Danrivanto Budhijanto: Hukum, Cyber, dan Indonesia

Danrivanto Budhijanto: Hukum, Cyber, dan Indonesia

Orang Asia satu-satunya pada saat itu yang diizinkan untuk mempelajari IT Law di Amerika. Sekaligus penggagas jurusan Hukum Teknologi, Informasi, dan Komunikasi di Universitas Padjajaran.

Danrivanto Budhijanto memulai ketertarikannya pada teknologi saat beliau membahas Hukum Ruang Angkasa sebagai topik penulisan hukumnya saat menyelesaikan pendidikan S1 dari Fakultas Hukum Universitas Padjajaran tahun 1994. Saat itu, teknologi di Indonesia masih sederhana dan belum beragam seperti saat ini. Minatnya semakin meningkat setelah ia mengetahui bahwa bentuk dari teknologi dan informasi akan terus berkembang. Hal tersebut akhirnya membawa pria yang akrab disapa Danriv menjadi orang Asia satu-satunya pada saat itu yang diizinkan untuk mempelajari Hukum Teknologi dan Informasi (IT Law).  Izin tersebut padahal harus ditentukan pada Kongres Amerika, apakah seorang Asia apalagi Indonesia diizinkan untuk belajar sesuatu yang tidak dikhususkan dan sebaiknya tidak dipelajari oleh orang di luar Amerika. Akhirnya, Danriv tetap diizinkan untuk menempuh studi tersebut. 

“Amerika ialah negara yang memiliki pengetahuan akan teknologi, bisnis, dan hukum secara lengkap. Namun pada awal tahun 2000-an, ada kejadian yang monumental dan menjadi mimpi buruk Amerika yaitu kejadian 9/11 (Nine-Eleven), sehingga ada suatu kebijakan luar negeri Amerika untuk membatasi akses pemahaman pengetahuan teknologi di Amerika oleh orang-orang dari luar Amerika.” jelas Danriv. “Saat itu saya merupakan satu-satunya orang Asia yang diizinkan untuk mempelajari IT Law di Amerika tepatnya John Marshall Law School, Chicago pada tahun 2002. Saya mendapatkan beasiswa Fulbright dari Pemerintah Amerika dari Pemerintah Amerika Serikat melalui Departemen Luar Negeri,” ungkap Danriv kepada KlikLegal pada Kamis, (19/08).

Semangat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa 

Setelah menempuh studi master di Amerika Serikat, Danriv kembali ke Indonesia dan merasa memiliki utang budi kepada Negara. “I will pay back to my country. I owe to my country,” ujarnya dengan penuh keyakinan.

Ia memiliki cita-cita untuk membangun negara ini menjadi negara adidaya layaknya Amerika Serikat. Danriv merasa bahwa perannya di Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai salah satu implementasi dari semangat tersebut, Danriv akhirnya memilih berkarir menjadi dosen dan akademisi hukum, khususnya Hukum Informasi dan Teknologi. Salah satu kontribusinya di dunia pendidikan yaitu idenya untuk membentuk jurusan Hukum Teknologi, Informasi, dan Komunikasi di Universitas Padjajaran. 

Menurutnya, kemajuan adaptasi dalam perkembangan teknologi dan informasi ada di tangan generasi muda. Danriv mengatakan bahwa penting untuk menaruh kepercayaan pada generasi muda yang lebih adaptif dan lebih inovatif terhadap pemanfaatan teknologi. Sehingga penting untuk sedini mungkin memberikan pendidikan mengenai hal ini kepada kaum muda. 

“Kita kuasai teknologi, kita kuasai dunia,” katanya optimis. 

UU ITE dan Kemajuan Peradaban Masyarakat di Indonesia

“Transformasi digital is not everything about technology, tapi juga bagaimana state of mind masyarakat harus berubah,” ucap pria yang pernah menjadi Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum dan Regulasi Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika ini. 

Danriv, sebagai penganut Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, mengatakan bahwa dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi ini hukum di Indonesia harus mengikuti dinamika kemajuan peradaban manusia. 

“Hukum itu untuk manusia, bukan manusia yang dikunci oleh hukum,” ucapnya.

Danriv menjelaskan bahwa pada tahun 2020 kemarin sudah terdapat suatu rezim hukum baru yaitu Lex Digitalis sebagai normative order in internet atau norma-norma ketertiban virtual di internet. Lex Digitalis diperkenalkan sebagai konseptual hukum oleh Stefan Kadelbach dan Klaus Gunther dalam The Normative Order of the Internet: A Theory of Rule and Regulation Online A Theory of Rule and Regulation Online (Oxford University Press, 2020). “Yaitu secara garis besar berarti tidak boleh ada suatu ruang virtual di mana itu tidak menjadi bagian dari perbuatan hukum, subjek hukum, dan akibat hukum.”, tutur Danriv.

Sebagai salah satu perancang Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada tahun 2008 dan revisinya pada tahun 2016, Danrivanto menganggap bahwa instrumen hukum UU ITE sudah berhasil menjadi peraturan hukum yang futurikal dengan mengakomodir kemajuan-kemajuan informasi dan transaksi elektronik dari masa ke masa. 

Namun, dalam penerapannya ia menyayangkan sikap dari sebagian orang yang menganggap bahwa UU ITE menjadi instrumen kekuasaan yang represif untuk membalas perbuatan suatu pihak tertentu.

“Bukan undang-undangnya yang salah normanya tapi state of mind masyarakat yang apabila tidak dibawa ke ranah hukum, maka mereka belum merasa menang,” jelasnya.

Baginya masalah yang timbul dari instrumen UU ITE, seperti pencemaran nama baik atau penghinaan di sosial media, lebih baik diselesaikan dengan upaya Restorative Justice yang sesuai dengan nilai dan budaya orang Indonesia. Dari kejadian-kejadian di tengah masyarakat tersebut kemajuan teknologi informasi harus sejalan dengan adab masyarakatnya yang semakin maju. “Hari ini kalau kita tidak punya adab dalam berinteraksi pada era kemajuan teknologi informasi, maka peradaban Indonesia hilang,” tambahnya.

76 Tahun Kemerdekaan Indonesia di Tengah Era Kemajuan Teknologi Informasi

Seiring berkembangnya waktu, Danriv menemukan bahwa kebutuhan masyarakat kini sudah berbeda. Bukan lagi sekadar sandang, pangan, dan papan namun juga akses internet dan akses informasi. Menurutnya kedepan masyarakat Indonesia akan dihadapi dengan Blockchain, Cryptonomic, bahkan jaringan 5G sebagai platform pemanfaatan Internet of Things (IoT). 

Dalam transaksi perdagangan saat ini pun sudah terlihat bagaimana blockchain tersebut berperan. Danrivanto mengatakan bahwa cyber security dan blockchain adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Blockchain pada saat ini menjadi metode pembayaran pada perdagangan domestik maupun internasional dan juga menjadi skema aset digital (crypto asset). Beliau meyakini bahwa dengan adanya Blockchain, justru semua data dan transaksi akan terintegrasi secara lebih transparan karena seluruh data terkontrol dalam ekosistem blockchain

“Blockchain itu hanya branding, esensinya adalah timbulnya transparansi, akuntabilitas, dan responsibility dalam menggunakan suatu teknologi,” jelas Danriv yang juga merupakan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika .

Tidak hanya dalam Financial Technology (Fintech), tapi blockchain juga telah digunakan sebagai metode pengarsipan hingga pemilihan umum di luar negeri. Oleh karena itu, Danriv berpesan agar Negara dan masyarakat harus memahami ini agar dapat beradaptasi dan terlibat di dalamnya. 

Melihat perkembangan yang sangat pesat dan usia kemerdekaan Indonesia yang cukup matang, masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, dapat mencontoh Amerika Serikat mengenai metode historikal dan futurikalnya. Masyarakat Amerika selalu belajar dari sejarah dan kemudian terdorong untuk berinovasi bagi negaranya. Ia berharap bahwa dengan begitu, maka dapat menciptakan generasi muda yang memiliki rasa nasionalisme dan siap untuk bersaing secara global. 

Sebagai pesan di ulang tahun Indonesia ke 76 ini, Danrivanto Budhijanto menyampaikan, “Tujuh puluh enam tahun lalu our founding father bersinergi dengan para pemuda. Dari sini kita belajar bahwa sharing of value antara keduanya itu bisa menjadi kekuatan yang luar biasa. Jika dulu kita merdeka dari kolonialisme, maka sekarang kita harus merdeka dari keterpurukan kita akibat Pandemi Covid-19 dan dampak buruk teknologi informasi,” tuturnya.

Ia berpesan agar masyarakat, khususnya generasi muda, untuk menggunakan teknologi sebagai alat untuk memenuhi tujuan bernegara yang ada pada Konstitusi. “Indonesia punya kemampuan ekonomi digital dan teknologi. Potensi kita dilihat oleh negara lain itu besar sekali, maka bukan tidak mungkin nantinya Indonesia menjadi setara dalam ekonomi global,” tutupnya.

Dipromosikan