DJKI Dorong Pendaftaran Paten Kalangan Perguruan Tinggi di Indonesia

Ilustrasi. Sumber Foto: www.tribunnews.com

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dirjen KI Kemenkumham) Freddy Harris mendorong kalangan perguruan tinggi di Indonesia untuk mendaftarkan patennya.

“Saya minta untuk seluruh perguruan tinggi untuk mendaftarkan patennya. Karena di Indonesia ini datanya paling rendah. Masih sedikit dari univerisitas yang hasil risetnya didaftarkan di kami,” ujar Freddy dalam seminar umum bertajuk ‘Urgensi Paten Menuju Universitas Berbasis Riset sebagai Apresiasi Intelektual dan Strategi Komersial’ yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) di Depok, Jawa Barat, Rabu (25/4).

Menurut Freddy, sejauh ini pendaftaran paten dari kalangan perguruan tinggi di Indonesia belum signifikan. Universitas perlu mengembangkan riset melalui penelusuran-penelusuran untuk mencari dan menemukan unsur kebaruan, karena unsur kebaruan merupakan kunci dalam pendaftaran paten.

Lebih lanjut, Freddy menyayangkan minimnya hasil riset perguruan tinggi yang tercatat di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Padahal, negara sudah menyediakan sekitar Rp2,4 triliun dana riset. “Negara sudah menyiapkan dana Rp2,4 triliun untuk riset. Tapi jadi diarahkan kemana?” tanyanya.

Freddy pun memaparkan Universitas Brawijaya menduduki peringkat pertama dalam pendaftaran paten dibandingkan dengan universitas- universitas di Indonesia lainnya. “Mohon maaf, karena Indonesia tidak peduli soal scopus. Bahkan, UI ternyata nomer tiga. Kalah dengan Universitas Brawijaya, hampir sekitar 340 permohonan paten yang diajukan,” ujarnya.

Freddy menjelaskan kalangan perguruan tinggi seharusnya berpikir out of the box. Tidak lagi terbelenggu oleh formalitas yang sebenarnya tidak terlalu penting. Misalnya dosen, masih lebih mengedepankan membuat artikel untuk dimuat di jurnal data Scopus dibandingkan mendaftarkan kekayaan intelektualnya. “Di era disruptif, perguruan tinggi harus berubah,” katanya.

Padahal, dengan mengirimkan artikel lebih dahulu, ada kemungkinan data hasil risetnya bisa diambil dan didaftarkan orang. Selain itu, perguruan tinggi harus memikirkan pendataan hasil-hasil riset. “Pendataan yang baik akan berguna untuk mendorong komersialisasi paten perguruan tinggi. Tanpa itu, perguruan tinggi akan terbebani biaya pemeliharaan,” tukasnya.

Oleh karena itu, Freddy mengingatkan pentingnya kalangan perguruan tinggi untuk berubah. Misalnya, karya skripsi atau tesis yang selama ini lebih banyak mengendap di perpustakaan seharusnya bisa didorong untuk menjadi buku. “Mahasiswa fakultas teknik diarahkan melakukan riset menjelang akhir masa kuliah dan hasil risetnya diajukan sebagai paten sederhana. Demikian juga mahasiswa program studi sosial, harus bisa mengarahkan hasil risetnya untuk mendapatkan kekayaan intelektual,” katanya.

“Itu jauh bisa lebih terlihat. Jadikan saja buku. Mahasiswa akhir pun akan banyak yang membaca itu. Survei saja, siapa saja pembaca dari skripsi atau tesis yang dibukukan. Ini bagus makanya harus diubah, ini hasil outputnya akan bagus,” tukas Freddy.

PHB

Dipromosikan