Mulai Juli Bayar MRT Tak Bisa Lagi Pakai GoPay Cs, Ada Apa?

Mulai Juli Bayar MRT Tak Bisa Lagi Pakai GoPay Cs, Ada Apa?
Image Source: jakartamrt.co.id

Mulai Juli Bayar MRT Tak Bisa Lagi Pakai GoPay Cs, Ada Apa?

Penghapusan sejumlah metode pembayaran tersebut disebabkan karena kontrak kerja sama antara PT MRT Jakarta dan mitra e-wallet tersebut telah berakhir.”

PT Mass Rapid Transit Jakarta (Perseroda) (PT MRT Jakarta) melakukan penyesuaian sistem pembayaran perjalanannya. Mulai Juli 2023, perusahaan akan memberlakukan sistem pembayaran baru yang menghapus sejumlah metode pembayaran.

Melansir dari pikiran-rakyat.com (27/6/2023), dalam penyesuaian tersebut, pembayaran dengan kode QR melalui beberapa platform seperti GoPay, Ovo, Dana, dan LinkAja akan dihapuskan.

Baca Juga: Spin Off dari GOTO, GoPay Akan Jadi Perusahaan Sendiri?

Namun, penumpang masih dapat menggunakan kartu multi trip, single trip, JakLingko, dan beberapa jenis kartu uang elektronik, seperti Brizzi, Flazz, e-Money, Tapcash, dan Jakcard. 

Adapun untuk pembayaran dengan kode QR melalui aplikasi MRT-J, hanya AstraPay, i.Saku, dan blu yang masih dapat digunakan. Penyesuaian ini berlaku mulai 1 Juli 2023.

Penghapusan sejumlah metode pembayaran MRT tersebut, disampaikan oleh Corporate Secretary Division Head PT MRT Jakarta, Ahmad Pratomo. Ahmad mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan karena kontrak kerja sama antara PT MRT Jakarta dan mitra e-wallet tersebut telah berakhir.

Mengenai pengakhiran kontrak, Ahmad menyebutkan bahwa para mitra tersebut memiliki pertimbangannya sendiri. Meskipun demikian, Ahmad menyatakan masih terdapat kemungkinan untuk melanjutkan kerja sama di masa mendatang.

Ketentuan Pembayaran MRT Baru Diprotes

Sementara itu, masih dilansir dari pikiran-rakyat.com (27/6/2023), penghapusan sistem pembayaran dengan dompet digital menuai beragam reaksi dari warganet. 

Banyak dari mereka merasa kesal dan terbebani dengan aturan baru tersebut, sebab sebagian menyatakan bahwa pembayaran menggunakan dompet digital sangat memudahkan mereka, terutama dalam kesibukan di ibu kota. 

Dengan dihapusnya metode pembayaran yang mainstream ini, mereka merasa terbebani. Beberapa warganet bahkan mengaku malas untuk naik MRT setelah penerapan aturan baru ini. 

Lebih lanjut, muncul spekulasi bahwa perubahan ini terkait dengan praktik monopoli, dengan dasar penghapusan beberapa metode pembayaran yang dimiliki oleh perusahaan swasta. Spekulasi ini timbul karena PT MRT Jakarta merupakan badan usaha milik daerah (BUMD).

Praktik monopoli, sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999), merujuk pada situasi di mana satu atau lebih pelaku usaha menguasai produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa tertentu secara eksklusif yang menyebabkan terganggunya persaingan usaha yang sehat dan berpotensi merugikan kepentingan umum.

Mengenai Hubungan Kemitraan

Adapun, seperti yang telah disebutkan, bahwa penghapusan sistem pembayaran yang ada disebabkan oleh berakhirnya kontrak kerja sama atau kemitraan dalam dunia bisnis.

Secara hukum, definisi mengenai kemitraan dapat mengacu pada definisi dalam  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU No.20/2008), sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU No.6/2023).

Kemudian, peraturan turunannya diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (PP No.7/2021).

Pasal 1 angka 13 UU No.20/2008 mengatur bahwa kemitraan merupakan kerja sama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah dengan usaha besar.

Pada praktiknya, dengan UU No.20/2008 dan PP No.7/2021 juga mengatur bentuk kemitraan.

Melalui UU No.20/2008 dan PP No.7/2021, kemitraan dapat dilaksanakan melalui pola-pola berikut:

  1. Inti-plasma, yaitu pola kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dan perusahaan sebagai inti melibatkan kesepakatan antara kedua pihak terkait hak dan kewajiban dalam pelaksanaan kerja sama tersebut.
  2. Subkontrak, yaitu pengalihan sebagian pekerjaan atau produksi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan bagian tertentu dari kegiatan usaha.
  3. Waralaba (franchise), yaitu pemberian hak kepada pihak lain untuk menggunakan merek dagang, sistem, dan produk tertentu dalam operasional usaha mereka.
  4. Perdagangan umum, yaitu kerjasama dalam bidang distribusi, penjualan, dan pemasaran produk antara perusahaan.
  5. Distribusi dan keagenan, yaitu kerjasama dalam kegiatan distribusi dan pemasaran produk tertentu melalui perusahaan agen atau distributor.
  6. Bentuk-bentuk kemitraan lainnya, seperti bagi hasil, kerja sama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberdayaan atau outsourcing.

Larangan dalam Pelaksanaan Kemitraan

Selain itu, dalam Pasal 35 UU No.20/2008 juga diatur larangan dalam pelaksanaan kemitraan. Pasal tersebut menyatakan bahwa tidak diperbolehkan bagi usaha besar untuk memiliki atau menguasai UMKM sebagai mitra usahanya dalam kemitraan.

Berdasarkan penjelasan dalam UU No.6/2023, maksud dari “memiliki” adalah adanya peralihan kepemilikan secara yuridis atas badan usaha/perusahaan dan/atau aset atau kekayaan yang dimiliki UMKM oleh usaha besar.

Sementara itu, makna dari “menguasai” adalah adanya peralihan penguasaan secara yuridis atas kegiatan usaha yang dijalankan dan/atau aset atau kekayaan dimiliki UMKM oleh usaha besar.

Kemudian, Pasal 117 PP No.7/2021 menyatakan bahwa kemitraan wajib disertai dengan perjanjian kemitraan yang ditulis dengan bahasa Indonesia atau bahasa asing jika salah satu pihak berasal dari luar negeri.

Adapun muatan dari perjanjian kemitraan paling tidak mencakup identitas para pihak, kegiatan usaha, hak dan kewajiban para pihak, bentuk pengembangan, jangka waktu kemitraan, jangka waktu dan mekanisme pembayaran, dan penyelesaian perselisihan.

 

SS

Dipromosikan