Para Ahli Teknolog Diminta Pelajari Paten yang Ada di USPTO

Sumber : https://commons.wikimedia.org/

Ketua Bidang Advokasi Lembaga Hukum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), Hotman Sitorus meminta kepada para ahli teknolog untuk mempelajari paten yang ada di United States Patent And Trademark Office (USPTO). Hal tersebut disampaikan pada seminar umum, “Urgensi Paten Menuju Universitas Berbasis Riset sebagai Apresiasi Intelektual dan Strategi Komersial” sekaligus launching Lembaga Hukum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Rabu (25/4).

Menurut Hotman, database paten yang terdaftar di USPTO menjadi hal penting yang dapat dikembangkan. Sebab, dengan begitu, kita dapat mengakses dan membaca penemuan (invensi) tersebut mengenai apa yang telah ditemukan hingga akhirnya bisa meningkatkan potensi invensi yang ada di dalam negeri.

“Data di USPTO 6.597.313. Bayangkan bapak-bapak dan ibu-ibu yang teknolog. 24 jam bisa diaskses, teknologi terbaru. Kalau kita para teknolog tidak mau mempelajarinya ini adalah sebuah kelalaian bagi kita. 24 jam bisa diakses, terbuka, ini sayang dokumen paten Amerika Serikat. Tapi kalau kita cari dokumen paten di DGIP (Directorate General of Intellectual Property – red) ini malah sulit, kesulitan mencarinya,” ujar Hotman.

Hotman menjelaskan dalam layanan DGIP terdapat 122.606 total permohonan paten dari Amerika. Bila diperbandingkan, databased yang ada di USPTO 6.597.313, sementara di DGIP 122.606. Ia menuturkan konsep perlindungan paten adalah dilindungi di tempat invensi tersebut didaftarkan. Artinya, dapat dikatakan bahwa semua dokumen yang ada di Amerika itu tidak dilindungi di Indonesia.

“Nah, apakah ini sebuah peluang? Para teknologlah yang hanya bisa menjawabnya. Jadi sebanyak 6.597.313 tidak dilindungi dan hanya sebanyak 122.606 yang dilindungi di Indonesia. Kalau ini penting dan menjadi peluang. Mari kita searching, mari kita pelajari, dan jadikan perluasan untuk Indonesia,” ujar Hotman.

Lebih lanjut, Hotman menceritakan bahwa dirinya sempat punya ide dan ingin mengajukan program untuk melakukan bedah paten di televisi. Menurutnya, acara bedah paten tersebut berguna untuk mengetahui apakah betul paten tersebut bisa dilaksanakan atau tidak. Atau, paling tidak invensi tersebut bisa diajarkan dan dijelaskan secara teoritis.

“Maka saya ajukan kalau bisa adanya program bedah paten dan itu harus dibuat cluster, misalnya cluster bioteknologi, cluster teknologi informatika, mekanika, dan lain-lain. Disiapkan narasumbernya, ada pembawa acaranya, penanggung jawabnya untuk bisa membedah paten tersebut,” tutur Hotman.

Hotman mengatakan daya saing kita atas kepemilikan paten terhadap negara-negara ASEAN di USPTO masih rendah. Ia menyebutkan berdasarkan data base di USPTO, posisi Indonesia hamper terendah. Di tahun 1980, yang baru terdaftar hanya 10, kemudian di tahun 2000 baru muncul menjadi 148, dan di 2017 kita juga masih ketinggalan jauh lagi cuma ada 611. “Itulah hasil searching saya di USPTO, berdasarkan kode kewarganegaraan inventor dan tahun riset paten sebagai inventor asing di USPTO. Ini masih tertinggal jauh ya, maka, inilah yang bisa jadi pandangan bagi kita,” tukasnya.

PHB

Dipromosikan