JPMI Berharap UU Produk Halal Dapat Melindungi Konsumen Muslim

Ada banyak hal positif dalam UU Jaminan Produk Halal.

Sumber Foto: http://www.jpmi-jakarta.org

Wakil Ketua Umum Jaringan Pengusaha Muslim Islam (JPMI) DKI Jaya, Lutfiel Hakim berharap Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dapat memberikan perlindungan secara khusus bagi konsumen muslim. Terlebih lagi, hal itu juga sesuai dengan salah satu fungsi JPMI, yaitu advokasi mengenai industri halal.

“Nah itu UU JPH dibutuhkan untuk melindungi konsumen muslim. Oleh karena itu JPMI bersikap sangat positif dan mendorong supaya pelaksanaannya bagus. Itu sesuai dengan komisi JPMI juga untuk advokasinya sebab adanya hak konsumen,” terangnya kepada Klik Legal melalui sambungan telepon, Senin (4/7) di Jakarta.

Lutfiel menambahkan sambutan baik JPMI terhadap UU JPH ini karena melihat perkembangan industri di Indonesia saat ini bergantung pada teknologi pangan. Untuk itu, ia berharap setiap produsen harus bisa menjaga produksinya dan lebih hati-hati dalam memperoleh sumber-sumber produk yang tidak halal terlebih berasal dari negara non muslim.

“Ini langkah bagus mengingat industri sekarang tidak bisa lepas dari teknologi pangan. Di teknologi pangan ini ada inovasi-inovasi produk yang bisa saja sumbernya tidak berasal dari sumber-sumber yang halal secara sifatnya. Artinya misalnya kita bicara pengembang kue itu ada yang dicover dari bahan babi, nah itu yang perlu kita pahami bersama,” katanya.

“Yang kedua karena sumber teknologi sekarang tidak berasal dari negara muslim tapi dari Eropa, Cina, atau sebagainya yang mana notabanenya mereka tentunya punya standar yang berbeda. Kita sebagai muslim perlu menjaga makanan kita dari hal-hal yang tidak dihalalkan oleh agama,” tambahnya.

Lebih lanjut, Lutfiel menyarankan kepada semua konsumen muslim sudah sepatutnya agar lebih selektif dalam mengkonsumsi produk makanan yang datang dari negara non muslim, terlebih lagi agar bisa menghindarinya.

“Adanya UU JPH itu hanya menguatkan saja, menguatkan orang untuk dilindungi. Tapi kan keputusan membeli atau tidak membeli kan ada di konsumen, bukan ada di undang-undang. Apa boleh kalau mau menjual, tetapi mereka nggak pegang label halal, terus orang muslim mau beli? boleh. Karena kan itu uang dia,” ujarnya.

“Itu dari sudut pandang konsumen, harusnya paham konsumen muslim itu. Apapun produk yang datang dari mananpun terutama dari negara non muslim dan kita sudah ketahui penjualnya non muslim, jangan, hindari produknya,” ujar chairman di Indonesia Halal Center (IHC).

Dalam hal ini, Lutfiel melihat banyak hal positif yang didapat dari adanya UU JPH ini. Pertama, dapat membuka peluang yang sangat bagus untuk peluang bisnis. Kedua, sangat berkesesuaian dengan tren ekonomi Islam saat ini dan sepuluh tahun mendatang. (Baca Juga: BPJPH, Badan Penyelenggara Produk Halal yang Belum Memiliki Kepala).

“Sudah selayaknya (UU JPH-red) untuk didorong untuk diimplementasikan dan dilaksanakan. Segera dibentuk BPJPH-nya juga supaya efektif, bisa bekerja. Dan banyak PR (pekerjaan rumah,-red) yang harus kita garap karena halal industri ini kan bagi Indonesia menjadi pangsa pasar yang besar. Nanti kalau nggak selesai-selesai produk halal dari luar negeri pasti banjir di Indonesia,” katanya.

Ketiga, sebagai pembatas untuk barang-barang yang berasal dari negara asing ingin masuk ke Indonesia. “Karena label halal ini bisa menjadi entry barrier / pembatas bagi produk asing yang ingin masuk itu nggak bisa sembarangan, karena harus sertifikat halal itu,” tukasnya.

(PHB)

Dipromosikan