Sempat Dibekukan, Pengajuan Izin Pinjol Akan Dibuka Lagi

Sempat Dibekukan, Pengajuan Izin Pinjol Akan Dibuka Lagi
Image Source: duwitmu.com

Sempat Dibekukan, Pengajuan Izin Pinjol Akan Dibuka Lagi

Deputi Komisioner OJK, Bambang W. Budiawan mengatakan dengan adanya pencabutan moratorium, pelaku usaha atau penyelenggara baru yang ingin mengajukan izin diperbolehkan kembali.”

Setelah sempat dibekukan, pengajuan izin bagi penyelenggara pinjaman online (pinjol) akan dibuka kembali dengan adanya rencana pencabutan moratorium kebijakan perizinan pinjol.

Sebelumnya, pada tahun 2020 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan moratorium kebijakan perizinan yang menghentikan izin baru bagi penyelenggara financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending untuk sementara.

Adapun, hal tersebut merupakan perintah dari Presiden yang dilatarbelakangi maraknya kasus tindak pidana yang dilakukan oleh penyelenggara pinjol ilegal.

Melansir dari Detik.com (17/5/2023), Deputi Komisioner OJK, Bambang W. Budiawan mengatakan dengan adanya pencabutan moratorium, pelaku usaha atau penyelenggara baru yang ingin mengajukan izin diperbolehkan kembali. 

Rencananya, pencabutan moratorium tersebut akan dilakukan paling cepat pada kuartal ketiga tahun ini, yaitu sekitar bulan Juli-September 2023.

“Tahun ini juga ketika kita sudah dari regulasi nggak ada masalah dari pengawasan semakin ke final, kemungkinan di triwulan III paling cepat atau paling lambat triwulan IV, dicabut (moratorium),” ujar Bambang, di Jakarta, Selasa (16/5/2023), sebagaimana dikutip dari Detik.com.

Selain itu, Bambang menambahkan bahwa proses perizinan bagi pemain baru akan lebih cepat setelah moratorium tersebut dicabut. Ia pun mengimbau pelaku usaha yang ingin mendaftarkan izinnya untuk segera memenuhi syarat yang ditentukan.

Pro dan Kontra Pencabutan Moratorium

Sementara itu, tanda-tanda pencabutan moratorium perizinan fintech P2P lending sebenarnya sudah terlihat sejak akhir tahun lalu. 

Rencana tersebut sebelumnya telah disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK, Ogi Prastomiyono, pada November 2022 yang menyebutkan bahwa pihaknya tengah mempersiapkan regulasi untuk mencabut moratorium, dilansir dari Kontan.co.id (20/11/2022).

Adapun, pencabutan moratorium yang ada masih menjadi pro dan kontra. Sebab, mengutip dari Kontan.co.id, saat ini pemain fintech P2P lending yang ada dinilai sudah terlalu banyak.

Mengenai hal ini, Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira, berpendapat bahwa banyaknya jumlah pemain fintech yang memiliki izin menjadi salah satu alasan masyarakat terjebak pinjol ilegal. 

Menurutnya, masyarakat jadi sulit membedakan mana yang berizin dan mana yang ilegal. Bhima menilai, jika jumlah penyelenggara yang berizin sedikit, masyarakat bisa lebih mudah mengetahui mana yang legal.

Adapun, dikutip dari laman resmi OJK, per 9 Maret 2023, terdapat 102 (seratus dua) penyelenggara P2P lending yang memiliki izin OJK.

AFPI: Baik Untuk Industri

Di sisi lain, menanggapi rencana yang ada, Asosiasi Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai rencana moratorium tersebut baik untuk industri fintech P2P lending.

Ketua Bagian Hukum, Etika, dan Perlindungan AFPI, Ivan Nikolas Tambunan, sebagaimana dikutip dari Kompas, mengatakan pencabutan moratorium tersebut dapat mengurai dampak fintech ilegal. Sebab, adanya pembatasan izin bagi pemain baru malah menimbulkan kecenderungan menjadi ilegal.

“Banyaknya pemain baru yang mau masuk, tetapi akhirnya enggak bisa, tentu akan ada kecenderungan malah menjadi ilegal,” terang Ivan. 

Oleh karenanya Ivan mengatakan para pemain baru dalam bisnis fintech juga harus diseleksi dengan menerapkan standar yang ada dalam Peraturan OJK terbaru, baik dari segi permodalan hingga sistem bisnis.

Pencabutan moratorium, dikatakan oleh Ivan, berpotensi membuka peluang bagi pemain baru yang memiliki ide-ide inovatif untuk bergabung dalam industri fintech. Dengan kata lain, langkah ini dapat mendorong perkembangan industri fintech.

“Sekarang, kalau misalnya di moratorium padahal ada pemain baru yang kompetitif malah jadi enggak bisa (menerapkan inovasinya),” jelas Ivan. 

Ivan tidak menganggap masalah banyaknya pemain baru yang ingin memasuki industri fintech. Menurutnya, yang lebih penting adalah memiliki persaingan yang sehat. 

Menurut Ivan, jika industri tersebut ditutup dengan moratorium, persaingannya akan menjadi tidak sehat. Oleh karena itu, Ivan berpendapat bahwa setiap pemain harus memiliki keunggulan yang berbeda satu sama lain.

Regulasi Perizinan Penyelenggara Pinjol

Saat ini, regulasi perizinan penyelenggara pinjol atau P2P lending diatur dalam Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK No. 10/POJK/05/2022).

Dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) POJK tersebut disebutkan bahwa penyelenggara yang akan melaksanakan kegiatan usaha harus memperoleh izin usaha dari OJK. 

Setelah izin diperoleh, maka penyelenggara diwajibkan untuk mengajukan permohonan pendaftaran sebagai penyelenggara sistem elektronik kepada instansi berwenang.

Adapun, dalam POJK No. 10/POJK/05/2022 kemudian diatur dokumen-dokumen yang harus dilampirkan dalam pengajuan permohonan izin usaha kepada OJK. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) POJK tersebut, dokumen yang harus dilampirkan sedikitnya meliputi:

  1. Salinan akta pendirian badan hukum disertai dengan bukti pengesahan oleh instansi yang berwenang;
  2. Salinan akta perubahan anggaran dasar disertai dengan bukti persetujuan, dan/atau surat penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang, jika ada;
  3. Daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham sampai dengan pemegang saham terakhir dan/atau pemilik manfaat dan daftar perusahaan lain yang dimiliki oleh pemegang saham; 
  4. Data pemegang saham; 
  5. Fotokopi surat pemberitahuan pajak tahunan 2 (dua) tahun terakhir sebelum dilakukannya penyertaan modal bagi calon pemegang saham orang perseorangan;
  6. Dokumen lain yang menunjukkan kemampuan keuangan serta sumber dana bagi calon pemegang saham orang perseorangan; 
  7. Fotokopi bukti pelunasan modal disetor; 
  8. Dokumen yang membuktikan bahwa modal disetor tidak berasal dari pinjaman; 
  9. Data anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris; 
  10. Bukti sertifikat kompetensi kerja dari lembaga sertifikasi profesi di bidang teknologi finansial yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan untuk Direksi dan Dewan Komisaris;
  11. Bukti kesiapan operasional yang mendukung kegiatan usaha; 
  12. Studi kelayakan usaha untuk 3 (tiga) tahun pertama;
  13. Tambahan dokumen bagi Penyelenggara berdasarkan Prinsip Syariah;
  14. Konfirmasi dari otoritas pengawas di negara asal pihak asing, jika terdapat penyertaan langsung oleh badan hukum asing yang memiliki otoritas pengawas di negara asalnya; dan
  15. Bukti pelunasan pembayaran biaya perizinan dalam rangka pemberian izin usaha. 

 

SS

Dipromosikan