Diduga Potong Upah Buruh, Produsen Adidas Ini Beri Penjelasan

Diduga Potong Upah Buruh, Produsen Adidas Ini Beri Penjelasan
Image Source: suara.com

Diduga Potong Upah Buruh, Produsen Adidas Ini Beri Penjelasan

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pembayaran upah tidak penuh tersebut, sebelumnya telah dibicarakan dengan pihak serikat pekerja yang ada di PT Panarub dan mendapatkan persetujuan mayoritas.“

Produsen sepatu Adidas buka suara terkait adanya dugaan pemotongan upah buruh dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak yang dilakukan oleh perusahaan.

PT Panarub Industry yang berlokasi di Tangerang merupakan salah satu produsen sepatu ternama Adidas dan saat ini diduga melakukan eksploitasi terhadap buruh/pekerjanya.

Mengutip dari akun Linkedin resmi perusahaan, PT Panarub Industry berdiri sejak tahun 1968 dan telah menjadi mitra produksi sepatu merek Adidas sejak 1988.

Investigasi yang dilakukan oleh serikat pekerja memberikan hasil bahwa PT Panarub setidaknya diduga telah memotong upah karyawannya sebanyak dua kali selama masa pandemi, tepatnya Juni-Juli dan Agustus-September 2020. 

Setelah dikalkulasikan, selama dua periode waktu tersebut, rata-rata pemotongan upah yang dilakukan yakni sejumlah Rp800 ribu hingga Rp1,3 juta.

Perusahaan: Mekanisme Pemotongan Upah dan PHK Sesuai Aturan

Direktur PT Panarub Industry, Budiarto Tjandra, membenarkan adanya dugaan tersebut. Namun, Budiarto menjelaskan bahwa langkah pemotongan upah dan PHK yang dilakukan perusahaan sudah sesuai dengan aturan.

“Bahwa demi untuk kelangsungan perusahaan yang juga berarti tetap memberikan kesempatan terhadap sebagian besar karyawan untuk tetap bekerja, maka PT Panarub terpaksa melakukan PHK terhadap sebagian karyawan,” ujar Budiarto, sebagaimana dilansir dari  Detik, (10/5/2023).

Ia melanjutkan bahwa proses PHK telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan waktu Istirahat dan PHK (PP No. 35 Th 2021).

Berdasarkan Pasal 43 ayat (2) PP, pengusaha dapat melakukan PHK dengan alasan efisiensi. Dalam dalihnya, perusahaan memaparkan bahwa krisis ekonomi yang terjadi secara global berpengaruh pada adanya penurunan order dari pelanggan, sehingga perusahaan terpaksa melakukan PHK.

Baca Juga: Produsen Sepatu Nike Tawarkan Pengunduran Diri Sukarela kepada Karyawan, Bedakah dengan PHK?

Adapun ia mengklaim proses PHK sudah dilakukan sesuai mekanisme. Karyawan yang terkena PHK telah mendapatkan hak-haknya sesuai aturan. Selain itu, dalam proses PHK untuk karyawan yang berserikat mendapatkan pendampingan dari serikat pekerja.

Sehingga, menurutnya, tuduhan adanya PHK secara sepihak adalah tidak benar.

Adapun terkait pemotongan upah, Budiarto mengatakan untuk mencegah terjadinya PHK besar-besaran, maka perusahaan meliburkan karyawan selama beberapa hari. 

“Selama karyawan diliburkan dan tidak bekerja dalam beberapa hari tersebut, perusahaan membayarkan upah sebesar 50 persen terhadap karyawan yang diliburkan,” ujarnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pembayaran upah tidak penuh tersebut, sebelumnya telah dibicarakan dengan pihak serikat pekerja yang ada di PT Panarub dan mendapatkan persetujuan mayoritas. 

Mekanisme pembayaran upah tidak penuh tersebut, menurut keterangan Budiarto, telah sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor M/3/HK.04/III/2020.

Keterangan dari Sisi Serikat Pekerja/Buruh

Sebelumnya, tujuh serikat buruh yang tergabung dalam Koalisi Clean Clothes Campaign menyatakan bahwa PT Panarub Industry telah melakukan pemotongan upah buruh dan memberhentikan ribuan pekerjanya secara sepihak. 

Mengenai pemotongan upah, diduga perusahaan memaksa para pekerja untuk mengambil cuti tahunan.

“Pemaksaan pengambilan cuti yang dilakukan PT Panarub diindikasi menjadi modus perusahaan untuk tidak membayar upah buruh,” ucap Sekretaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Emelia Yanti Siahaan, sebagaimana dilansir dari Tempo (8/5/2023).

Menurut Emelia, hal ini berkaitan dengan sistem kerja “no work no pay” yang diatur dalam Pasal 92 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). 

Pihaknya menegaskan bahwa dalam beleid tersebut, disebutkan bahwa upah boleh tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan atas kemauan sendiri bukan atas perintah ataupun kemauan dari perusahaan.

Selain itu, Emelia juga mengungkapkan bahwa perusahaan melakukan intimidasi kepada karyawan saat melakukan PHK. Dari keterangannya, perusahaan melakukan ancaman akan memotong jumlah pesangon apabila buruh tidak segera menandatangani surat PHK. 

“HRD (PT Panarub Industry) bilang kalau ini surat tidak ditanda tangan, nominal yang didapat akan jauh lebih rendah. (Buruh) tidak dikasih waktu 7 hari untuk memutuskan, langsung hari H di PHK.” ujarnya, sebagaimana dikutip dari Tempo.

Padahal, ia menekankan dalam PP No. 35 Th 2021, pemberitahuan PHK harus dibuat dalam bentuk surat pemberitahuan. 

Lebih lanjut Emelia menjelaskan bahwa informasi harus disampaikan secara sah dan patut oleh pengusaha kepada pekerja atau buruh dan/atau serikat pekerja atau buruh paling lama 14 hari kerja sebelum pemutusan hubungan kerja. 

Disamping itu, Pasal 39 Ayat (1) PP No. 35 Th 2021 juga menyebutkan pekerja/buruh yang telah mendapatkan surat pemberitahuan PHK dapat menyatakan penolakan dengan membuat surat berisi alasan-alasan penolakan.

Oleh karena itu, mereka menuntut perusahaan Adidas dan PT Panarub Industry untuk berhenti memaksa para karyawan mengambil cuti tahunan dan mengembalikan upah yang telah dipotong.

 

SS

Dipromosikan