Tok! Mahkamah NSW Tolak Upaya Hukum Atas Kasus Pailit Garuda

Tok! Mahkamah NSW Tolak Upaya Hukum Atas Kasus Pailit Garuda
Image Source: abc.net.au

Tok! Mahkamah NSW Tolak Upaya Hukum Atas Kasus Pailit Garuda

Sebagai akibatnya, perusahaan berhak untuk meminta biaya pemulihan yang timbul di tingkat banding tersebut.”

Dalam perkembangan terbarunya, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) mengumumkan bahwa pengadilan tertinggi di New South Wales (NSW) Australia telah menolak banding yang diajukan oleh Greylag Goose Leasing 1410 dan Greylag Goose Leasing 1446 (Greylag Cs) pada Rabu (14/6/2023) kemarin.

Greylag Cs mengajukan banding atas putusan pengadilan NSW mengenai gugatan winding up application (kepailitan) terhadap maskapai penerbangan milik BUMN tersebut.

Baca Juga:  Garuda Indonesia Digugat Pailit (Lagi), Bagaimana Nasibnya?

Dalam informasi yang disampaikan oleh Direktur Utama (Dirut) GIAA, Irfan Setiaputra, disebutkan bahwa putusan tersebut merupakan kemenangan bagi Garuda Indonesia di tingkat banding. 

Sehingga, sebagaimana dilansir dari  Bisnis.com (19/6/2023), sebagai akibatnya, perusahaan berhak untuk meminta biaya pemulihan yang timbul di tingkat banding tersebut.

Terkait hal ini, Irfan menambahkan bahwa keputusan yang ada tidak akan berdampak secara langsung dan materiil terhadap operasional perusahaan.

Gugatan Pailit Terhadap PT Garuda

Mengutip dari rowebristol.com.au, winding up application adalah istilah hukum yang merujuk pada permohonan yang diajukan oleh seseorang, seperti kreditur, direktur, atau pemegang saham, kepada pengadilan untuk melikuidasi (menghentikan operasional) suatu perusahaan dan menyatakan perusahaan tersebut pailit.

Situasi ini dapat terjadi karena berbagai sebab, termasuk ketidakmampuan perusahaan yang berutang untuk memenuhi tuntutan dari pihak kreditur, keputusan perusahaan itu sendiri untuk dilikuidasi melalui pengadilan dengan menggunakan resolusi khusus, atau berdasarkan keputusan pengadilan lainnya.

Sebagaimana diberitakan oleh Bisnis.com, Greylag Cs setidaknya telah mengajukan gugatan dan banding di 3 (tiga) wilayah hukum terhadap Garuda Indonesia. Gugatan ini salah satunya diajukan kepada pengadilan tertinggi di New South Wales, Australia. 

Pada saat itu, Pengadilan Tinggi NSW mengabulkan pembelaan foreign state immunity yang diajukan oleh perusahaan, sehingga gugatan winding up yang diajukan oleh Greylag 1410 dan Greylag 1446 dihentikan. 

Meskipun demikian, Greylag Cs tidak puas dengan putusan tersebut dan mengajukan banding, namun banding tersebut akhirnya ditolak seperti yang telah diberitakan.

Selain itu, Garuda Indonesia juga telah memenangkan beberapa proses hukum lainnya terkait gugatan yang dilayangkan oleh Greylag Cs. 

Beberapa proses tersebut mencakup permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan gugatan judicial liquidation terhadap anak perusahaan Garuda, yakni Garuda Indonesia Holiday France (GIHF).

Baca Juga: Garuda Berencana Lakukan Private Placement Pasca Digempur Gugatan oleh Kreditur

Hal ini memperkuat posisi hukum Garuda Indonesia dan menegaskan landasan hukum restrukturisasi yang telah dirampungkan oleh perusahaan dengan adanya penerbitan surat utang dan sukuk baru  pada akhir tahun lalu.

Melansir dari CNN Indonesia (31/12/2022), penerbitan surat utang dan sukuk baru ini merupakan bagian dari langkah korporasi strategis untuk mencapai tanggal efektif berdasarkan perjanjian perdamaian yang dihomologasi oleh Pengadilan Niaga pada tanggal 27 Juni 2022.

Adapun terhadap Greylag Cs, PT Garuda Indonesia Tbk akan tetap melanjutkan konversi utang Greylag Cs sesuai dengan putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Garuda Laporkan Penurunan Utang

Melansir dari katadata.co.id (13/6/2023), Garuda melaporkan penurunan utang sebesar 50% (lima puluh persen) hingga kuartal pertama tahun ini setelah berhasil mendapatkan homologasi atau kesepakatan pembayaran utang melalui PKPU. 

Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR, Dirut Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, menjelaskan bahwa utang perusahaan saat ini yang tersisa sebesar Rp76,5 triliun, dibandingkan dengan beban utang sebesar Rp 142,42 triliun kepada sebelum adanya kesepakatan PKPU.

Sebagaimana dikutip dari katadata.co.id, Irfan menekankan bahwa sisa utang ini akan menjadi fokus utama GIAA ke depannya. 

Menurut Irfan, perseroan berhasil mengurangi utang melalui negosiasi penundaan utang dengan pihak lessor dan perbankan. Hal ini menyebabkan penurunan utang perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana disebutkan. 

Meskipun demikian, Irfan mengaskan bahwa Garuda Indonesia masih harus mengatasi isu going concern untuk memastikan keberlanjutan operasional perusahaan ke depannya.

 

SS

 

Dipromosikan