Atasi Gempuran Impor, Pemerintah Siapkan Revisi Permendag Untuk Prioritaskan Produk UMKM

Atasi Gempuran Impor, Pemerintah Siapkan Revisi Permendag Untuk Prioritaskan Produk UMKM

Atasi Gempuran Impor, Pemerintah Siapkan Revisi Permendag Untuk Prioritaskan Produk UMKM

Setelah Lazada dan Shopee tutup keran impor untuk beberapa produk. Tiga kementerian tengah siapkan regulasi baru terkait impor e-commerce.

Pekan lalu, tepatnya Selasa (03/08/2021), Lazada menutup akses impor untuk tiga kategori produk, yakni tekstil dan fesyen, makanan dan minuman, serta kerajinan. Hal ini dilakukan Lazada dalam mendukung UMKM lokal menjadi “raja” di negerinya sendiri.

Head of Public Affairs and Public Policy Lazada Indonesia, Waizly Darwin mengatakan, “Inisiatif ini sudah sejak lama dan secara berkala, berkomitmen mendukung dan memberdayakan UMKM lokal Indonesia,” ujarnya dalam konferensi pers virtual Lazada bersama Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop-UKM), Selasa (03/08/2021). 

Sejatinya Mei lalu, Shopee telah lebih dulu menutup akses impor untuk 13 kategori produk yang didominasi produk muslim, meliputi hijab, atasan muslim wanita, bawahan muslim wanita, dress muslim, atasan muslim pria, bawahan muslim pria, outerwear muslim, mukena, pakaian muslim anak,  aksesori muslim, peralatan salat, batik, dan kebaya.

Pada konferensi pers virtual Shopee dan Kemenkop-UKM Mei lalu, Executive Director Shopee Indonesia, mengatakan penutupan impor tersebut tidak akan berpengaruh besar pada bisnis Shopee, sebab produk impor hanya menduduki 3% dari total penjualan Shopee. Dengan penutupan impor ini juga angka tersebut akan semakin kecil.

Shopee juga berkomitmen untuk terus berkoordinasi dan mengikuti arahan pemerintah. “13 jenis usaha ini bisa dibilang kajian pertama yang akan kami terus diskusikan sesuai dengan arahan pemerintah, apa jenis usaha yang mau kami dorong lagi, terutama yang ada produksinya di Indonesia,” katanya.

Dicapainya penutupan impor oleh Lazada dan Shopee, bukan tanpa usaha keras, hal ini merupakan tindak lanjut koordinasi Kemenkop-UKM dengan platform-platform e-commerce tersebut. Pada Februari lalu, Menkop UKM, Teten Masduki memanggil pihak Shopee terkait viralnya tagar #ShopeeBunuhUMKM dan fenomena “Mr. Hu” di media sosial.

Adapun, Mr. Hu merupakan sosok yang diduga sebagai importir produk-produk murah yang berasal dari Cina, yang dijual di Shopee. Nama Mr. Hu selalu tertera, sebagai pengirim, di paket-paket pesanan Shopee dari Cina.

Isu serbuan produk impor di platform e-commerce memang menjadi salah satu perhatian yang meresahkan perkembangan UMKM. Kini, berbelanja di e-commerce atau lokapasar daring sangatlah mudah. Pengguna bisa mengakses berbagai produk hanya dengan satu aplikasi. Tidak hanya produk-produk yang dijual pengusaha lokal yang dapat diakses dan dibeli, melainkan juga produk-produk impor dari berbagai negara, khususnya dari Cina.

Produk-produk impor tersebut beragam, mulai dari baju wanita, aksesori, peralatan dapur, perlengkapan dekorasi rumah, hingga gadget. Produk-produk yang sudah banyak diproduksi dan dipasarkan oleh pengusaha lokal di Indonesia.

Produk juga dijual dengan harga murah, bahkan seringkali lebih murah dari produk lokal. Ditambah, ongkos kirim (ongkir) impor yang terbilang murah, di Shopee berkisar Rp 10 ribu, bahkan gratis jika memakai voucher gratis ongkir. Alasan-alasan ini dapat mendorong pengguna e-commerce membeli produk impor.

Berdasarkan hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terhadap 1.626 pembeli dan penjual online di seluruh Indonesia. Terdapat dua alasan utama konsumen berbelanja produk impor. Pertama, produk jarang ditemui di pasar Indonesia. Kedua, harga relatif lebih murah dibanding produk lokal.

Tiga Kementerian Tengah Siapkan Regulasi Baru Impor E-Commerce

Teten Masduki berpendapat, gempuran produk impor yang bisa masuk ke Indonesia hanya melalui e-commerce berpotensi mematikan produk UMKM Indonesia. Mengatasi hal ini, Teten mengatakan, “Kami dari Kemenkop-UKM, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, ditugaskan untuk menyiapkan regulasi, jangan sampai ada lagi kasus-kasus terutama di platform cross-border yang melakukan dumping produk-produk UMKM impor yang masuk ke digital market nasional dan memukul UMKM kita,” dalam diskusi daring terkait Akselerasi Digitalisasi UMKM.

Regulasi baru yang tengah disiapkan tiga kementerian ini, nantinya akan tercantum dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Regulasi baru ini bertujuan untuk melindungi, mengutamakan, dan mendukung perkembangan UMKM dan industri dalam negeri dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE)

Ambang Batas Bea Masuk Diturunkan

Dalam rangka melindungi dan mendukung perkembangan UMKM dalam negeri, pemerintah tak hanya minta sejumlah e-commerce menutup keran impor untuk beberapa jenis produk, serta mempersiapkan regulasi baru terkait impor melalui PMSE. Sebelumnya, pemerintah telah menurunkan ambang batas bea masuk, melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman.

Dengan terbitnya PMK tersebut, per 30 Januari 2020, barang impor e-commerce yang dibebaskan dari bea masuk, hanyalah barang bernilai maksimal USD 3. Ambang batas ini sebelumnya sebesar USD 75. Barang senilai lebih dari USD 3 hingga USD 1.500  akan dikenakan bea masuk 7,5%.

Namun, untuk barang khusus, berupa tas, sepatu, produk tekstil, dan buku yang melebihi USD 3, dikecualikan dari aturan ini. Tas dipungut bea masuk 15-20%, sepatu 25%-30%, dan produk tekstil 15%-25%. Sementara, buku dibebaskan dari bea masuk, serta PPN dan PPh.

 

AAB

Dipromosikan