Sistem Perekaman HKI dalam PP No.20/2017 Dinilai Sebagai Langkah Progresif

Pemilik atau pemegang merek atau hak cipta harus memanfaatkan sistem ini semaksimal mungkin.

Upacara peringatan hari bea dan cukai (ilustrasi). Sumber Foto: http://kwbckepri.beacukai.go.id/

Sekretaris Jenderal Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Justisiari Perdana menilai langkah pemerintah menerapkan sistem perekaman hak kekayaan intelektual (HKI) di Direktorat Bea dan Cukai sebagai sarana pengendalian impor atau ekspor barang yang diduga bajakan sebagai terobosan yang progresif.

Justisiari menyebut sistem perekaman tersebut diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pengendalian Impor atau Ekspor Barang yang Diduga Merupakan atau Berasal dari Hasil Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. “Ada satu hal yang menarik dalam Peraturan Pemerintah ini adalah bahwa ada yang namanya perekaman HKI dan pencegahan,” ujarnya saat dihubungi KlikLegal di Jakarta, Kamis (10/8).

Berdasarkan aturan itu, jelas Justi, pemilik atau pemegang hak merek atau hak cipta dapat mengajukan permohonan tertulis kepada pejabat bea dan cukai untuk pendataan pada sistem perekaman Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. “Jadi misalnya katakan saya Disney,” ujarnya memberi contoh. (Baca Juga: Praktisi Hukum Sayangkan PP No.20/2017 Secara Teknis Hanya Cover Merek dan Hak Cipta).

“Nah, Disney ini mendaftarkan merek-mereknya mulai dari Mickey Mouse, Donald Bebek dan lainnya. Kemudian dicatatkan di sistem pendataan kantor Bea dan Cukai sambil memberitahukan kalau Donald yang asli seperti ini gambarnya, warnanya begini,” ujarnya.

Bahkan, Justi melanjutkan informasi yang disampaikan juga bisa mencakup produsen maupun distributornya. “Dibuat di perusahaan di China oleh PT Guangzou misalnya. Kemudian distributornya di Indonesia itu hanya A dan B. Kalau nanti ada barang buatan bukan dari PT Guangzou dan pengimpornya adalah C dan D, tolong diberitahukan karena bisa jadi itu barang yang palsu,” jelasnya.

“Ada sistem itu sekarang. Ini bagus sekali karena dengan demikian ini akan bisa memberikan upaya-upaya preventif sebelum barang tersebut masuk ke pasaran,” tambah Justi. (Baca Juga: DPR Apresiasi Terbitnya PP Pengendalian Impor atau Ekspor Barang Diduga Bajakan).

Justi menjelaskan upaya pencegahan ini merupakan langkah yang tepat karena apabila barang sudah masuk ke pasaran maka akan merembet ke hal-hal lain dan semakin sulit untuk dihentikan peredarannya. “Nah, dengan (PP,-red) ini tidak seperti itu. Menurut saya ini bagus,” ujarnya.

Lebih lanjut, Justi berharap bahwa sistem ini dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh pemilik merek, sehingga akan sangat berguna untuk mencegah pengeluaran biaya yang sangat besar bila barang tersebut sudah masuk ke pasaran. Menurutnya, upaya pencegahan ini lebih mudah dilakukan.

“Katakanlah Bea dan Cukai ini kurang lebih ada 144 titik untuk masuk barang di Indonesia. Lebih baik kita mencegah di 144 titik daripada harus masuk ke pasaran di Indonesia yang mungkin sudah miliaran pasar jumlahnya. Saya pikir ini langkah yang cukup progresif dan saya sangat mendukung,” tambahnya. (Baca Juga: Mekanisme Penangguhan Barang Impor atau Ekspor Diduga Bajakan Melalui Ketua Pengadilan Dinilai Kurang Efektif).

Justi menuturkan bahwa selaku pengurus MIAP yang fokus pada pemberantasan peredaran barang palsu, mendorong para pemilik atau pemegang hak merek dan hak cipta memanfaatkan sistem ini. “Agar bisa memanfaatkan sistem ini supaya bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mencegah peredaran barang-barang palsu,” tukasnya.

Sebagai informasi, aturan mengenai perekaman ini diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 PP No.20 Tahun 2017. Salah satu kegunaan perekaman ini adalah sebagai acuan atau bukti bagi pejabat bea dan cukai untuk melakukan penegahan dan penangguhan sementara terhadap barang yang diduga merupakan atau berasal dari pelanggaran HKI. (Baca Juga: Ini Mekasnime Penegahan Impor atau Ekspor Barang yang Diduga Bajakan).

(LY/ASH)

Dipromosikan