Jangan Sampai Rugi, Pelaku Usaha E-Commerce Harus Waspada Akan Fenomena Cybersquatters!

Jangan Sampai Rugi, Pelaku Usaha E-Commerce Harus Waspada Akan Fenomena Cybersquatters!

Jangan Sampai Rugi, Pelaku Usaha E-Commerce Harus Waspada Akan Fenomena Cybersquatters!

Merek dan nama domain adalah hal yang berbeda. Semua pelaku usaha berkeinginan agar memiliki alamat domain yang sama dengan mereknya. Namun prinsip first come first served memberikan celah adanya fenomena cybersquatters.

Di era digitalisasi ini, banyak pengusaha yang sudah beralih untuk menjual barang atau jasanya secara online (e-commerce). Untuk menjual barang atau jasanya secara online, pengusaha berkeinginan untuk memiliki alamat domain yang tepat sesuai dengan nama mereknya. 

Nama domain itu sendiri berfungsi sebagai identitas informasi dan merek di internet. Sehingga nama domain dan merek menjadi tidak dapat dipisahkan.

Dengan banyaknya e-commerce, banyak bermunculan fenomena cybersquatters. Cybersquatters adalah pihak yang mendaftarkan nama domain dari merek terkenal tetapi pihak tersebut tidak ada kaitannya dengan alamat domainnya.

Salah satunya kasus cybersquatters ini menimpa PT Mustika Ratu Tbk perusahaan beberapa tahun yang lalu. Mustika Ratu telah memiliki nama domainnya sendiri yaitu Mustika-Ratu.co.id yang mana domain tersebut telah aktif dan didaftarkan pada September 1996. Namun PT. Martina Bertho pada tahun 1999 mendaftarkan domain dengan nama mustika-ratu.com.

Ketua Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI), Prof. Yudho Giri Sucahyo dalam webinar yang bertajuk “Pemanfaatan Domain Sebagai Brand di Internet” pada Kamis (14/10) memaparkan tujuan cybersquatters, “harapannya adalah bahwa nama domain tersebut nantinya dapat dialih tangankan ke pihak lainnya dan pendaftar nama domain akan mendapatkan keuntungan dari domain tersebut.”

Dalam webinar yang sama, Dr. Suyud Margono selaku Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual menilai bahwa fenomena cybersquatters adalah pihak yang memiliki itikad buruk untuk mendaftarkan nama domain dengan nama yang identik sepenuhnya maupun serupa dengan merek terkenal. 

 

Prinsip First Come First Served

“Misal Garuda itu kan ada banyak, ada garuda maskapai, ada kacang garuda ada rumah makan padang garuda dan sebagainya, mereka juga punya hak yang sama punya kesempatan yang sama untuk mendapatkan garuda.co.id, jadi sistemnya adalah first come first served,” papar Ketua PANDI.

Dr. Suyud margono yang juga merupakan Sekjen – Badan Arbitrase Mediasi HKI Indonesia (BAMKI) mendukung pernyataan tersebut dengan memaparkan perbedaan prinsip nama domain dengan merek dagang. 

“Memang nama domain itu first come first serve, merek adalah first to file,” ucapnya.

Lebih lanjut Suyud menilai bahwa prinsip first come first served itu menyebabkan pemegang atas hak merek tidak dapat menggunakan nama domain apabila telah didahului oleh seseorang.

 

Upaya Penyelesaian Sengketa

“Apabila ada itikad tidak baik bisa diturunkan juga melalui pembatalan merek terdaftar karena esensinya gugatan pembatalan itu adalah gugatan atas si pemilik merek asli,” jelas Suyud.

Terdapat dua upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan yaitu melalui jalur non litigasi dan litigasi.

Penyelesaian non litigasi dapat dilakukan melalui Penyelesaian Perselisihan Nama Domain (PPND) oleh Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) sebagai registri. Hal ini berdasarkan kepada Pasal 81 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 yang mengatur bahwa Registri Nama Domain berfungsi untuk menyelesaikan perselisihan nama domain.

Namun PPND hanya dapat menyelesaikan perselisihan terhadap domain yang berakhiran “.id”.

“Penyelesaian melalui PPND akan lebih cepat, mudah dan biaya yang relatif murah dibanding dengan Pengadilan,” ucap Yudho selaku Ketua PANDI.

Menurutnya, penyelesaian sengketa nama domain melalui Pengadilan akan memakan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih besar.

NR

Dipromosikan