Kemenaker Paparkan 7 Upaya Untuk Mengurangi Pekerja Anak di Indonesia

Kemenaker Paparkan 7 Upaya Untuk Mengurangi Pekerja Anak di Indonesia

Kemenaker Paparkan 7 Upaya Untuk Mengurangi Pekerja Anak di Indonesia

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terus berupaya konkrit untuk memastikan komitmen dalam menghapus pekerja anak.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Idikan Fauziyah, menyampaikan bahwa pemerintah memiliki komitmen besar dalam menghapus pekerja anak dan ditandai oleh ratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 138 tentang usia minimum untuk diperbolehkan bekerja dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi Ilo Nomor 138 Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja. 

Selain itu, pemerintah juga sudah memasukkan substansi teknis yang ada dalam Konvensi ILO tersebut dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.

“Kami di Kementerian Ketenagakerjaan serius dan tegas dalam melakukan berbagai upaya konkrit guna mengurangi pekerja anak di Indonesia,” ujar Menaker Ida saat menyampaikan keynote speech pada acara “End Child Labour Virtual Race 2021” yang diselenggarakan oleh ILO dalam rangka World Day Against Labour 2021 secara virtual di Jakarta, Pada Sabtu (12/6).

Sejak 2008 pemerintah sudah melakukan penarikan pekerja anak dari berbagai jenis pekerjaan. Berdasarkan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019, terhitung dari 2008-2020 sebanyak 143.456 pekerja anak yang ditarik dari sekitar 1,5 juta pekerja anak yang berumur 10-17 tahun.

Ida menyampaikan bahwa terdapat tujuh upaya yang akan dilakukan di tahun 2021 ini untuk mengurangi pekerja anak di Indonesia.

Pertama, meningkatkan kesadaran masyarakat agar lebih peduli pada pemenuhan hak anak serta tidak melibatkan anak dalam pekerjaan yang berbahaya, terutama di daerah pedesaan dan kelompok rentan.

Upaya pertama diantaranya dilakukan melalui supervisi ke perkebunan kelapa sawit serta perkebunan tembakau.

Kedua, langkah-langkah koordinasi dan asistensi untuk mengembalikan anak-anak ke pendidikan dengan menggunakan berbagai pendekatan.

Ketiga, memberikan pelatihan pada pekerja anak dari Kelompok Rentan (Putus Sekolah dan Keluarga Miskin) dalam program pelatihan berbasis komunitas dan pemagangan pada lapangan pekerjaan.

Keempat, memfasilitasi intervensi bantuan sosial atau perlindungan sosial pada Kelompok atau Buruh dan keluarga miskin yang terdampak Covid-19 yang memiliki kerentanan terhadap anggota keluarga untuk menjadi pekerja anak.

Kelima, melakukan supervisi/pemeriksaan ke perusahaan yang diduga mempekerjakan anak.

Keenam, melakukan sosialisasi/penyebarluasan informasi norma kerja anak kepada stakeholder.

Ketujuh, pencanangan zona atau kawasan bebas pekerja anak di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.

Ketidakberdayaan ekonomi orang tua dapat menjadi salah satu penyebab masih ada anak di Indonesia yang belum memperoleh hak secara penuh.

“Ketidakberdayaan ekonomi orang tua dalam memenuhi kebutuhan keluarga memaksa anak-anak terlibat dalam pekerjaan yang membahayakan atau bahkan terjerumus dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak yang sangat merugikan keselamatan, kesehatan, dan tumbuh kembang anak,” ujar Ida.

Ida memberikan apresiasi setinggi-tinggi kepada seluruh pihak atas partisipasinya dalam penanggulangan pekerja anak.

Selain itu, ia juga mengajak seluruh instansi yang terkait serta seluruh komponen masyarakat untuk mendukung penanganan pekerja anak secara nasional.

“Stop pekerja anak! Mari dukung upaya Pemerintah dengan meningkatkan kepedulian kepada anak-anak sekitar kita,” tegas Ida.

Senada dengan hal ini, Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Dirjen Binwasnaker & K3), Haiyani Rumondang, mengatakan bahwa pekerja anak yang telah berhasil ditarik dari dunia kerja kemudian ditindaklanjuti ke dunia Pendidikan yaitu Pendidikan formal (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), pendidikan non formal (paket A, paket B, paket C, dan pesantren).

“Program pelatihan telah bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di tingkat Provinsi, Kementerian Sosial, Dinas Sosial di tingkat Provinsi, Kementerian Agama, Kantor Wilayah Agama Provinsi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),” ujar Haiyani.

 

SS

Dipromosikan