Beda Besaran Jaminan Penangguhan Barang Impor atau Ekspor Diduga Bajakan di PP No.20/2017 dan Peraturan MA

PP menetapkan jaminan sebesar Rp100 juta, sedangkan Perma menetapkan jaminan senilai barang yang akan ditangguhkan.

Ilustrasi uang jaminan. Sumber Foto: http://www.bankgaransi.net/

Ada beberapa poin baru yang dibahas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2017 yang telah diundangkan oleh pemerintah pada Awal Juni 2017 lalu. Salah satunya adalah penetapan besar jaminan bagi pemilik atau pemegang hak kekayaan intelektual yang ingin mengajukan permintaan penangguhan impor atau ekspor diduga bajakan dari hak yang dimilikinya.

PP yang berjudul Pengendalian Impor atau Ekspor Barang yang Diduga Merupakan atau Berasal dari Hasil Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual ini menetapkan jaminan yang harus disediakan oleh pemilik atau pemegang hak sebesar Rp100 juta.

Pasal 10 PP tersebut berbunyi, “Dalam hal permohonan (penangguhan,-red) diajukan berdasarkan insiatif pemilik atau pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, pemilik atau pemegang hak wajib menyerahkan jaminan biaya operasional sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dalam bentuk jaminan bank atau jaminan dari perusahaan asuransi kepada Pejabat Bea dan Cukai dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak tanggal penetapan perintah Penangguhan diterima Pejabat Bea dan Cukai.”

Berdasarkan penelusuran KlikLegal, besaran jaminan di PP No.20 Tahun 2017 berbeda dengan besaran jaminan permohonan penangguhan yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perintah Penangguhan Sementara. Di dalam Perma No.4 Tahun 2012 itu besaran jaminan sebesar setara dengan nilai barang yang akan ditangguhkan.

Pasal 2 ayat (4) menyatakan, “Permohonan perintah penangguhan sementara harus dilengkapi dengan: Membayar jaminan berupa uang tunai atau jaminan bank setara dengan nilai barang yang akan ditangguhkan pengeluarannya serta biaya yang akan timbul akibat adanya perintah penangguhan sementara.”

Selain itu, sebagaimana diatur Pasal 2 ayat (5) Perma No.4 Tahun 2012, ada biaya tambahan lain yang harus dibayarkan pemilik atau pemegang hak, yakni, “biaya yang akan timbul akibat adanya perintah penangguhan sementara, antara lain, meliputi perkiraan sewa gudang, sewa kontainer (demorages), ongkos angkut pindah tempat penimbunan.”

Sekretaris Jenderal Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Justisiari Perdana menuturkan bahwa Perma ini sempat menimbulkan dilema di kalangan pemilik atau pemegang hak. “Ini yang kadang-kadang masih menjadi dilema kemarin berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2012. Itu pun belum bisa secara efektif dilaksanakan, karena salah satu masalah adalah besaran uang jaminan,” ujarnya.

“Ketika itu ada yang berpendapat bahwa uang jaminannya harus senilai dengan barang aslinya. Wah, pusingah kita. Kalau kita pikir ada satu kontainer lusinan ton barang palsu, kita harus memberikan jaminan seharga lusinan ton asli satu konteainer berarti. Maka itu jadi repotlah,” tukasnya kepada KlikLegal di Jakarta melalui sambungan telepon, Kamis (10/8). (Baca Juga: Pemegang Lisensi Kurang Diakomodir dalam PP No.20 Tahun 2017).

Justi, sapaan akrabnya, menuturkan bahwa pemilik atau pemegang hak tentu akan berpikir bagaimana bisa mengeluarkan uang sebanyak itu. “Jadi, itu masih ada masalah di beberapa hal seperti itu,” tambahnya.

Oleh karena itu, Justi melihat adanya upaya pemerintah untuk melakukan pembenahan dengan diterbitkannya PP No.20 Tahun 2017 ini. “Kalau saya lebih baik melihat spiritnya. Sudah mulai ada upaya-upaya real dari pemerintah dengan cara menciptakan peraturan pemerintah yang bisa memberikan landasan hukum bagi petugas terkait untuk melakukan upaya penegahan dan penangguhan,” jelasnya. (Baca Juga: Sistem Perekaman HKI dalam PP No.20/2017 Dinilai Sebagai Langkah Progresif).

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Asosisasi Konsultan Hukum Kekayaan Intelektual (AKHKI) Suyud Margono berpendapat jaminan tersebut perlu dikaji ulang. “Adanya jaminan di sini yang saya pikir secara teknis perlu dipikirkan kembali. Karena bagaimana pun buat pemohon atau pemilik merek ini sifatnya kan terlalu teknis sampai mesti adanya uang jaminan segala,” pungkasnya.

(ASH/LY/PHB)

Dipromosikan