Ini Alur Perekaman HKI di Direktorat Bea dan Cukai

Pemilik atau pemegang hak yang mengajukan permohonan perekaman adalah badan usaha yang berkedudukan di Indonesia.

Sumber Foto: http://www.beacukai.go.id/

Salah satu terobosan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengendalikan ekspor atau impor barang yang diduga bajakan adalah dengan melakukan perekaman hak kekayaan intelektual (HKI) di Direktorat Bea dan Cukai. Perekaman ini dilakukan untuk memudahkan proses penegahan dan penangguhan barang diduga bajakan oleh pejabat bea dan cukai.

Berikut adalah tata caranya sebagaimana diatur Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pengendalian Impor atau Ekspor Barang yang Diduga Merupakan Hasil Pelanggaran Hak Kekayaan Intelekual:

Pertama, pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak cipta dapat mengajukan permohonan tertulis kepada pejabat bea dan cukai untuk pendataan pada sistem perekaman Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pemilik atau pemegang hak yang boleh mengajukan permohonan adalah badan usaha yang berkedudukan di Indonesia. (Baca Juga: Beda Besaran Jaminan Penangguhan Barang Impor atau Ekspor Diduga Bajakan di PP No.20/2017 dan Peraturan MA).

Permohonan diajukan dengan melampirkan empat hal, yakni (a) bukti kepemilikan hak; (b) data mengenai ciri-ciri keaslian produk seperti: merek, barang, nama dagang, tampilan produk, kemasan, rute distribusi, dan pemasaran, serta jumlah produk yang dipasarkan dalam suatu wilayah dalam hal HKI berupa merek;

(c) data mengenai ciri-ciri atau spesifikasi karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, atau hak terkait yang diciptakan dalam hal HKI berupa hak cipta; (d) surat pernyataan pertanggungjawaban dari Pemilik atau Pemegang Hak atas segala akibat yang timbul dari perekaman.

Kedua, setelah permohonan perekaman beserta lampiran-lampiran tersebut diajukan, kemudian pejabat bea dan cukai akan memberikan persetujuan ataupun penolakan dalam jangka waktu maksimal 30 hari sejak permohonan perekaman diterima.

Kemudian, pejabat bea dan cukai akan melakukan validasi data mengenai HKI yang dilakukan melalui koordinasi dengan instansi atau pihak terkait lainnya. Validasi dilakukan dalam rangka pendataan pada sistem perekaman. (Baca Juga: Pemegang Lisensi Kurang Diakomodir dalam PP No.20 Tahun 2017).

Apabila permohonan perekaman disetujui, maka pendataan pada sistem perekaman Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berlaku maksimal satu tahun terhitung sejak tanggal persetujuan. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang. Selain itu, pejabat bea dan cukai juga dapat melakukan pencabutan terhadap persetujuan tersebut. Pencabutan yang dilakukan berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi oleh Pejabat Bea dan Cukai.

Ketentuan lainnya yang masih belum diatur, misalnya mengenai tata cara permohonan, penelitian, persetujuan, penolakan serta monitoring dan evaluasi terhadap pendataan pada sistem perekaman akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Justisiari Perdana menilai sistem perekaman HKI di Direktorat Bea dan Cukai sebagai terobosan yang progresif. “Ini bagus sekali karena dengan demikian ini akan bisa memberikan upaya-upaya preventif sebelum barang tersebut masuk ke pasaran,” ujarnya. (Baca Juga: Sistem Perekaman HKI dalam PP No.20/2017 Dinilai Sebagai Langkah Progresif).

(LY)

Dipromosikan