Ekspor CPO Diperbolehkan Pemerintah, Begini Realitanya!

Ekspor CPO Diperbolehkan Pemerintah, Begini Realitanya!
Image Source: Widya.ai

Ekspor CPO Diperbolehkan Pemerintah, Begini Realitanya!

“Terdapat berbagai trigger pemerintah Indonesia memperbolehkan kembali aktivitas ekspor Crude Palm Oil (CPO). Salah satunya, ialah stok minyak sawit dalam negeri yang sedemikian melimpah.”

Setelah sempat melarang kegiatan ekspor CPO, pemerintah akhirnya menarik kebijakan larangan kegiatan ekspor sawit mentah dan turunannya, dengan mencabut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2022 tentang Larangan Sementara Ekspor CPO, Refined, Bleached & Deodorized (RBD) Palm Oil, Refined Bleached & Deodorized (RBD), Palm Olein, dan Use Cooking Oil (UCO) (Permendag No. 22 Th 2022), pada 22 Mei 2022 lalu.

Adapun alasan pemerintah mencabut kebijakan atas larangan ekspor CPO, lantaran tingginya stok minyak sawit dalam negeri, serta kebijakan tersebut dinilai lebih banyak membawa dampak negatif bagi petani, pelaku usaha sawit, dan negara.

Baca Juga: Uni Eropa Terbitkan UU Deforestasi, Ancam Bisnis Sawit RI?

Stok minyak goreng di dalam negeri kembali melimpah selama adanya kebijakan larangan ekspor CPO. Pemerintah mengklaim setelah dilakukan larangan ekspor diberlakukan, pasokan minyak goreng yang pada Maret 2022 hanya 64,5 ribu ton/bulan naik menjadi 211 ribu ton/bulan. 

Melimpahnya stok CPO, berbanding lurus dengan penetapan harga tandan buah segar (TBS) yang sepihak. Selain itu, penyerapan tenaga kerja industri sawit juga ikut menurun akibat kebijakan pelarangan tersebut.

Di samping itu, kerugian atas larangan CPO direpresentasikan oleh data yang dilansir dari cnbcindonesia.com (24/05/2022), yang mencatat setidaknya sejak 28 April – 22 Mei 2022, terdapat pengurangan pungutan bea keluar pada bulan Mei sekitar Rp900 miliar. Di samping itu, kebijakan pelarangan ekspor CPO juga turut andil dalam menurunnya devisa negara sebesar US$2,2 miliar atau setara Rp29,2 triliun (kurs Rp14.600/US$).

Kebijakan Baru Ekspor Sawit & Realitanya

Berdasarkan beberapa hal yang disebutkan di atas terkait dampak pelarangan ekspor CPO, pemerintah Indonesia akhirnya mencabut Permendag No. 22 Th 2022, yang di dalamnya mencantumkan 12 kode HS bahan baku yang dilarang untuk ekspor.

Dilansir disway.id (04/04/2023), menindaklanjuti pencabutan Permendag No. 22 Th 2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/ KM.4/2022 tentang Daftar Barang yang Dilarang Untuk Diekspor Berdasarkan Permendag No. 22 Th 2022 (PMK No. 15 Th 2022), yang dalam keputusannya menegaskan pencabutan atas Permendag No. 22 Th 2022. Sehingga pelaksanaan kegiatan ekspor CPO dapat berlangsung kembali.

Pasca kembali diperbolehkannya CPO berdasarkan ditekannya PMK No. 15 Th 2022, nyatanya tidak lantas membuat adanya kenaikan angka ekspor CPO unggulan Indonesia. 

Dilansir sawitindonesia.com, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat penurunan nilai ekspor CPO sebesar US$ 1,9 miliar pada Januari 2023. Nilai tersebut lebih rendah 8,5 persen dibandingkan ekspor Desember 2022 atau month to month, namun lebih tinggi 6,2 persen dari nilai ekspor Januari 2022 atau year on year.

Deputi Bidang Statistik Produksi, BPS, M. Habibullah, mengatakan terdapat penurunan ekspor komoditas besi, baja, serta CPO. Hal tersebut ditengarai oleh penurunan volume ekspor.

“Berdasarkan catatan data BPS, volume ekspor CPO sebesar 2,2 juta ton pada Januari 2023. Volume ekspor tersebut mengalami penurunan dibandingkan Desember 2022 mencapai 2,4 juta ton,” pungkasnya.

Adapun, penurunan volume ekspor disebabkan 3 (tiga) faktor, yaitu penurunan harga CPO, lemahnya permintaan, dan penyerapan domestik yang lebih besar karena program Biodiesel. BPS mencatat rata-rata harga CPO ekspor Indonesia mencapai US$ 942 per metrik ton (MT) pada Januari 2023. Harga CPO tersebut turun dari level tertinggi tahun ini yang mencapai US$ 1.065 per MT yang terjadi pada Senin, 2 Januari 2023.

 

MIW

Dipromosikan