Prof Tjip Ismail, Tokoh Hukum Perpajakan Yang Senang Belajar dan Mengajar

Prof Tjip Ismail, Tokoh Hukum Perpajakan Yang Senang Belajar dan Mengajar
Image Source by youtube.com/UniversitasTerbukaTV

Prof Tjip Ismail, Tokoh Hukum Perpajakan Yang Senang Belajar dan Mengajar

Tidak hanya dikenal sebagai praktisi, beliau aktif menjadi pengajar di beberapa universitas di Indonesia. “Mengajar adalah kepuasan batin saya.

Selama menempuh pendidikan strata 1 (satu) di Universitas Diponegoro, Prof Tjip Ismail mengambil konsentrasi hukum pidana. Hal demikian-lah yang membuat beliau ingin terjun menjadi hakim di pengadilan.

Selang beberapa bulan di tahun 1972, beliau menerima amanat menjadi bagian dari Kementerian Keuangan tepatnya pada Direktorat Jenderal Pajak. Beliau aktif meneliti, menelaah situasi perpajakan di Indonesia dan berbagai tugas fungsi yang melekat pada jabatan dan kewenangannya.

Lulusan Master Business Administration dari Institute of Management, European University pada tahun 1992 ini menyatakan bahwa mempelajari hukum dan perpajakan adalah hal yang sangat menarik. “Sebab pajak merupakan ilmu khusus dengan perkembangan yang sangat dinamis,” ujarnya kepada Kliklegal. 

Setelah itu Prof Tjip juga menyelesaikan pendidikan Doktor Ilmu Hukum di Universitas Indonesia dengan predikat Cumlaude pada tahun 2005 silam.

Lama meniti karir di Kementerian Keuangan, beliau aktif mengikuti pelatihan, kursus dan pendidikan informal di tingkat nasional maupun internasional. Hal ini menjadikan pengalaman dan pembelajaran menjadi berkembang dan dapat memberikan kontribusi terhadap paradigma hukum dan perpajakan serta hukum pajak di Indonesia.

Kesempatan menjadi birokrat di Kementerian Keuangan, tidak lantas menyurutkan semangat beliau dalam melakukan reformasi di bidang hukum pajak terutama di bidang penegakan hukum. Beliau bergabung menjadi salah satu hakim di Pengadilan Pajak untuk menyelesaikan sengketa perpajakan.

“Pada dasarnya, sengketa pajak berdiri di dua kaki, yang pertama di bidang hukum kedua di bidang ekonomi,” ungkap beliau.

Kaki pertama di bidang ekonomi. Jelas, bahwa dalam sengketa pajak terutama setelah pemberlakuan sistem self assessment memungkinkan adanya sengketa antara fiskus dengan Wajib Pajak. 

Sedangkan kaki kedua di bidang hukum,  menurutnya dalam menyelesaikan sengketa pajak tidak saja cukup hanya melihat pada aspek ekonominya. 

Apabila hanya melihat pada konteks ekonominya, maka akan menguntungkan bagi salah satu pihak saja. Sedangkan pandangan hukum akan menjamin kepastian hukum dan perlindungan bagi para pihak yang bersengketa. 

Rekam jejak mengagumkan, menghantarkan beliau dipercaya menjadi Ketua Pengadilan Pajak pada tahun 2011.

3 Alasan Belajar Pajak

Mempelajari pajak sangat menarik. Setidaknya ada 3 (tiga) alasan mengapa mempelajari pajak sangat menarik.

Pertama, pajak merupakan pendapatan negara yang dominan bahkan lebih dari 82,8 persen penerimaan negara berasal dari pajak.

Kedua, pajak memiliki daya paksa yang kuat untuk memaksa Wajib Pajak untuk membayar pajak.

Ketiga, Pajak adalah sarana untuk mencapai tujuan negara.

Beliau tidak memaknai pajak sebagai tujuan negara seperti peningkatan penerimaan negara dan pendapatan negara melainkan sebagai sarana mencapai tujuan. Tujuan negara yang dimaksudkan adalah agar terciptanya negara kesejahteraan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Selain menjadi seorang birokrat, Hakim Pengadilan Pajak beliau juga aktif menjadi peneliti di Badan Pembinaan Hukum Nasional Indonesia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pengalaman beliau sangat kompleks, mulai dari yudikatif, eksekutif dan legislatif.

Di bidang legislatif beliau aktif menjadi Staf Ahli Bidang Fiskal pada Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sampai dengan tahun 2015. Memberikan saran, masukkan dan pertimbangan terhadap suatu kebijakan dan muatan terkait dengan keuangan atau fiskal daerah melalui suara DPD RI.

Prof Tjip menyoroti juga mengenai adanya ketidak sinkronan antara peraturan perundang-undangan dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah terutama Kementerian Keuangan mengenai pajak. 

Diinsyafi, bahwa adanya kebijakan yang kemudian dimasukkan dalam peraturan Menteri Keuangan maupun Peraturan di bawahnya seperti peraturan Direktorat Jenderal Pajak memiliki tujuan mulia yakni meningkatkan penerimaan negara dan pendapatan negara.

Akan tetapi, harus tetap menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Undang-Undang. Sebab pada Amandemen Ketiga 9 November 2001 dinyatakan bahwa Pajak dan Pungutan lainnya yang memaksa diatur dengan undang-undang.

Hal ini memberikan implikasi bahwa ketentuan perpajakan tidak boleh diatur dalam Peraturan selan yang terdapat pada Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Karena, secara norma bersifat mengikat pada ketentuan yang ada di atasnya terutama undang-undang.

Kepuasan Mengajar

Malang melintang dengan berbagai pengalaman dan pembelajaran, tidak menyurutkan semangat Prof Tjip untuk berbagi. 

Beliau aktif menjadi pegiat sosial dan juga menjadi pengajar (dosen) di beberapa universitas di Indonesia. Antara lain Sekola Tinggi Hukum Militer, Universitas Kepolisian Bhayangkara Universitas Indonesia, dan Universitas Terbuka.

Ketika ditanya mengenai pencapaian terbesar, Prof Tjip menjawab, “Pencapaian terbesar saya adalah kepuasan saya untuk mengajar”.

Beliau merasa bangga ketika, mahasiswanya menjadi tahu, menjadi paham dan bahkan menjadi lebih pintar daripada dirinya. Suatu mentalitas yang jarang sekali ditemui pada masyarakat Indonesia mengenai penghapusan relasi kuasa antara pengajar dan murid. Menurut beliau, murid bisa belajar darinya dan beliau bisa belajar dari muridnya.

Setiap hari, ia belajar hal-hal yang baru untuk memperkaya pengetahuan. “Dalam sehari, saya harus buka komputer, baca dan mempelajari hal baru salah satunya mengenai perpajakan”. Hal ini dikarenakan pajak merupakan ilmu khusus dengan dinamisasi yang sangat cepat.

Terutama pada saat adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang turut mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

“Belajar bagi saya, adalah kewajiban hingga akhir hayat,” tutur beliau.

Harapan beliau terhadap kebijakan dan kondisi peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan di Indonesia salah satunya adalah pemerintah dan pembuat undang-undang harus taat asas pemungutan pajak. Dengan itu pemerintah harus memperhatikan aspek legalitasnya.

Pemungutan pajak tidak boleh menyengsarakan masyarakat terutama Wajib Pajak. DI sisi lain pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan kontraprestasi kepada masyarakat seperti peningkatan layanan publik. Dengan demikian masyarakat dapat merasakan manfaat daripada pemungutan pajak yang dilakukan oleh fiskus tersebut.

Kedua, fiskus harus mempercayakan penghitungan pajak yang dipungut kepada Wajib Pajak. Namun disisi lain pemerintah harus menetapkan parameter kapan pemeriksaan terhadap pelaporan pajak dalam sistem self assessment boleh dilakukan. Artinya bersifat pemeriksaan tertentu. Tujuannya adalah untuk memberikan kebebasan yang bertanggungjawab bagi Wajib Pajak dalam menghitung pajak yang dipungut.  

 

DAS

Dipromosikan