Tak Ada Kabar, Bagaimana Nasib Cukai Plastik dan Minuman Kemasan?

Tak Ada Kabar, Bagaimana Nasib Cukai Plastik dan Minuman Kemasan?
Image Source: Tirto.ID

Tak Ada Kabar, Bagaimana Nasib Cukai Plastik dan Minuman Kemasan?

“Menurut Prianto, perhatian harus diberikan pada pertimbangan nonpolitik terkait penerapan cukai plastik dan minuman kemasan. Sebab, cukai merupakan bagian dari pajak konsumsi yang harus ditanggung oleh masyarakat.”

Rencana penerapan cukai plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK) atau minuman kemasan yang sebelumnya direncanakan untuk tahun 2024 berisiko ditunda kembali. 

Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan dilaksanakan tahun depan diperkirakan akan menjadi kendala bagi pemerintah dalam memperluas cakupan barang kena cukai.

Baca Juga: Cukai Plastik dan Minuman Berpemanis Bakal Ditunda Hingga 2023

Melansir dari Bisnis.com (6/6/2023), dalam dokumen Kerangka Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) yang menjadi dasar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, pemerintah mempertimbangkan penerapan cukai pada produk plastik dan minuman kemasan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan perpajakan. 

Penundaan penerapan cukai pada produk plastik dan MBDK menjadi kemungkinan yang nyata. Hal ini didukung dengan pendapat Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono.

Prianto mengungkapkan bahwa terdapat kemungkinan kebijakan ekstensifikasi cukai plastik dan MBDK untuk kembali ditunda. Ia mengatakan, pertimbangan rasional dari pembuat kebijakan menjadi dasar kemungkinan tersebut. Terlebih lagi, tahun 2024 akan menjadi tahun politik yang kompleks. 

Menurutnya, komitmen pemerintah dalam penerapan kebijakan menjadi dipertanyakan karena adanya pertarungan kepentingan yang kuat di tahun politik tersebut.

Tantangan Penerapan Kebijakan Cukai Plastik dan Minuman Kemasan

Adapun, Prianto memaparkan bahwa faktor-faktor seperti tahun politik dan kebijakan yang tidak populer di tahun 2024 dapat menjadi alasan utama untuk menunda penerapan kebijakan cukai plastik dan minuman kemasan.

“Tahun politik dan kebijakan nonpopulis di tahun 2024 dapat menjadi faktor pendukung utama untuk menunda kebijakan cukai bagi kedua objek,” jelas Prianto, sebagaimana dikutip dari Bisnis.com.

Menurut Prianto, perhatian harus diberikan pada pertimbangan nonpolitik terkait penerapan cukai plastik dan minuman kemasan. Sebab, cukai merupakan bagian dari pajak konsumsi yang harus ditanggung oleh masyarakat. 

Salah satu pertimbangannya adalah dampak terhadap daya beli masyarakat akibat peningkatan nilai konsumsi. 

Masih dilansir dari Bisnis.com, Fajry Akbar, peneliti perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), ikut mengungkapkan kekhawatirannya mengenai pelaksanaan kebijakan ini pada tahun politik 2024. 

Meskipun demikian, ia mengakui bahwa implementasi kebijakan tersebut masih dimungkinkan jika mendapat dukungan kuat dari masyarakat. 

Fajry menekankan terkait administrasi dan sosialisasi kepada pelaku usaha untuk melaksanakan kebijakan harus dipersiapkan dengan matang.

“Dari segi administrasi perlu disiapkan, apalagi ini cukai bukan pajak, berbeda. Dalam cukai ada pemeriksaan fisik dan sebagainya. Administrasinya pun berbeda, seperti rokok atau minuman beralkohol ada pita dan cukainya sebagai bukti pelunasan,” tutur Fajry.

Pelaksanaan yang Berlarut-Larut

Sebelumnya, penerapan kebijakan cukai direncanakan untuk diterapkan pada tahun ini. Namun, mengutip dari Bisnis.com, DJBC kembali menunda perluasan objek cukai pada produk plastik dan minuman kemasan sebagaimana ditegaskan oleh Dirjen Bea Cukai, Askolani, pada awal tahun ini.

Askolani menyatakan bahwa belum ada rencana untuk menerapkan kebijakan tersebut. Padahal, target penerimaan cukai sebesar Rp4,06 triliun dari produk plastik dan MBDK pada tahun 2023 telah dirinci pada Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian APBD Tahun Anggaran 2023.

Sehingga, Menteri Keuangan Sri Mulyani, merencanakan kembali perluasan barang kena cukai yang termaktub dalam dokumen KEM PPKF untuk diterapkan pada 2024.

Hal ini sempat menjadi sorotan beberapa pihak. Sebagaimana diberitakan oleh Bisnis.com (14/2/2023), Anggota Komisi XI DPR RI, Misbakhun, merasa geram dengan pelaksanaan kebijakan yang terhambat.

Meskipun DPR telah memberikan persetujuan sejak 2018, namun implementasinya masih belum dilaksanakan hingga saat ini. Misbakhun bahkan mencurigai adanya upaya lobi dari pelaku industri yang menjadi alasan di balik penundaan tersebut.

Menanggapi hal tersebut, DJBC memberikan respons bahwa kondisi di lapangan dan ekonomi belum memungkinkan untuk melaksanakan kebijakan tersebut. 

Namun, pihak DJBC menjelaskan bahwa keputusan tersebut telah disesuaikan dengan turunan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tersebut, perluasan objek cukai dibahas dalam proses penyusunan rancangan Undang-Undang APBN setiap tahun.

SS

Dipromosikan