristiwa hukum tersebut dapat dibatalkan serta dimintakan tanggung gugatnya.

Akibat hukum secara pidana juga dapat timbul karena adanya peristiwa konser bodong. Ketentuan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mendalilkan bahwa suatu penipuan merupakan suatu kondisi yang dilakukan oleh siapa pun dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu, dengan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan untuk menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya, maka diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

Upaya Preventif Agar Tak Terjebak Konser Bodong

Dilansir voi.id (23/02/2023), menurut Dino Hamid, selaku Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI), setidaknya terdapat 3 (tiga) syarat yang dapat dicermati bagi khalayak umum guna terhindar dari konser bodong. APMI memberikan syarat 3K, yakni kualifikasi, kapabilitas, dan kualitas. Dalam hal kualifikasi, suatu promotor acara konser diwajibkan berbentuk badan usaha hukum, guna menjamin legalitas suatu acara.

Di samping itu, kapabilitas suatu promotor penting untuk diperhatikan. Kapabilitas dimaksud adalah kemampuan promotor menggelar pertunjukan setidaknya selama 2 (dua) tahun berturut-turut. Kemudian, yang terakhir perihal kualitas, yang dapat dibuktikan berdasarkan pernah diadakannya konser tersebut sebanyak 2 (dua) kali dan telah melakukan penjualan tiket di atas minimum 1.000 orang.

 

MIW

 

Dipromosikan