Dinilai Tidak Adil, Dasar Kontrak Asuransi Digugat ke MK

Dinilai Tidak Adil, Dasar Kontrak Asuransi Digugat ke MK
Image Source: bencrump.com

Dinilai Tidak Adil, Dasar Kontrak Asuransi Digugat ke MK

“Di hadapan Hakim Konstitusi, Leonardo mengemukakan bahwa Pasal 251 rentan disalahgunakan oleh perusahaan asuransi yang tidak bertindak dengan itikad baik dan penerapannya tidak adil bagi pihak tertanggung.”

Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang mengatur dasar kontrak asuransi diajukan untuk pengujian materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Melansir dari Bisnis.com (30/52023), pengajuan uji materiil tersebut dimohonkan oleh seorang karyawan swasta bernama Leonardo Siahaan. Sidang Pemeriksaan Pendahuluan pun telah diselenggarakan kemarin, Senin (29/5/2023).

Dalam persidangan, sebagaimana dilansir dari mkri.id (30/52023), pemohon menyampaikan alasan kerugian konstitusional yang potensial dialaminya.

Pada awalnya, pemohon yang berkeinginan membuat asuransi melakukan studi tentang peraturan-peraturan asuransi agar dapat menghindari penipuan oleh perusahaan asuransi. Setelah pemohon membaca isi dan memahami makna Pasal 251, ia khawatir terkait penerapan Pasal 251 yang mengatur dasar kontrak asuransi.

Di hadapan Hakim Konstitusi, Leonardo mengemukakan bahwa Pasal 251 KUHD rentan disalahgunakan oleh perusahaan asuransi yang tidak bertindak dengan itikad baik dan penerapannya tidak adil bagi pihak tertanggung.

Dalam petitum yang dikutip dari mkri.id (30/5/2023), pemohon meminta Hakim Konstitusi untuk menyatakan bahwa Pasal 251 KUHD bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Pasal 251 KUHD sebagai Dasar Kontrak Asuransi 

Mengutip dari ifg-life.id, kontrak asuransi adalah perjanjian di mana perusahaan asuransi setuju untuk menanggung risiko yang dialami oleh nasabah atau tertanggung. Sebagai gantinya, nasabah harus membayar premi kepada perusahaan asuransi tersebut.

Berdasarkan buku “Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia” yang ditulis oleh Purwosutjipto, untuk menjadikan asuransi atau pertanggungan sah sebagai suatu perjanjian, harus dipenuhi syarat-syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Pasal 251 KUHD. 

Pasal 251 KUHD mengharuskan adanya pemberitahuan tentang semua keadaan yang diketahui oleh tertanggung mengenai objek pertanggungan.

Pasal ini, menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, dalam Buku “Hukum Pertanggungan”, bertujuan untuk melindungi penanggung dan mencegah transfer risiko yang tidak adil kepadanya. 

Dalam Pasal 251 KUHD, tidak dipertimbangkan apakah tertanggung memiliki niat baik atau tidak. Hal ini berarti penyembunyian suatu keadaan tentang benda pertanggungan tidak menjadi masalah, baik itu disengaja atau karena tertanggung menganggap keadaan tersebut tidak penting. 

Mengenai hal ini, Pemohon yakni Leonardo menilai penerapan Pasal 251 KUHD tidak adil, karena hanya memberikan beban kewajiban kepada tertanggung. Menurutnya, kedua belah pihak baik tertanggung maupun penanggung, seharusnya memiliki posisi yang sama dalam perjanjian asuransi.

Adapun, dalam penerapan Pasal 251 KUHD tertanggung wajib mengungkapkan fakta-fakta material kepada penanggung. Selain itu, penanggung juga berkewajiban memberikan pemberitahuan atau informasi terkait kepastian jaminan ganti rugi dan penolakan klaim terhadap objek asuransi saat terjadi kejadian.

Tanggapan dan Nasihat Hakim Konstitusi

Masih dikutip dari mkri.id, dalam menanggapi permohonan dari Leonardo, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengusulkan perbaikan pada materi atau pasal yang sedang diuji. Wahiduddin juga meminta Pemohon untuk memperbaiki dasar pengujian yang mengacu pada UUD NRI 1945.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Suhartoyo meminta Pemohon untuk memperkuat legal standing dan memperkuat argumentasinya. 

Menurutnya, Pemohon dalam menjelaskan kedudukan hukumnya mengemukakan kerugian hak konstitusional yang bersifat potensial. Namun dalam penjelasannya, Pemohon menyatakan bahwa ia sebagai pihak yang akan menandatangani kontrak asuransi sebagai pihak tertanggung.

“Untuk memperkuat argumen tersebut, sebaiknya disampaikan bukti apakah Anda telah mengisi formulir permohonan sebagai pihak tertanggung dalam perusahaan asuransi tertentu,” ujar Suhartoyo.

Terakhir, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyatakan bahwa Pemohon perlu memperkuat posita atau alasan dalam permohonannya. Sebelum menutup persidangan, Daniel memberikan Pemohon tenggang waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya.

 

SS

Dipromosikan