Meski Gagal Bayar 410M, Tridomain Performance Lolos Dari Jerat PKPU

Meski Gagal Bayar 410M, Tridomain Performance LOLOS DARI JERAT PKPU

Meski Gagal Bayar 410M, Tridomain Performance Lolos Dari Jerat PKPU

“Tak hanya merugikan investor, proposal restrukturisasi utang yang diajukan TDPM, dinilai MMI kurang menggambarkan kondisi perusahaan sebenarnya.”

Dilansir dari Katadata, jumlah perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) meningkat di tengah pandemi COVID-19. Hal ini dapat dilihat pada data statistik perkara milik Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, PN Surabaya, dan PN Semarang.

Sepanjang 2020, PN Surabaya menerima sebanyak 98 permohonan PKPU. Sementara sepanjang 2019 dan 2018, masing-masing sebanyak 76 dan 49 permohonan. Berpindah ke PN Semarang. Pada 2020, PN Semarang menerima sebesar 51 permohonan PKPU. Tak berbeda jauh dengan tahun sebelumnya yang sebesar 55 permohonan.

Di Ibu Kota, PN Jakarta Pusat menerima sejumlah 440 permohonan PKPU sepanjang 2020. Meningkat jauh dari jumlah yang diterima pada 2019 dan 2018, yang masing-masing sejumlah 280 dan 193 permohonan. Bahkan sejak Januari hingga Agustus tahun ini, PN Jakarta Pusat telah menerima sebanyak 331 permohonan PKPU.

Diantara banyaknya permohonan PKPU tersebut, terdapat satu yang diajukan oleh PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI). MMI mengajukan permohonan PKPU terhadap PT Tridomain Performance Materials Tbk (TDPM) pada 8 Juli lalu.

Sebelum digugat MMI, perusahaan manufaktur produk petrokimia tersebut dinyatakan wanprestasi atau gagal melunasi utang pokok surat utang jangka menengah atau Medium Term Notes (MTN) Seri II Tahun 2018 sebesar Rp 410 miliar, berikut bunganya. Pelunasan yang sebetulnya jatuh tempo pada 27 April lalu.

Skema Penyelesaian Merugikan Investor

Sejak TDPM dinyatakan wanprestasi, MMI meminta TDPM mengajukan proposal restrukturisasi utang terbaik. Tercatat TPDM telah mengajukan proposal sebanyak enam kali. Namun, semua proposal tersebut tak dapat memuaskan MMI.

MMI menilai seluruh skema yang diajukan TDPM, bahkan hingga proposal keenam yang diajukan pada 29 Juni lalu, masih merugikan investor. Raden Suharsanto Raharjo, selaku kuasa hukum MMI dari Kantor Hukum AKSET, mengatakan, “Setelah dicermati secara teliti oleh MMI dan setelah menerima masukan dari para pemegang unit penyertaan Reksa Dana Terproteksi Mandiri, MMI merasa proposal restrukturisasi yang diajukan TDPM merugikan investor pemegang unit penyertaan Reksadana Terproteksi yang menjadi pemegang MTN II tersebut,” katanya pada 13 Juli lalu.

Dinilai Tidak Transparan

Tak hanya merugikan investor, proposal yang diajukan TDPM dinilai MMI, masih tidak maksimal, kurang menggambarkan kondisi perusahaan yang sebenarnya. MMI meyakini TDPM seharusnya dapat menawarkan skema penyelesaian yang lebih baik dari keenam proposal yang telah diajukan.

“MMI menilai bahwa seluruh proposal tersebut belum mencerminkan kondisi TDPM sesungguhnya, yang dirasa masih mampu memberikan penawaran penyelesaian yang lebih baik,” ujar Suharsanto.

Suharsanto menambahkan, jika melihat pemberitaan sejumlah media, TDPM mengkonfirmasi bahwa perusahaannya masih dalam kondisi yang baik, operasional masih berjalan normal, juga tidak adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawannya.

Bahkan setelah digugat PKPU, TDPM tetap memastikan pada keterangannya 16 Juli lalu, bahwa PKPU tidak secara signfikan berpengaruh pada kegiatan operasional perusahaan, meski pihak bank dan supplier lebih memperketat fasilitasnya. TDPM juga terus berupaya menjalin komunikasi dan menyusun proposal restrukturisasi yang lebih optimal.

Melalui PKPU ini, MMI bertujuan memberikan pelindungan terhadap hak dan kepentingan investor Reksa Dana Terproteksi Mandiri Investasi dengan memberikan suatu penyelesaian yang tidak merugikan investor, serta memberikan kepastian hukum.

Hingga kemudian, permohonan gugatan diajukan MMI ke Pengadilan Niaga di PN Jakarta Pusat pada 8 Juli lalu, permohonan diterima dan diadakan sidang pertama tertanggal 22 Juli lalu.

Wewenang Wali Amanat

Menanggapi gugatan tersebut, kuasa hukum TDPM, Andrey Sitanggang dari Kantor Hukum Andrey Sitanggang & Partners telah memanggil saksi ahli, yang memberi keterangan bahwa pihak yang berwenang mengajukan PKPU adalah wali amanat. Saksi ahli juga memaparkan bahwa pemegang surat utang MTN tidaklah sama dengan reksadana.

Andrey menjelaskan, bahwa MTN adalah bukti sederhana utang, tapi reksadana tidaklah sederhana, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Sehingga, pemegang reksadana tidak sama dengan kreditur.

 “Sehingga, upaya hukumnya pun tidak bisa langsung, harus melalui agen pemantau atau wali amanat bukan melalui Manajer Investasi,” ujarnya pada Senin (16/08).

Di pihak yang berseberangan, pada Selasa (24/08), Suharsanto berargumen bahwa hal tersebut tidak tepat dan tidak relevan dalam perkara ini.

Sebab, pertama, pada transaksi jual beli MTN TDPM tidak ada pihak wali amanat. Kedua, merujuk pada perjanjian penerbitan MTN, MMI selaku Manajer Investasi mewakiili pemegang MTN memiliki kewenangan di pengadilan.

PKPU DITOLAK

Perkara dengan nomor 286/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Jkt.Pst tersebut terus bergulir hingga amar putusan dibacakan Majelis Hakim pada Kamis pekan lalu (26/08). Yang pada intinya, menolak permohonan PKPU.

Hal ini dikonfirmasi Pejabat Humas PN Jakarta Pusat pada Jumat (27/08), Bambang Nurcahyono kepada KONTAN, “Setelah saya mendapatkan informasi dari Kepaniteraan Niaga bahwa terhadap Permohonan PKPU tersebut ditolak.”

Mengenai pertimbangan Majelis Hakim belum dapat diketahui secara mendetail, sebab hingga berita ini ditulis, putusan belum tersedia untuk diunduh pada situs Direktori Putusan yang dikembangkan oleh Mahkamah Agung.

AAB

Dipromosikan