Aturan Turunan Pajak Natura Masih Digodok, Apa yang Diatur?

Aturan Turunan Pajak Natura Masih Digodok, Apa yang Diatur?
Image Source: hl.co.uk

Aturan Turunan Pajak Natura Masih Digodok, Apa yang Diatur?

Berdasarkan nilai kepantasan tersebut, dalam PMK akan diatur batasan secara spesifik mengenai jenis-jenis natura atau kenikmatan yang dianggap sebagai objek pajak.”

Dikabarkan saat ini aturan turunan terkait pajak natura sudah sampai ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan sedang dalam tahap harmonisasi.

Kabar tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Suryo Utomo yang menyebutkan bahwa aturan turunan tersebut nantinya akan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK), sebagaimana dilansir dari Bisnis.com (22/5/2023).

Suryo menyatakan bahwa saat ini proses penyusunan PMK terkait dengan natura dan efek perpajakan sedang berlangsung untuk disesuaikan dengan Kemenkumham. Pernyataan ini disampaikan oleh Suryo dalam konferensi pers yang digelar secara virtual Senin (22/5/2023) kemarin dalam rangka membahas APBN.

Proses harmonisasi yang dilakukan ialah penyelarasan peraturan perundang-undangan yang dilakukan untuk memastikan kesesuaian dengan prinsip-prinsip hukum dan peraturan yang berlaku.

Suryo juga menyatakan bahwa setelah proses harmonisasi selesai, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan memberikan detail dan isu terkait implementasi salah satu objek pajak penghasilan ini. 

Adapun, tujuan dari pajak natura adalah mendorong pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) secara adil dan netral terhadap imbalan yang diberikan.

Asal Usul Pajak Natura/Kenikmatan

Pajak natura bukanlah pajak baru, melainkan merupakan bagian dari PPh yang sudah ada. 

Namun, pengaturannya kembali diatur dalam rangka reformasi perpajakan dengan landasan hukum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP No. 55 Th 2022).

Pasal 4 ayat (1) UU HPP menyatakan bahwa penggantian atau imbalan yang diterima dalam bentuk pekerjaan atau jasa, termasuk penggantian natura dan/atau kenikmatan, merupakan objek PPh.

Natura sendiri didefinisikan sebagai barang yang sebenarnya, bukan dalam bentuk uang (tentang pembayaran), sebagaimana dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Adapun, melansir dari Liputan6.com (10/5/2023), Staf Ahli Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, mengungkapkan asal-usul penarikan pajak natura atau pajak atas fasilitas yang diberikan perusahaan kepada karyawan.

Pras menyatakan bahwa penarikan PPh atas natura/kenikmatan adalah langkah pemerintah untuk mengatasi praktik perusahaan yang menghindari pajak dengan memberikan fasilitas kepada pegawai. 

Penarikan ini dilakukan karena adanya praktik pemberian fasilitas kepada pegawai yang memiliki nilai ekonomis, seperti kendaraan mewah atau rumah mewah sebagai upaya untuk mengurangi PPh badan atau  perusahaan yang harus dibayarkan. 

Dengan penerapan pajak natura kepada pegawai yang menerima fasilitas dari perusahaan, diharapkan praktik tersebut dapat ditertibkan.

Baca Juga: Pajak Natura dalam UU HPP, Tanggungan Perusahaan atau Karyawan?

Muatan yang Diatur dalam Aturan Turunan

Meskipun telah ada pengaturan mengenai natura dalam PP No. 55 Th 2022, masih dibutuhkan ketentuan teknis yang lebih rinci. 

Pada Media Briefing yang diadakan pada Minggu (11/5/2023), dilansir dari pajak.com (12/5/2023), Suryo sempat memberikan beberapa detail terkait ketentuan pajak natura dan kenikmatan yang akan diatur dalam PMK.

Menurut penjelasan Suryo, alat kerja tidak akan dikenakan pajak natura. Adapun, penerapannya berhubungan dengan nilai kepantasan yang diterima pekerja atau pegawai dari perusahaan.

Berdasarkan nilai kepantasan tersebut, dalam PMK akan diatur batasan secara spesifik mengenai jenis-jenis natura atau kenikmatan yang dianggap sebagai objek PPh.

“Natura ini kan ada yang memberi dan menerima. Jenisnya sudah ada, alat kerja tidak akan dikenakan tapi ada semacam batasan,” jelas Suryo. Oleh karenanya, secara khusus dalam aturan ini pemerintah akan mengatur fasilitas yang bakal dikenakan pajak natura. 

Adapun, secara jenisnya, natura terbagi menjadi dua yaitu: natura yang merupakan penghasilan dan bukan penghasilan. Pasal 6 ayat (1) UU HPP mengatur bahwa terdapat lima kategori natura/kenikmatan yang tidak dianggap sebagai objek PPh.

Kategori tersebut meliputi penyediaan makanan/minuman untuk seluruh pegawai, natura dan/atau kenikmatan di daerah tertentu, natura/kenikmatan yang merupakan keharusan pekerjaan (seperti alat keselamatan kerja atau seragam), natura/kenikmatan yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta natura/kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu.

 

SS

Dipromosikan