Begini Penjelasan Bea Cukai Tentang Jaminan Rp100 Juta Penegahan Barang Impor Diduga Bajakan 

Uang jaminan bisa bertambah apabila biaya yang dibutuhkan melebihi Rp100 juta.

Sumber Foto: http://www.halomoney.co/

Kepala Seksi Intelijen Larangan Pembatasan dan Kejahatan Lintas Negara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Khoirul Hadziq menjelaskan salah satu poin yang dibahas terkait penegahan barang impor atau ekspor yang diduga bajakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2017 adalah penetapan besar jaminan senilai 100 juta.

Khoirul menuturkan bahwa jaminan penegahan di bea cukai ini adalah jaminan terhadap biaya operasional pemeriksaan. Bila melihat pada filosofi awalnya, hak kekayaan intelektual lebih masuk ke hukum privat, sehingga Pejabat Bea Cukai dalam hal ini ikut mengawasi karena perannya mewakili negara untuk larangan pembatasan dan perlindungan kenegaraan.

“Kita sebagai bea cukai di border, kita melakukan apabila ada barang yag diduga melanggar, setelah rekordansi kita tahu mana yang palsu mana yang tidak, yang tentu harus disampaikan oleh pemegang HKI, kita akan melakukan penegahan,” ujar Khoirul kepada Klik Legal di Lantai 4 Gedung Sumatera Direktorat Bea dan Cukai, pada Jumat (25/8) di Jakarta.

Khoirul mengingatkan bahwa pejabat bea cukai hanya berhak menangani perkara HKI yang termasuk dalam ranah perdata di Pengadilan Niaga, namun untuk penanganan dalam perkara pidana di Peradilan Umum dilakukan oleh penyidik HKI dan Kepolisian. (Baca Juga: Bea Cukai Yakin Ketua Pengadilan Sudah Siap Menerapkan PP No.20/2017).

Pejabat Bea Cukai, lanjut Khoirul dapat melakukan penegahan setelah menemukan barang impor atau ekspor yang dicurigai hasil pelanggaran HKI berdasarkan bukti yang cukup. Maka Pejabat Bea Cukai harus memberitahukan kepada pemilik atau pemegang hak untuk mempersiapkan administrasi pengajuan permintaan perintah penangguhan kepada Ketua Pengadilan dan menyerahkan jaminan.

Lebih lanjut, Khoirul menerangkan bahwa jaminan yang dibebankan kepada pemilik atau pemegang hak tersebut bertujuan supaya dapat mecegah larinya importir dari pelanggaran. “Sehingga ini adalah ranah privat, lebih ke arah privat. Jadi kalau ada apa-apa, siapa yang akan tanggung biaya operasional pemeriksaan, nanti mungkin biaya gudang kalau ternyata importirya kemudian lari dan sebagainya,” ujarnya. (Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Pemegang Lisensi Tidak Diakomodasi dalam PP No.20/2017).

Dalam hal ini, Khoirul menuturkan jaminan yang diminta berupa jaminan bank atau jaminan dari perusahaan asuransi kepada Pejabat Bea Cukai. “Nah inilah yang harus dijaminkan jangan sampai kita sudah melakukan penundaan terhadap barang yang diduga pelanggaran HKI, kita bea cukai juga yang harus menanggung biaya operasionalnya sehingga dibutuhkan untuk dibebankan sehingga didalam PP ini sebutkan segala resiko atas biaya ini ditanggung oleh pemegang hak. Sehingga keluarlah angka 100 juta itu sebagai perkiraan,” katanya.

“Tetapi apabila nanti kurang tentu harus ditanggung oleh si pemegang hak kalau biaya yang melebih 100 juta. Jadi yang menggunakan PP ini hanya untuk proses yang di pelabuhan, proses penegahan,” tukasnya.

Lebih lanjut, Khoirul menjelaskan bahwa jaminan dalam proses penegahan ini berbeda dengan jaminan pada saat proses penangguhan. Ia mengatakan bahwa jaminan pada proses penangguhan merujuk kepada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perintah Penangguhan Sementara. “Kalau nanti penangguhan, sudah sampai diproses di pengadilan itu adalah jaminan yang ada di PERMA,” pungkasnya. (Baca Juga: Beda Besaran Jaminan Barang Impor atau Ekspor Diduga Bajakan di PP No.20/2017 dan Peraturan MA).

(PHB)

Dipromosikan