PUPR Godok Aturan Harga Rusun Subsidi, Bakal Lebih Murah?

PUPR Godok Aturan Harga Rusun Subsidi, Bakal Lebih Murah?
Image Source: pu.go.id

PUPR Godok Aturan Harga Rusun Subsidi, Bakal Lebih Murah?

“Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah menggodok aturan baru terkait aturan batasan harga dan luas rumah susun (rusun) bersubsidi. Aturan ini tengah dibahas bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu).” 

Direktur Jenderal (Dirjen) Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna menjelaskan aturan baru ini nantinya akan mencakup soal harga acuan hunian vertikal bersubsidi.

Perlu diketahui, saat ini baru rumah tapak saja yang sudah diatur melalui Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023 tentang Batasan Luas Tanah, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak dalam Pelaksanaan Kredit/Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan (Kepmen PUPR No.689/2023).

“Kalau (aturan) sebelumnya mencampur (harga acuan) rumah tapak dan susun. Ini baru (aturan) yang rumah tapak. Jadi jangan ‘kok rumah susun tidak?’, itu masih dalam proses,” ujar Herry, melansir dari liputan6.com (23/7/2023). 

Saat ini, Kemenkeu masih merumuskan aturan untuk pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN), sehingga harga rusun dapat lebih terjangkau. 

“Untuk aturan rumah vertikal masih dibahas dengan Kemenkeu. Semoga nanti bisa segera terbit sehingga bisa kita dorong, selain rumah tapak juga rumah subsidi yang di perkotaan,” ujar Herry. 

Rusun Dibanderol dengan Harga Tinggi 

Melansir dari bisnis.com (22/7/2023), Herry tak menampik bahwa hunian vertikal di perkotaan dibanderol dengan harga yang tinggi. Hal ini menjadi tantangan besar di sektor perumahan, padahal rusun bisa menjadi solusi backlog perumahan di perkotaan. 

Saat ini, permintaan hunian vertikal terus mengalami penurunan lantaran harganya kian melonjak hingga dua kali lipat dibandingkan dengan harga rumah tanpa subsidi. 

Baca Juga: Batas Harga Rumah Subsidi Naik, Berikut Rincian Harganya!

“Kenapa kok jumlahnya kecil? Karena kemampuan mencicilnya di perkotaan yang tadinya bisa mencicil di landed, ketika rumahnya vertikal, nggak bisa milih dia karena harganya dua kali lipat (dari rumah tapak subsidi),” papar Herry. 

Skema Kepemilikan Rumah Staircasing Shared Ownership

Selain menggodok regulasi batasan harga, PUPR bersama dengan stakeholder perumahan juga dalam tahap diskusi untuk menyelesaikan skema kepemilikan rumah staircasing shared ownership (SSO). 

Dengan skema ini, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bisa memiliki hunian secara bertahap dengan konsep share equity. Artinya, kepemilikan rumah dibagi dua antara konsumen dengan penjual selama cicilan berlangsung. 

Skema tersebut dapat membuat cicilan yang harus dibayarkan konsumen menjadi lebih kecil, kendati mereka juga perlu membayar sewa kepada pengembang. Namun, Herry menegaskan skema ini jauh lebih murah daripada KPR umumnya.

“Jadi KPR-nya kita bagi, pertama KPR-nya 25 persen sehingga cicilan KPR-nya 25 persen dari harga yang semula, tetapi di 75 persennya ini harus sewa,” jelas  Herry. 

Herry menyampaikan bahwa aturan baru penyesuaian harga rumah susun subsidi ini pun perlu dibuat lantaran menurutnya harganya sudah tidak relevan dengan saat ini. Hal ini pun penting dalam realisasi program SSO. Karena, selain skema pembayaran, masyarakat juga memerlukan dukungan sumber pembiayaan. 

“Untuk bisa diterapkan staircasing itu satu butuh rumahnya, kedua butuh aturan pajaknya yang tadi lagi dibuat. Karena hari ini harga rumah vertikal diatas Rp250 juta. Sementara di aturan yang lama cuma Rp150 jutaan jadi makin lama makin nambah lagi nantinya,” tutup Herry. 

AP 

Dipromosikan