Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Mengalami Pembengkakan Biaya, Apa yang Terjadi?

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Mengalami Pembengkakan Biaya, Apa yang Terjadi

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Mengalami Pembengkakan Biaya, Apa yang Terjadi?

Biaya proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung diestimasikan membengkak sekitar US$ 1,9 miliar atau Rp 27,17 triliun menjadi Rp 113,9 triliun.

Proyek kereta cepat yang dibangun PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC)  akhir-akhir ini sedang menjadi sorotan Komisi VI DPR RI akibat biayanya yang membengkak sekitar US $1,9 miliar atau setara dengan Rp 27,17 triliun dari proyeksi awal US$ 6,07 miliar menjadi Rp 113,9 triliun. Akibat melarnya biaya proyek ini, konsorsium Indonesia pun diprediksi harus menanggung beban tambahan sebesar Rp 4,1 miliar, yang diusulkan dibiayai oleh suntikan Penyertaan Modal Negara 2022.

Belum lagi, terdapat biaya tidak terduga pada pengadaan lahan yang dapat membengkak hingga 35 persen yang disebut KCIC. Pada proses pengadaan lahan, di dalamnya terdapat pengerjaan relokasi fasos dan fasum, relokasi SUTT PLN, relokasi utilitas PDAM/Pertamina/Telkom, jalan akses, dan auxiliary building yang belum di detailkan dalam perencanaannya.

Meskipun begitu, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), Ade Wahyu menegaskan, cost overrun (kelebihan biaya) proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) masih dalam tahap perhitungan.

Cost overrun yang timbul saat ini sedang digodok dan dievaluasi di internal KCIC bersama para pemegang saham dan sponsor, nah saat ini sedang di tahap akhir  dan diharapkan besaran nilai dari cost overrun ini bisa selesai di Oktober,” tuturnya dalam Public Expose Live 2021 pada Rabu, 8 September 2021 lalu.

KCIC merupakan usaha patungan antara konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian China melalui Beijing Yawan HSR Co.Ltd. PSBI ini terdiri dari WIKA, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), serta PT Perkebunan Nusantara VII atau PTPN VII.

Penyebab Pembengkakan

Direktur Keuangan dan Manajemen Resiko PT KAI, Salusra Wijaya, pada RDP bersama Komisi VI DPR mengatakan bahwa perkara terjadinya pembengkakan biaya atau cost overrun ini penyebab utamanya adalah biaya Capital Output Ratio (COR) untuk Engineering Procurement Construction (EPC) sebesar US $ 4,9 miliar atau setara dengan Rp 68 triliun.

Padahal, capital expenditure (capex) awal KCJB berada di angka US $ 6,07 miliar. Jumlah itu terdiri dari EPC US $ 4,8 miliar dan US $ 1,3 miliar untuk non-EPC.

Selain itu, pembebasan lahan juga menjadi faktor. seperti yang sudah disebutkan diatas, dari kajian, PSBI sebagai konsorsium proyek KCJB, pembebasan lahan menjadi masalah yang kompleks. Karena jalur kereta yang dibangun tercatat luas dan melewati kawasan komersial atau industri, sehingga konsorsium perlu mengeluarkan anggaran yang mahal untuk memindahkan kawasan-kawasan tersebut.

Belum selesai sampai disitu, masalah semakin pelik karena ditambah mengenai financial cost proyek ini. Pembangunan KCJB senilai US $ 4,55 miliar atau setara dengan Rp 64,9 triliun berasal dari Pinjaman China Development Bank. Pinjaman tersebut disepakati sejak 12 Mei 2017 lalu dengan tenor 40 tahun, masa tenggang 10 tahun, dan availability period hingga 2022. Adanya keterlambatan pengerjaan proyek menyebabkan membengkaknya Interest During Construction (IDC) atau talangan bunga atas proyek yang dikerjakan.

KAI Menggantikan WIKA

WIKA juga melaporkan perkembangan terbaru proyek KCJB, dimana akan ada rencana perubahan di mana PT KAI akan menggantikan WIKA sebagai pemegang saham mayoritas di konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).

WIKA melalui Ade Wahyu mengatakan seiring nanti akan dilakukan perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 dahulu dimana WIKA saat itu sebagai lead konsorsium PSBI, nanti mungkin akan berubah leadnya ini akan berpindah di PT KAI di mana nanti juga PT KAI akan mendapatkan PMN dalam pemenuhan ekuitas di PSBI.

Sampai saat ini, persentase pemegang saham konsorsium PSBI masih sama yaitu WIKA menjadi lead sebesar 38%, Jasa Marga 12%, KAI 25%, dan PTPN VIII 25%. Ade menegaskan bahwa proses perubahan lead konsorsium tersebut masih dibahas di tingkat Kementerian Maritim dan Investasi (Marves) dan Sekretariat Negara (Setneg).

Maka dari itu, KCIC memastikan target operasional kereta cepat Jakarta-Bandung tidak akan berubah, yaitu pada akhir 2022. Meskipun, proyek tersebut tengah mengalami persoalan cost overrun.

 

 

MAL.

Dipromosikan