BKPM Membantah Tuduhan Hanya Fokus ke Investasi Asing

PMA dan PMDN diberikan fasilitas yang sama, tetapi memang jumlah investasi PMA lebih besar dari PMDN.

Kepala Pusat Bantuan Hukum BKPM Riyatno (Berdiri) dalam sebuah seminar beberapa waktu lalu. Sumber Foto: Facebook.

Kepala Pusat Bantuan Hukum Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Riyatno membantah tuduhan bahwa BKPM dan pemerintah hanya memberi perhatian kepada penanaman modal asing, daripada penanaman modal dalam negeri.

“Kadang-kadang kan ada yang bilang BKPM kok fokusnya ke asing semua. Tentu bukan juga. Karena bagi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri,-red) sebenarnya sangat lebih leluasa baik dari sisi bidang-bidang usaha maupun bentuknya,” ujar Riyatno dalam seminar nasional yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (DPC PERADI) Jakarta Pusat di Jakarta, Selasa (11/4) lalu.

Riyatno menjelaskan penanaman modal dalam negeri tidak ada batasan dari segi bidang usaha layaknya penanaman modal asing yang dibatasi oleh Daftar Negatif Investasi (DNI). Sedangkan dari segi bentuknya, penanaman modal asing bisa menggunakan berbagai macam bentuk, seperti CV, Firma, PT dan sebagainya. “Sedangkan PMA (Penanaman Modal Asing,-red) mesti hanya satu bentuk, PT saja,” jelasnya.

“Jadi, sebenarnya bagi BKPM kalau ada yang mengkritisi pemerintah kok hanya fokus ke asing saja, tentu tidak,” tambahnya.

Riyatno mengaku mendengar ada pihak-pihak yang melontarkan tuduhan atau kritikan tersebut. “Sampai ada yang mengatakan ada fasilitas yang hanya untuk PMA saja. Tentu tidak,” ujarnya. (Baca Juga: BKPM Menilai UU Penanaman Modal Masih Relevan untuk Dipertahankan).

Lebih lanjut, Riyatno menjelaskan bahwa baik PMA maupun PMDN bisa sama-sama memperoleh fasilitas, seperti tax allowance, tax holiday atau pembebasan biaya masuk. Semua itu bisa didapatkan oleh PMA dan PMDN apabila memang telah memenuhi syarat. “Kebetulan yang gede-gede seperti tax allowance atau tax holiday ini kebanyakan memang yang dapat PMA semua. Jad kesannya kok asing semua, tetapi tidak, sebenarnya PMDN juga bisa dapat asal memenuhi syarat,” tukasnya.

Selain itu, Riyatno juga mengungkapkan bahwa jumlah investasi PMA di Indonesia memang lebih besar dibanding investasi dari PMDN sendiri. “Saat ini terus terang saja, investasi-investasi di Indonesia hampir 70 persen PMA perbandingannya. Kadang-kadang kalau kita berbicara kok pemerintah terlalu terbuka kepada PMA, sebenarnya bukan maksudnya itu. Tapi saat ini memang PMA masih lebih banyak dari PMDN,” jelasnya. (Baca Juga: Advokat Dorong Pembentukan Pusat Mediasi Investasi).

“Tentu pemerintah atau BKPM berharap PMDN bisa lebih banyak lagi. Terus terang saja, perbandingannya mencapai kira-kira 70 persen – 30 persen. Kita sebenarnya menginginkan PMDN supaya lebih besar lagi,” tambahnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti mengingatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang akan merevisi UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal harus menggunakan prinsip kehati-hatian. “Jangan hanya revisi ini sekadar dalam konteks memberikan fasilitas kemudahan bagi investor asing tetapi meninggalkan prinsip-prinsip yang bermakna bagi kepentingan nasional,” ujarnya kepada Klik Legal melalui sambungan telepon.

“Artinya harus fair dalam melakukan perlindungan investasi, tetapi juga fair terhadap perlindungan kepentingan nasional. Dalam hal ini seberapa besar benefit investor asing ini nanti berdampak terhadap ekonomi Indonesia. Itu lah prinsip kehati-hatian yang harus diperhatikan oleh pemerintah,” pungkas Rachmi.  (Baca Juga: IGJ Berharap Revisi UU Penanaman Modal Dapat Memperkuat Kepentingan Nasional).

(PHB)

Dipromosikan